Menkumham: Joko Tjandra Tak Masuk dalam ”Red Notice” Interpol sejak 2014
Nama buronan kasus "cessie" Bank Bali, Joko Tjandra, menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah tidak lagi masuk dalam ”red notice” Interpol sejak 2014.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO dan NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Kamis (2/7/2020), menyampaikan bahwa Joko Tjandra tidak lagi masuk dalam red notice Interpol sejak 2014. Namun, belum ada penjelasan mengenai alasan nama Joko Tjandra yang sudah buron sejak 2009 itu menghilang dari daftar permintaan pencarian dan penangkapan Interpol itu.
Yasonna Laoly di Jakarta, Kamis (2/7/2020), menuturkan, menurut informasi dari Interpol, Joko Tjandra tidak lagi masuk dalam red notice sejak 2014. ”Jadi, kalau seandainya pun dia masuk dengan benar, dia tidak bisa kami halangi karena dia tidak masuk dalam red notice,” kata Yasonna di Jakarta.
Yasonna menegaskan, saat ini Kemenkumham sedang membentuk tim dengan Kejaksaan Agung. Ia mengaku sudah mengecek semua data perlintasan di laut seperti di Batam (Kepulauan Riau), udara di Bandara Kualanamu (Sumatera Utara) dan Bandara Ngurah Rai (Bali), serta beberapa tempat lainnya. Namun, tidak ada sama sekali nama Joko Tjandra.
Ia mengaku tidak tahu apakah Joko menggunakan identitas palsu atau mengganti namanya. Namun, menurut dia, bisa saja Joko melewati jalur tikus di wilayah perbatasan untuk masuk ke Indonesia.
Joko Tjandra, berdasar arsip Kompas, diketahui pergi ke Papua Niugini pada 10 Juni 2009 malam, sehari sebelum Mahkamah Agung memvonis Joko dua tahun penjara pada 11 Juni 2009. Pada Rabu (1/7/2020) sore, tim kuasa hukum Joko Tjandra menegaskan kliennya datang ke PN Jakarta Selatan pada 8 Juni untuk mendaftarkan peninjauan kembali atas putusan perkaranya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyebutkan, Joko kembali ke Tanah Air sejak tiga bulan lalu. Namun, pernyataan tersebut dibantah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly. Yasonna mengatakan, sistem keimigrasian tidak menemukan data soal masuknya buronan kasus pengalihan hak tagih utang atau cessie PT Bank Bali tersebut.
Belajar dari peristiwa kaburnya buronan Komisi Pemberantasan Korupsi, Harun Masiku, Yasonna sudah meminta untuk dilakukan pengecekan server dan CCTV yang ada di perlintasan. Terkait pengecekan tersebut, Direktorat Jenderal Imigrasi sedang meneliti.
Secara terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Ali Mukartono mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum bisa memastikan keberadaan Joko Tjandra. Sebab, informasi masuknya Joko Tjandra ke Indonesia yang beredar saat ini merupakan versi penasihat hukum Joko Tjandra yang mengajukan permohonan peninjauan kembali ke PN Jakarta Selatan.
”Saya berpegang pada pernyataan Pak Menkumham bahwa sampai sekarang belum ditemukan perlintasannya (Joko Tjandra) masuk melalui ke Indonesia lewat pintu mana, kalau itu benar, sehingga kesimpulan sementara dari Pak Menkumham ya tidak ada,” kata Ali.
Terkait dengan tidak adanya nama Joko Tjandra dalam red notice di Interpol, Ali mengaku tidak tahu. Dia pun menyarankan untuk bertanya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Saat dikonfirmasi terkait hal itu, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte hingga Kamis malam tak merespons pesan singkat Kompas.
Meskipun keberadaan Joko Tjandra di Indonesia belum diketahui secara pasti, Ali telah memerintahkan tim eksekutor untuk memantau tempat-tempat yang diduga menjadi lokasi persembunyian Joko Tjandra. Selain itu, pihaknya akan meminta bantuan Polri maupun Interpol.
Secara terpisah, ketika dikonfirmasi Kompas, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, pihaknya belum mendapat permintaan bantuan dari Kejaksaan Agung untuk mencari Joko Tjandra. ”Belum ada,” kata Argo.
Sistem imigrasi
Pendiri dan Ketua Communication Information System Security Research Center Pratama Persadha mengatakan, jika Joko Tjandra masuk ke Indonesia tidak memakai paspor palsu, maka sistem Imigrasi memang sudah kecolongan. Saat sistem bermasalah, otomatis keluar masuk orang dari luar dan dalam negeri tidak terdeteksi walaupun red notice atas nama Joko sudah dicoret dari sistem imigrasi karena Interpol juga mencoretnya.
Menurut dia, sebelumnya, selama akhir 2019 hingga Januari 2020, Imigrasi telah kecolongan oleh melintasnya 120.661 orang dari luar negeri di Bandara Soekarno-Hatta. Hal tersebut menjadi bukti lemahnya sistem pada Imigrasi. Salah seorang di antaranya yang tidak terdeteksi masuk ke Indonesia ialah Harun Masuki, tersangka kasus dugaan penyuapan terhadap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan.
Lemahnya sistem imigrasi, menurut dia, memungkinkan individu yang masuk red notice menjadi tidak terdeteksi. Hal tersebut harus diwaspadai. Pratama menyarankan, sebaiknya pengecekan pada sistem di imigrasi dan bandara dilakukan secara reguler. Hal tersebut bertujuan mencegah terjadinya kesalahan sistem karena peretasan dan bug.
”Jangan sampai kasus buron Harun dan Joko terulang karena hanya alasan keterlambatan waktu dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal Bandara Soekarno-Hatta. Lakukan segera upgrade sistem imigrasi bila sering bermasalah,” ujar Pratama.
Tak hanya di Bandara Soekarno-Hatta. Permasalahan sistem imigrasi juga pernah terjadi di Bali pada Februari 2020. Namun, perbedaannya, wisatawan mancanegera tidak bisa keluar dari bandara.