Jaksa Agung Janji Evaluasi Tuntutan Ringan Penyerang Novel Baswedan
Sejumlah anggota Komisi III DPR mengkritik tuntutan ringan jaksa penuntut umum dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Mereka mendesak Jaksa Agung mengevaluasi hal tersebut.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berjanji akan mengevaluasi tuntutan ringan jaksa penuntut umum atas dua terdakwa penyiram air keras penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan. Evaluasi akan melihat pula putusan pengadilan atas kasus tersebut.
Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/6/2020), Burhanuddin menyampaikan, jaksa penuntut umum biasanya menuntut berdasarkan fakta-fakta yang muncul selama persidangan. Karena itu, ia tidak serta-merta langsung menyalahkan jaksa yang ditugaskan dalam kasus Novel Baswedan.
Meski demikian, evaluasi tetap akan dilakukannya. ”Dan kami juga nanti akan seimbangkan dengan putusan di pengadilannya. Kalau nanti jomplang berarti ada sesuatu di situ. Akan tetapi, kalau balance, artinya pertimbangan jaksa juga dipakai oleh pertimbangan hakim. Kita akan melihat hasil putusannya dan pasti akan kita evaluasi,” kata Burhanuddin.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Sunarta menambahkan, dalam kasus Novel, ada 21 saksi yang dimintai keterangan dalam sidang plus tiga orang ahli. Serupa seperti Burhanuddin, ia mengatakan evaluasi lengkap akan dilakukan setelah pengadilan memutus perkara tersebut.
”Nanti setelah proses ini putus, secara lengkap akan kami lakukan evaluasi dan akan dilaporkan kemudian (ke Komisi III DPR-red),” katanya.
Seperti diketahui, dua terdakwa penyiram air keras terhadap Novel Baswedan, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dituntut 1 tahun penjara. Tuntutan dibacakan jaksa penuntut umum Ahmad Patoni, Satria Irawan, dan Fedrik Adhar dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020).
Dalam rapat kerja tersebut, sejumlah anggota Komisi III DPR mengkritik tuntutan ringan tersebut. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, melihatnya sebagai tuntutan yang aneh dan di luar nalar sehat.
”Sepanjang pengalaman saya sebagai pengacara dan selama ini belajar soal hukum, alasan-alasan yang digunakan di luar nalar sehat, agak aneh,” ujarnya.
Karena itu, ia mendesak Jaksa Agung mengevaluasinya. Menurut Taufik, penting bagi Kejaksaan Agung untuk menghadirkan proses penegakan hukum yang berkualitas dan dapat dipercaya publik.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Aboe Bakar Al-Habsyi, melihat hal yang sama atas tuntutan ringan tersebut. Ia bahkan menyampaikan, sering kali mendapatkan pertanyaan dari konstituen, terkait rendahnya tuntutan jaksa itu. Terlebih jika tuntutan dibandingkan dengan kasus serupa di tempat lain.
Di Pekalongan tahun 2018, ia mencontohkan, tuntutan jaksa kepada terdakwa penyiram air keras bisa mencapai 8 tahun penjara. Begitu pula di Bengkulu, tuntutan jaksa bisa sampai 10 tahun penjara.
”Masyarakat merasa janggal melihat kasus Novel ini, apalagi ketika jaksa sampaikan ada ketidaksengajaan. Melempar air keras, kok, dibilang tidak sengaja? Publik merasa mereka (jaksa penuntut umum) justru jadi pembela dari terdakwa. Bapak harus ungkap apa adanya di balik tuntutan ringan itu. Apa sudah sesuai dengan prosedur yang tepat? Perlu Bapak jernihkan persoalan ini,” ujarnya.