Setelah beredarnya surat jalan atas nama Joko S Tjandra, kasus pelarian terpidana Bank Bali itu terus bergulir. DPR meminta kasus Joko Tjandra didalami lagi oleh Komisi III dan penegak hukum yang menjadi mitra kerjanya.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat meminta kasus Joko Tjandra didalami lagi oleh Komisi III DPR dan penegak hukum yang menjadi mitra kerjanya. Beredarnya informasi tentang adanya foto surat jalan yang memungkinkan Joko keluar masuk wilayah Indonesia harus dipastikan kebenaran dan validitasnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni saat dihubungi, Rabu (15/7/2020) di Jakarta, mengatakan, pihaknya merencanakan mengadakan rapat gabungan antara Kejaksaan Agung, kepolisian, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk memperjelas konstruksi kasus buronan Joko Tjandra yang diketahui berhasil masuk ke Indonesia. Joko bahkan bisa membuat kartu tanda penduduk (KTP) dan paspor baru di institusi resmi tanpa terdeteksi oleh pihak imigrasi ataupun penegak hukum. Padahal, Joko telah menjadi terpidana buron sejak 2009.
”Iya, kami merencanakan mengadakan rapat gabungan itu di masa reses,” ungkap Sahroni.
Biasanya surat permohonan sudah harus masuk ke meja pimpinan lima hari sebelum jadwal rapat itu diagendakan. Semoga saja rapat di tengah reses itu mendapatkan izin dari pimpinan DPR.
Namun, ia mengaku belum bisa memastikan apakah surat pengajuan permohonan rapat di saat reses itu telah diajukan kepada pimpinan DPR ataukah belum. Sebab, sesuai dengan ketentuan tata tertib DPR, rapat atau sidang di saat reses dapat dilakukan sepanjang mendapatkan izin dari pimpinan DPR. ”Biasanya surat permohonan sudah harus masuk ke meja pimpinan lima hari sebelum jadwal rapat itu diagendakan. Semoga saja rapat di tengah reses itu mendapatkan izin dari pimpinan DPR,” ujar Sahroni.
Selama ini penyelenggaraan rapat ketika reses bukanlah hal baru di DPR. Sebab, pada saat reses di masa sidang ketiga yang lalu, rapat-rapat DPR yang sifatnya krusial dan mendesak juga tetap digelar, seperti rapat Komisi II DPR mengenai anggaran pilkada, serta rapat Badan Legislasi DPR terkait pembahasan daftar inventarisasi masalah per kluster dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Ketua Komisi III DPR Herman Hery mengatakan, saat ini tim sekretariat DPR sedang mengagendakan rapat dengar pendapat gabungan antara Komisi III DPR dan mitra kerjanya. Namun, belum dapat dipastikan kapan rapat itu diberi izin untuk diselenggarakan. Sebab, menurut agenda, Kamis ini DPR akan menggelar rapat paripurna penutupan masa sidang keempat. DPR akan memasuki masa reses pada 17 Juli mendatang. ”Harapannya tentu rapat gabungan itu bisa segera kami agendakan,” ujarnya.
Sebelumnya, pimpinan DPR juga memberikan perhatian atas kasus Joko Tjandra. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan apa yang sesungguhnya terjadi dengan Joko Tjandra. ”Karena itu, kami tidak berburuk sangka. Nanti kami akan meminta aparat penegak hukum untuk saling berkoordinasi. Kami juga sudah meminta kepada Komisi III yang bermitra dengan penegak hukum untuk mendalami apa yang terjadi dengan Joko Tjandra,” katanya.
Terkait adanya surat jalan yang diduga dari kepolisian untuk memuluskan perjalanan Joko Tjandra dari Jakarta ke Pontianak pada 19-22 Juni 2020, Dasco menolak berkomentar lebih jauh. Sebab, hal itu mesti dikonfirmasikan lebih jauh validitasnya. Asal surat itu pun harus dipastikan, apakah benar dari kepolisian ataukah kejaksaan.
”Itu, kan, ada yang bilang surat dari kejaksaan. lalu ada yang bilang surat dari kepolisian. Sakti sekali Joko Tjandra ini bisa mendapat surat jalan dari mana-mana. Jangan-jangan nanti ada surat jalan dari DPR juga. Itu mesti kita cek validitasnya, betul atau tidak. Kalau memang tadi ada dari kejaksaan, kita kasih kesempatan Jaksa Agung untuk meneliti. Kalau tadi dibilang ada surat jalan dari kepolisian, kita minta Kapolri cek benar apa tidak hal itu. Jangan-jangan semua syaratnya dibikin-bikin, kan kita tidak tahu,” tuturnya.
Harus transparan
Kalau saya lihat di media, Ketua KPK juga sudah bilang, KPK boleh menyupervisi atau minta dilibatkan untuk melakukan supervisi terhadap tim itu. Kami di parlemen juga akan meminta supaya mitra yang berhubungan dalam penegakan hukum, dalam hal ini Komisi III, dilibatkan dalam tim pengawas tim pemburu koruptor kalau tim itu jadi dibentuk.
Sementara itu, terkait dihidupkannya kembali tim pemburu koruptor seperti yang diusulkan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Dasco mengatakan, pihaknya mengapresiasi niat baik pembentukan tim itu untuk memulangkan uang negara yang dibawa oleh koruptor. Namun, implementasi kerja tim itu juga diharapkan transparan.
”Kalau saya lihat di media, Ketua KPK juga sudah bilang, KPK boleh menyupervisi atau minta dilibatkan untuk melakukan supervisi terhadap tim itu. Kami di parlemen juga akan meminta supaya mitra yang berhubungan dalam penegakan hukum, dalam hal ini Komisi III, dilibatkan dalam tim pengawas tim pemburu koruptor kalau tim itu jadi dibentuk,” ujarnya.
Pengawasan itu meliputi pengukuran antara target dan capaian kerja tim, yakni apakah target itu tercapai, dan berapa waktunya, serta anggaran yang dikeluarkan. ”Karena itu, kalau memang mau dilakukan serius, libatkanlah semua pihak, termasuk KPK dan DPR,” kata Dasco menambahkan.