Penundaan Pilkada 2020 akibat Covid-19 diyakini mengubah peta pencalonan kepala daerah karena situasi masyarakat juga ikut berubah. Partai politik pun terus menjalin komunikasi untuk membangun koalisi parpol yang kuat.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO DAN RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana penundaan Pemilihan Kepala Daerah 2020 akibat wabah Covid-19 diyakini mengubah peta pencalonan kepala daerah karena situasi masyarakat juga akan ikut berubah. Partai politik pun terus membangun komunikasi politik antarpartai sembari mengevaluasi bangunan koalisi dan bakal pasangan calon yang akan diusung dalam pilkada setelah pandemi Covid-19 selesai tertangani.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes saat dihubungi di Jakarta, Jumat (26/6/2020), mengatakan, penundaan Pilkada 2020 akibat pandemi tentu memengaruhi tingkat elektabilitas kandidat. Kandidat yang memiliki elektabilitas tinggi sebelum pandemi sangat mungkin tergeser oleh kandidat penantang.
Di tengah pandemi ini, kandidat penantang dinilai memiliki waktu untuk sosialisasi dan mobilisasi sehingga menggeser posisi elektabilitas.
Selain itu, menurut Arya, bangunan koalisi juga sangat mungkin berpengaruh karena berubahnya preferensi masyarakat terhadap petahana akibat kinerjanya dalam menangani pandemi.
”Penundaan (pilkada) dari September ke Desember membuat beberapa skenario pencalonan berubah karena berubahnya hasil survei terhadap kandidat. Nah, sekarang saya kira partai lagi menyusun ulang mekanisme koalisi.”
”Penundaan (pilkada) dari September ke Desember membuat beberapa skenario pencalonan berubah karena berubahnya hasil survei terhadap kandidat. Nah, sekarang saya kira partai lagi menyusun ulang mekanisme koalisi,” ujar Arya menambahkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu sepakat menunda Pilkada 2020 hingga Desember 2020 akibat merebaknya wabah Covid-19. Hari pemungutan suara pun akan jatuh pada 9 Desember 2020.
Arya berpendapat, selain aspek elektabilitas, ada hal-hal lain yang dipertimbangkan oleh parpol dalam mengusung paslon, seperti kemampuan finansial dan pengalaman politik. Secara khusus, kemampuan finansial ini menyangkut pengeluaran paslon yang diprediksi akan membengkak ketika melakukan kampanye di tengah pandemi. Pengeluaran itu terkait alat pelindung diri untuk para sukarelawan atau penggunaan teknologi informasi.
Menurut Arya, untuk mengurangi penggunaan dana bantuan sosial sebagai media kampanye calon petahana, pemerintah pusat perlu mengeluarkan regulasi terkait larangan calon petahana merangkap sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah.
”Distribusi bansos pun juga harus diawasi DPRD, serta kriteria penerima harus jelas. Bisa saja, kan, calon petahana menargetkan pemberian bansos ke basis massanya,” tutur Arya.
Komunikasi politik
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, Golkar terus membangun komunikasi politik dengan partai-partai politik lainnya secara intens dalam menghadapi Pilkada 2020. Golkar pun selalu terbuka dengan setiap kerja sama dan komunikasi politik.
Untuk menghadapi pilkada, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto telah menerima kedatangan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Kamis malam lalu, di Kantor DPP Partai Golkar. Seusai pertemuan itu, Airlangga mengatakan Golkar menjalin kerja sama dengan Demokrat pada pilkada di 33 daerah.
Doli mengatakan, komunikasi antara kedua pimpinan partai itu sudah sejak lama dibangun. Sebelum pertemuan pada Kamis malam, sudah ada komunikasi yang dijalin oleh Golkar dengan Demokrat ataupun partai-partai lainnya. Kerja sama di 33 daerah, antara Golkar dan Demokrat itu pun melibatkan juga partai-partai lainnya.
”Ada yang calon bupati atau wali kotanya kader Golkar, wakilnya kader Demokrat, atau sebaliknya. Tetapi ada juga yang bukan kader salah satu parpol, baik Golkar atau Demokrat, tetapi diusung oleh Golkar dan Demokrat. Tetapi, pada intinya, komunikasi politik itu dilakukan dengan parpol-parpol lainnya juga,” ujar Doli menjelaskan.
”Komunikasi antara kedua pimpinan partai itu sudah sejak lama dibangun.”
Dalam pilkada kali ini, menurut Doli, Golkar dapat mengusung calon di setiap daerah. Artinya, dari 270 kontestasi politik lokal, Partai Golkar terlibat aktif menggerakkan mesin pemenangannya dalam setiap daerah. ”Kalaupun kandidat di suatu daerah bukan kader Golkar, tetapi dia bisa diusung atau didukung oleh Golkar,” ujarnya.
Mesin politik Golkar pun tetap bergerak untuk mencapai target kemenangan. Dalam Pilkada 2020, Golkar menargetkan mampu memenangi 60 persen pilkada di 270 daerah. Untuk mencapai target itu, mesin pemenangan partai telah bergerak jauh-jauh hari, termasuk dengan menjalin komunikasi antartim pemenangan lintas partai.
”Sebelum pandemi, kami telah bergerak. Persiapan-persiapan telah kami lakukan, dan target 60 persen sudah ditetapkan. Jadi, persiapannya sudah cukup lama. Begitu tahapan dimulai, kami sudah menyusun nominasinya di daerah. Tinggal nama-nama itu kembali di-exercise dan kemudian waktunya untuk membangun komunikasi dengan parpol-parpol lain,” tutur Doli.
Masih dinamis
Selain itu, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi mengatakan, dari 270 daerah yang mengadakan pilkada, PPP mampu mengusung calon di 180 daerah. Dari jumlah itu, PPP berkoaliasi dengan parpol lain di 90 daerah. Komunikasi politik pun dijalin dengan intens sekalipun di masa pandemi.
”Kami masih menyelesaikan proses perekrutan di internal. Tetapi, di beberapa titik, setidaknya di 90 daerah itu, kami berkoalisi dengan partai lain,” katanya.
Komunikasi untuk berkoalisi itu pun dilakukan oleh DPP PPP. Artinya komunikasi tetap dilakukan oleh pimpinan pusat partai. ”Kami tidak bisa mengusung calon di semua daerah karena fakto raihan kursi. Akan tetapi, dari 270 daerah itu, kami mampu mengusung calon di 180 daerah,” kata Arwani.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Wibowo menyampaikan, pandemi tidak berpengaruh pada paslon yang telah ditetapkan. Sebab, paslon yang ada telah melalui perekrutan dan seleksi yang ketat, sesuai dengan dukungan masyarakat, dan memiliki rekam jejak yang mumpuni.
”Rencana kebijakan dan program mereka juga telah terjamin jika nanti terpilih, sekaligus memastikan koalisi yang permanen,” kata Arif.
Hingga hari ini, PDI-P telah menyelesaikan sekitar 142 kabupaten/kota dan dua provinsi. PDI-P menargetkan pengusungan paslon di 270 daerah dapat diselesaikan pada pertengahan Juli 2020.
”Peta koalisi masih dinamis dengan menyesuaikan aspirasi di setiap daerahnya.”
Menurut Arif, pasangan yang telah ditetapkan bisa berubah jika di tengah jalan ada yang mengundurkan diri atau meninggal. Selain itu, perubahan juga dimungkinkan jika ternyata saat ditelusuri berdasarkan rekam jejak, yang bersangkutan merupakan mantan terpidana korupsi. ”Tetapi sampai hari ini, tidak ada,” katanya.
Terhadap sejumlah daerah yang belum ditetapkan paslonnya, lanjut Arif, peta koalisi masih dinamis dengan menyesuaikan aspirasi di setiap daerahnya. Alasan lain, umumnya karena PDI-P tak bisa mencalonkan sendiri.
”Berikutnya, memastikan betul-betul paslon yang akan ditetapkan oleh partai dalam bentuk rekomendasi adalah paslon yang memang cocok dan selaras visi misinya, serta didukung oleh koalisi yang permanen. Jadi kami tak ingin tambal sulam, abis menetapkan pasangan calon A, besok berubah lagi. Enggak. PDI-P tidak begitu,” kata Arif.