KPK menahan Dirut PT Waskita Beton Precast, berinisial JS, karena diduga korupsi saat masih menjabat di PT Waskita Karya. Kerugian negara diduga mencapai Rp 202 miliar. PT Waskita Karya prihatin dan berjanji kooperatif.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menahan tiga tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek fiktif di BUMN, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, tahun 2009-2015. Salah satunya, saat ini menjabat Direktur Utama PT Waskita Beton Precast. Atas proses hukum oleh KPK tersebut, PT Waskita Karya berjanji bakal bersikap kooperatif.
Sebelumnya KPK telah menetapkan dua tersangka yang telah diumumkan pada 17 Desember 2018. Dua tersangka tersebut adalah Kepala Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode 2011-2013 berinisial FR dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014 berinisial YAS.
Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Kamis (23/7/2020), mengatakan, dalam proses penyidikan terhadap dua tersangka tersebut, KPK mengembangkan kasus ini dan menemukan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak lain.
”Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan pada 13 Juli 2020 dengan tiga orang sebagai tersangka,” kata Firli.
Ketiga tersangka baru tersebut adalah bekas Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya berinisial DSA, bekas Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya berinisial JS, serta bekas Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya berinisial FU. JS saat ini menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Beton Precast.
Kelima tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara terkait pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya selama 2009-2015.
Kronologi kasus
Firli menjelaskan, pada 2009, DSA yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya menyepakati pengambilan dana dari PT Waskita Karya melalui pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.
Dalam rangka melaksanakan keputusan tersebut, DSA memimpin rapat koordinasi internal terkait penentuan subkontraktor, besaran dana, dan lingkup pekerjaan. DSA, FR, YAS, JS, dan FU melengkapi serta menandatangani dokumen kontrak dan dokumen pencairan dana terkait dengan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut.
Pada 2011, DSA mendapatkan promosi menjadi Direktur Operasional PT Waskita Karya. FR juga dipromosikan menjadi Kepala Divisi III/Sipil/II menggantikan DSA. Atas permintaan dan sepengetahuan dari DSA, FR, YAS, JS dan FU, kegiatan pengambilan dana milik PT Waskita Karya melalui pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut dilanjutkan dan baru berhenti pada 2015.
Seluruh dana yang terkumpul dari pembayaran terhadap pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut selanjutnya digunakan oleh pejabat dan staf pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran resmi PT Waskita Karya.
Pengeluaran di luar anggaran resmi tersebut di antaranya untuk pembelian peralatan yang tidak tercatat sebagai aset perusahaan, pembelian valuta asing, pembayaran biaya operasional bagian pemasaran, pemberian fee kepada pemilik pekerjaan (bowheer) dan subkontraktor yang dipakai, pembayaran denda pajak perusahaan subkontraktor, serta penggunaan lain oleh pejabat dan staf Divisi III/Sipil/II.
Selama periode 2009-2015, setidaknya ada 41 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya. Perusahaan subkontraktor yang digunakan untuk melakukan pekerjaan fiktif tersebut adalah PT SSA, CV DTM, PT ME, dan PT AS.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), total kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut mencapai Rp 202 miliar.
Bakal kooperatif
Presiden Direktur PT Waskita Karya (Persero) Tbk Destiawan Soewardjono melalui keterangan tertulis menyatakan, prihatin atas penetapan lima tersangka tersebut. Terhadap proses hukum yang sedang berjalan, manajemen perseroan akan mengikuti dan bersikap kooperatif dengan pihak terkait untuk mendukung kelancaran proses investigasi kasus ini.
Destiawan pun memastikan aktivitas bisnis perusahaan selalu menerapkan tata kelola perusahaan yang tinggi. Selain itu, perseroan secara tegas dan serius menentang segala bentuk pelanggaran hukum termasuk tindakan korupsi.
”Manajemen selalu terbuka pada segala bentuk masukan yang diberikan oleh seluruh pemangku kepentingan guna kinerja yang lebih baik ke depan, serta berkomitmen menjalankan lini bisnis dengan penuh integritas,” kata Destiawan.
Untuk memastikan kelangsungan operasional PT Waskita Beton Precast, kata Destiawan, akan ditunjuk Pelaksana Tugas Direktur Utama.
Wakil Direktur Visi Integritas Emerson Yuntho mengungkapkan, peristiwa ini seharusnya menjadi pembelajaran bagi Kementerian BUMN untuk mengedepankan aspek integritas dalam penempatan pejabat jajaran direksi ataupun komisaris di BUMN.
Terkait dengan modus korupsi dalam kasus ini, Emerson menjelaskan, proyek fiktif di BUMN mudah dilakukan jika pengawasan internal di BUMN tersebut tidak berjalan. Selain itu, Kementerian BUMN juga tidak melakukan upaya pencegahan korupsi serta pengawasan yang efektif.