Tak sebatas pada perubahan cara kerja ASN, tetapi juga struktur organisasi, jenis pekerjaan, dan kapabilitas ASN. Perubahan dapat melahirkan pemerintahan yang efektif dan efisien seperti tujuan reformasi birokrasi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menjadi momentum mengakselerasi reformasi birokrasi. Tak sebatas pada perubahan cara kerja aparatur sipil negara yang sudah terlihat selama pandemi, tetapi juga struktur organisasi, jenis-jenis pekerjaan, dan kapabilitas aparatur. Perubahan dapat melahirkan pemerintahan yang efektif dan efisien sebagaimana tujuan dari reformasi birokrasi.
Guru Besar Departemen Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasodjo saat dihubungi, Minggu (21/6/2020), mengatakan, pandemi menjadi momentum untuk mengakselerasi reformasi birokrasi. Ini terutama dalam penerapan pemerintahan berbasis elektronik. Hal itu karena di tengah pandemi, pertemuan secara langsung harus dibatasi guna mencegah penularan Covid-19.
Salah satu yang sudah terlihat, sejak pertengahan Maret lalu atau sejak pandemi Covid-19 muncul, sebagian besar dari aparatur sipil negara (ASN) menerapkan cara kerja baru. Cara kerja yang mengutamakan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai implikasi dari penerapan sistem bekerja dari rumah. Tak terkecuali perubahan dalam pelayanan publik yang harus dilakukan secara daring, juga rapat-rapat yang dipaksa dilakukan secara daring.
Namun, perubahan tak cukup hanya itu. Pemerintah perlu pula mengevaluasi struktur organisasi yang ada dengan kebutuhan pemerintahan berbasis elektronik. Hal lain yang penting, mengevaluasi jenis-jenis pekerjaan yang dibutuhkan. Ia mencontohkan, tugas-tugas administratif yang tradisional dan konvensional bisa jadi tak lagi dibutuhkan.
”Dengan proses bisnis yang baru dan struktur organisasi yang lebih ramping, banyak orang-orang yang ternyata tidak dibutuhkan lagi. Harus dihitung ulang kompetensi apa yang tetap dibutuhkan selama pandemi ini. Ini momentum perubahan signifikan kalau mau lakukan rasionalisasi SDM,” kata Eko.
Selain itu, yang juga penting, ASN dituntut memiliki kapabilitas yang selaras dengan kebutuhan pemerintahan berbasis elektronik. Ia mencontohkan, kapabilitas ASN dalam berinteraksi dengan teknologi komunikasi dan informasi, analisis mahadata (big data) untuk program pemerintah, penerapan kecerdasan artifisial di sistem pemerintahan, hingga pelayanan publik secara daring.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/6/2020), mengatakan, ASN dituntut memiliki kompetensi untuk menyesuaikan diri dan tetap produktif di masa pandemi.
Sejak pertengahan Maret lalu atau sejak pandemi Covid-19 muncul, ASN sudah menjalani sistem bekerja dari rumah (work from home). Perubahan itu membuat BKN mengevaluasi jenis jabatan dan bidang pekerjaan di birokrasi. Sebab, selama bekerja dari rumah, ada dampak yang terasa antara ASN yang adaptif dan mereka yang resisten terhadap perubahan.
ASN yang adaptif cenderung memiliki beban kerja lebih besar, sedangkan ASN yang kurang melek teknologi kinerjanya minim. Selain karena tidak adaptif, menurut Bima, hal itu juga dipengaruhi karena jabatan dan jenis pekerjaan yang tidak relevan dikerjakan saat WFH.
Bima menambahkan, selama bekerja di rumah, ASN juga dituntut untuk bekerja secara fleksibel seperti diatur dalam Surat Edaran Nomor 58 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Tatanan Normal Baru. Dalam aturan itu disebutkan, tempat kerja ASN fleksibel. ASN dapat bekerja dari rumah melalui rapat video konferensi dan tetap menerapkan protokol kesehatan. Ke depan, ini akan menjadi tren baru sistem kerja ASN.
Sejumlah kegiatan yang kurang efektif dan efisien pun berubah. Bima mencontohkan, pertemuan rapat kerja atau koordinasi di instansi pemerintah yang selama ini sulit dilakukan secara daring. Namun, dampak pandemi telah memaksa instansi pemerintah dan ASN beralih ke rapat daring. Hal ini membuat instansi dapat menghemat anggaran.
Oleh karena itu, tren pekerjaan ASN di dalam tatanan normal baru ini juga akan berubah. ASN dituntut memiliki peningkatan volume pekerjaan, terkoneksi dengan data kerja, memiliki kemampuan analisis mahadata, dan peningkatan transaksi ataupun interaksi pekerjaan secara digital.
Keterampilan lunak
Selain itu, ASN dituntut memiliki keterampilan lunak (soft skills)untuk beradaptasi dengan tatanan normal baru. Kemampuan itu di antaranya penguasaan terhadap informasi, media, dan teknologi, kemampuan bekerja dan peningkatan karier, kemampuan belajar dan berinovasi, serta kemampuan berkomunikasi secara efektif.
”Mari melihat tatanan normal baru ini dari perspektif yang konstruktif. ASN harus bisa memodifikasi rencana kinerja di situasi pandemi, memanfaatkan keterbukaan informasi dan pengetahuan untuk meningkatkan kompetensi, dan mau terus beradaptasi terhadap perubahan untuk meningkatkan produktivitas ASN,” kata Bima.
Dalam kesempatan lain, Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Diah Natalisa mengatakan, banyak pelajaran dapat diambil selama masa pandemi Covid-19. Kini, banyak instansi pemerintah telah menerapkan budaya kerja swasta, seperti tempat kerja dan pengaturan jam kerja yang fleksibel, presentasi secara virtual, dan konektivitas dengan pekerjaan. Pelayanan tatap muka pun telah bertransformasi menjadi layanan berbasis daring. Akibatnya, anggaran pemerintah menjadi lebih efisien dan berbasis kinerja.