Firli Bahuri Jalani Sidang Kode Etik Dewan Pengawas KPK
Ketua KPK Firli Bahuri diperiksa sidang etik Dewan Pengawas KPK selama sekitar dua jam terkait penggunaan helikopter mewah untuk keperluan pribadi. Firli beralasan penggunaan heli karena tuntutan kecepatan mobilitas.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri menjalani sidang etik oleh Dewan Pengawas KPK, Selasa (25/8/2020), dalam kasus dugaan pelanggaran etik, penggunaan helikopter mewah untuk keperluan pribadi, akhir Juni lalu. Firli beralasan penggunaan helikopter saat itu karena kebutuhan dan tuntutan kecepatan mobilitas.
Sidang etik berlangsung sejak pukul 09.00, Selasa. Firli memenuhi panggilan pemeriksaan dan diperiksa mulai sekitar pukul 09.00 hingga 11.00. Selain Firli, sidang memeriksa tiga saksi lainnya. Salah satunya, pelapor kasus dugaan pelanggaran etik tersebut, yaitu Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Seusai diperiksa, Firli menolak berkomentar banyak tentang pemeriksaannya.
”Saya sudah sampaikan biar nanti Dewas (Dewan Pengawas) yang menyampaikan semuanya. Mohon maaf. Saya tidak memberikan keterangan di sini. Semuanya tadi sudah saya sampaikan ke Dewas,” ujarnya.
Adapun sebelum diperiksa, Firli menepis tudingan bahwa dirinya bergaya hidup mewah dengan menyewa helikopter saat melakukan perjalanan di Sumatera Selatan, akhir Juni lalu.
”Sekali lagi kami sampaikan kami tidak menganut hidup mewah dan bukan gaya hidup mewah. Tetapi, kami lakukan karena kebutuhan dan tuntutan kecepatan tugas. Saya gunakan uang gaji saya untuk mendukung kelancaran dan kemudahan tugas-tugas. Saya sewa dan saya sudah jelaskan kepada Ketua Dewas Pak Tumpak. Saya tidak menerima gratifikasi dan tidak menerima hadiah. Semua saya kerjakan untuk kemudahan tugas saya dan bukan untuk kemewahan. Gaji saya cukup untuk membayar sewa helikopter dan ini bukan hidup mewah. Semua biaya saya bayar sendiri,” jelasnya.
Firli menekankan, dirinya menyewa helikopter untuk tuntutan kecepatan mobilitas. ”Saya mengabdi kepada bangsa dan negara, makanya apa pun saya korbankan untuk bangsa dan negara. Jangankan uang dan harta, nyawa pun saya pertaruhkan untuk bangsa dan negara,” tambahnya.
Melalui pemeriksaan dalam sidang etik oleh Dewan Pengawas KPK, baginya menjadi momentum untuk menjelaskan secara detail perjalanannya dengan helikopter itu. Karena itu, ia bersedia hadir memenuhi agenda sidang Dewan Pengawas KPK.
”Saya hadiri sidang karena kegiatan yang dilakukan sebagai wujud amanat undang-undang. Mekanisme ini pun merupakan kegiatan untuk klarifikasi dan menjelaskan secara detail obyek permasalahannya. Saya sangat menghargai proses ini,” ujar Firli dalam siaran pers.
Akhir Juni lalu, Boyamin Saiman melaporkan Firli kepada Dewan Pengawas KPK karena menggunakan helikopter mewah untuk keperluan pribadi. Dalam laporannya, Firli disebut melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, Sabtu (20/6/2020), menggunakan helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO.
Padahal, perjalanan dari Palembang menuju Baturaja hanya butuh 4 jam dengan menggunakan mobil. Dengan dasar itu, Boyamin beranggapan penggunaan helikopter mewah bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.
Helikopter yang pernah digunakan motivator Tung Desem Waringin tergolong mewah dan biasa disebut Helimousine President Air.
Firli diduga melanggar Pasal 4 Ayat (1) Huruf c dan n atau Pasal 4 Ayat (2) Huruf m atau Pasal 8 Ayat (1) Huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Jika terbukti melanggar, Firli bisa dijatuhi sanksi, mulai yang teringan, yaitu sebatas teguran, hingga diminta mengajukan pengunduran diri.
Boyamin Saiman seusai diperiksa mengatakan, dalam sidang, Dewan Pengawas KPK mengonfirmasi pengaduan dirinya. Boyamin juga menerangkan perjalanan Firli dengan helikopter yang disewanya. Tak hanya itu, ia juga menyampaikan perusahaan pemilik helikopter.
”Apakah masih punya perusahaan itu atau bukan, saya tidak bisa pastikan karena registernya masih perusahaan itu. Itu tugas Dewas untuk menyelidiki, termasuk apakah helikopter itu benar dibayar atau tidak,” ujarnya. Ia pun enggan menyebutkan nama perusahaan itu ke wartawan.
Dalam sidang, menurut Boyamin, Firli mengakui menyewa helikopter itu untuk keperluan pribadi. Penyewaan helikopter dibayar dari kantong pribadinya dan dibayar sesuai harga sewa. ”Pak Firli mengatakan sudah dibayar, ya silakan saja, tapi saya, kan, bertanya sudah dibayar full, dapat diskon, atau yang lain? Dibayar oleh siapa? Gitu, kan. Nanti apakah pembayaran ini standar atau tidak, itu tugas pengawas,” tambah Boyamin.
Selain itu, dalam sidang, ia menyampaikan permohonan agar Firli Bahuri dicopot dari jabatan sebagai Ketua KPK dan diturunkan menjadi Wakil Ketua KPK. Ini terutama jika Firli terbukti melanggar kode etik oleh Dewan Pengawas KPK. ”Jadi ketua digantikan orang lain,” katanya.
Mengenai pernyataan Firli bahwa ia menyewa helikopter untuk memenuhi tuntutan kecepatan mobilitas, Boyamin meragukannya. Sebab, tak ada hal mendesak yang menjadi agenda KPK saat Firli ke Baturaja. ”Tidak ada sesuatu yang dikejar saat itu,” ujarnya.