PTUN Jakarta Batalkan Keppres Pemberhentian Evi Novida sebagai Anggota KPU
PTUN Jakarta mengabulkan gugatan mantan anggota KPU, Evi Novida Ginting, terkait pemberhentian dirinya secara tak hormat. Majelis membatalkan keppres pemberhentian Evi, sekaligus memerintahkan rehabilitasi nama baiknya.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO / NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta membatalkan Keputusan Presiden Joko Widodo yang memberhentikan Evi Novida Ginting dengan tidak hormat dari jabatan anggota Komisi Pemilihan Umum pada Maret 2020. Proses pergantian antarwaktu terhadap Evi juga dinyatakan tak boleh dilakukan sampai putusan pengadilan final dan mengikat.
Berdasarkan penelusuran dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara, Sipp.ptun-jakarta.go.id, Kamis (23/7/2020), majelis hakim yang diketuai oleh Enrico Simanjuntak mengabulkan gugatan Evi untuk seluruhnya.
”Menyatakan batal Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P.Tahun 2020 tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020,” seperti yang tertulis dalam amar putusan.
Sebelumnya, Evi menggugat surat Keputusan Presiden RI Nomor 34/P.Tahun 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat sebagai komisioner KPU per tanggal 23 Maret 2020. Surat keputusan tersebut muncul karena ada putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan Evi karena dianggap melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara yang diajukan Hendri Makaluasc, calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Evi tidak menerima atas putusan DKPP tersebut karena dia menilai putusan DKPP cacat hukum. Dia yakin keputusan KPU sudah tepat karena menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi.
Ada dua pokok perkara yang lain yang diputuskan oleh hakim, di antaranya mewajibkan tergugat untuk mencabut Kepres RI No 34/P.Tahun 2020 serta mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Evi sebagai anggota KPU seperti semula sebelum diberhentikan.
Saat dikonfirmasi, kuasa hukum Evi, Heru Widodo, membenarkan isi putusan PTUN itu. Gugatan Evi dikabulkan seluruhnya dan dalam penundaan. Keppres pemberhentian ditunda pemberlakuannya sampai putusan inkrah.
”Jadi, tidak boleh ada proses pergantian antarwaktu sampai putusan PTUN final dan mengikat,” ujar Heru.
Atas putusan tersebut, Heru berharap tergugat bijaksana dalam mengambil langkah berikutnya serta tidak mengajukan banding.
Secara terpisah, Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman belum bisa mengomentari perihal tersebut lebih jauh karena belum mendapatkan putusannya.
Menyerahkan ke Presiden
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Muhammad mengatakan, terhadap putusan PTUN yang mengoreksi vonis DKPP hingga meminta rehabilitasi nama Evi, hal itu menjadi tanggung jawab Presiden RI. Sebab, obyek gugatan Evi adalah keppres.
Muhammad menjelaskan, dalam perspektif hukum tata negara, pemerintah bersama DPR membentuk undang-undang. Atas kesepakatan bersama pemerintah dan DPR, desain kelembagaan DKPP telah dirumuskan dalam UU Pemilu sebagai peradilan etika.
DKPP, lanjut Muhammad, hanya sebatas diberi wewenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu. Vonis DKPP tersebut pun bersifat final dan mengikat.
”Terhadap amar putusan PTUN yang mengoreksi vonis DKPP dari pemberhentian menjadi rehabilitasi perlu diluruskan oleh Presiden sebagai representasi pemerintah yang ikut merumuskan norma undang-undang tentang kelembagaan DKPP,” ucap Muhammad.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan, pihaknya masih menunggu hingga putusan inkrah. ”Apa yang akan dilakukan para pihak, kan, saya masih menunggu dulu, baik tergugat maupun penggugat. Kami tak tahu apakah mereka banding atau tidak banding,” ujarnya.
Menurut Arief, KPU saat ini fokus untuk menjalankan Pilkada 2020. Ia berharap persoalan itu segera tuntas.
”Semakin cepat tidak direpotkan oleh persoalan-persoalan ini, KPU tentu semakin senang. KPU sekarang sedang konsentrasi menjalankan pilkada. Jadi, semakin cepat persoalan ini selesai, tentu semakin membuat KPU bisa lebih konsentrasi penuh di pilkada,” tutur Arief.