Mayoritas Fraksi di DPR Sepakat Data Pribadi Dilindungi
Perlindungan data pribadi mendesak sebagai bentuk perlindungan negara terhadap kedaulatan negara yang termasuk data pribadi warga negara di dalamnya.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati adanya perlindungan terhadap data pribadi. Perlindungan terhadap data pribadi masyarakat itu mendesak sebagai bentuk perlindungan negara terhadap kedaulatan negara yang termasuk data pribadi warga negara di dalamnya.
Saat ini, setiap fraksi di DPR sedang menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) untuk menjadi bahan rujukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). DIM akan disiapkan dalam dua pekan ke depan. Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani dalam pidato pembukaan masa sidang keempat, pekan lalu, mengatakan, RUU PDP menjadi salah satu RUU prioritas yang akan dibahas DPR.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Charles Honoris, saat dihubungi, Minggu (21/6/2020), mengatakan, partainya dalam dua minggu ke depan ini akan menghimpun masukan dari elemen masyarakat sipil, dan pakar, serta akademisi guna menyusun DIM.
”Setelah mendapat masukan dari publik melalui rapat dengar pendapat (RDP), baru kami dapat menyusun DIM,” katanya.
Sejumlah poin penting menjadi perhatian Fraksi PDI-P. Pertama, keberadaan lembaga khusus sebagai regulator. Lembaga itu dapat berupa kementerian atau badan khusus yang terpisah, yang fungsinya melindungi data pribadi warga negara. Keberadaan lembaga itu idealnya merujuk pada contoh-contoh lembaga serupa di luar negeri, seperti Otoritas Perlindungan Data (Data Protection Authority) yang ada di Singapura dan Uni Eropa.
”Penting sekali untuk menjaga independensi lembaga tersebut. Karena suka dan tidak suka, pihak yang paling banyak mengelola data pribadi adalah institusi pemerintahan sehingga sebaiknya independensi bagi institusi yang berperan sebagai regulator itu penting sekali,” ujarnya.
Selain itu, ancaman sanksi dan pidana, menurut Charles, harus dibahas komprehensif, yakni apakah perlu ancaman pidana itu diterapkan. Sebab, bila merujuk pada contoh-contoh di luar negeri, sanksi lebih berupa denda.
Charles mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang belum memiliki legislasi primer terkait dengan perlindungan data pribadi. Hal ini menjadi suatu kekurangan. Karena bila mengacu pada regulasi perlindungan data umum (general data protection regulation) yang berlaku di UE, mereka tidak dapat melakukan transmisi data antarnegara baik dari maupun ke dalam UE, khususnya dengan negara yang belum memiliki regulasi perlindungan data serupa. Kondisi ini kurang menguntungkan bagi hubungan Indonesia dengan negara lain.
Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Kadir Karding, mengatakan, DIM juga tengah disusun oleh fraksinya. Keberadaan RUU PDP itu pun dipandang penting karena saat ini data merupakan sumber yang sangat penting. Oleh karena itu, pengelolaan data itu pun sebaiknya dilakukan dengan hati-hati, dan cermat, sehingga data pribadi warga negara tidak disalahgunakan untuk kepentingan ekonomi ataupun politik pihak lain.
Penjualan data pribadi yang terjadi beberapa waktu terakhir, menurut Karding, menunjukkan rentannya perlindungan data warga di Indonesia. Demikian pula dengan potensi manipulasi data yang bisa mengancam privasi warga negara. Masuknya pesan singkat bermotif penipuan tanpa pengirim yang jelas, serta teror dan gangguan dari media sosial (medsos), juga mengindikasikan mudahnya data pribadi warga diakses.
”Soal data pribadi ini ada urusannya dengan hak-hak dasar warga. Oleh karena itu, negara wajib hadir melindungi warganya. Salah satunya dengan segera menerbitkan regulasi yang mengatur PDP,” kata Karding.
Akan tetapi, terkait dengan regulator, menurut Karding, sebaiknya tidak dibentuk lembaga baru sebab saat ini sudah banyak badan atau lembaga di Indonesia. Ia mengusulkan agar peran regulator itu dijalankan oleh lembaga atau badan yang sudah ada.
”Ini, kan, hanya soal peran dan fungsi. Bisa saja peran itu dijalankan oleh lembaga yang sudah ada. Yang penting, anggota lembaga itu harus memiliki integritas tinggi sebab merekalah yang mengelola data pribadi warga negara,” katanya.
Menjaga kedaulatan data
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Akbarshah Laksono, mengatakan, fraksinya juga sedang menyusun DIM. Dalam RUU PDP, ia menekankan perlunya pengaturan mengenai perlindungan hukum dan hukuman atau sanksi terhadap siapa saja yang berusaha mencuri data atau memanipulasi data pribadi warga.
Keberadaan RUU PDP, ia melanjutkan, akan melengkapi pengaturan yang sudah ada di dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). UU ITE memberi perlindungan hukum terkait dengan proses transaksi elektronik yang dilakukan oleh warga dan mengatur informasi yang beredar di medsos dan saluran elektronik lainnya. Adapun RUU PDP diharapkan lebih memberi perlindungan terhadap data warga sehingga mencegah terjadinya gangguan terhadap warga dengan memanfaatkan data mereka yang bocor.
”RUU ini diharapkan bisa melindungi juga kedaulatan data kita. Jangan sampai juga data pribadi warga negara dibobol sehingga menjadi sarana kejahatan, seperti pencurian melalui kartu kredit atau gangguan dan pesan-pesan yang tidak jelas melalui telepon seluler,” katanya.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Demokrat Teuku Riefky Harsya mengatakan, RUU PDP kelak juga harus mampu beradaptasi dengan UU serupa di belahan dunia lainnya. Hal ini karena sifat perlindungan data yang tak mengenal batas negara bahkan benua.
UU PDP yang Indonesia miliki kelak ditekankannya harus sesuai dengan UU PDP di luar negeri. Hal ini jika diperlukan kerja sama internasional, Indonesia memiliki UU PDP yang diakui oleh mitra luar negeri.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat Indonesia akan teknologi komunikasi jarak jauh di masa pandemi Covid-19, menurut Riefky, membuat urgensi RUU PDP semakin meningkat. Tatanan normal baru membuat masyarakat mengurangi interaksi fisik secara langsung turut meningkatkan frekuensi penggunaan aplikasi atau sarana teknologi lainnya yang menggunakan data pribadi penggunanya.
Riefky mengatakan, Partai Demokrat meminta pemerintah menindaklanjuti peningkatan frekuensi penggunaan data pribadi ini dengan perlindungan yang memadai. Salah satu caranya adalah bersama-sama dengan DPR membahas UU PDP yang komprehensif dan relevan dengan situasi terkini.
”Dengan UU tersebut, pemerintah akan memiliki landasan hukum untuk membuat mekanisme perlindungan data pribadi lanjutan sebagaimana yang diamanatkan UU tersebut,” katanya.