MA Batalkan Permen PAN dan RB No 35/2018, KPK Tak Akan Kekosongan Jaksa
Dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, Mahkamah Agung membatalkan Pasal 8 Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 35 Tahun 2018. Peraturan itu dinilai membuat norma baru dari ketentuan yang sudah ada.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung membatalkan Pasal 8 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2018. Peraturan tersebut menimbulkan pertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Dampaknya, instansi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan mengalami kekosongan jaksa akibat masa tugas aparatur sipil negara harus disesuaikan penempatannya di lembaga lain.
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro mengatakan, permohonan hak uji materiil (HUM) yang diajukan oleh Lie Putra Setiawan dikabulkan. Lie merupakan jaksa yang bertugas di KPK.
Dasar pertimbangannya, antara lain, berdasarkan ketentuan Pasal 202 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP No 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
”Pada pokoknya menyatakan penugasan PNS (pegawai negeri sipil) untuk melaksanakan tugas jabatan di lingkungan instansi pemerintah atau di luar instansi pemerintah dalam jangka waktu tertentu,” kata Andi melalui pesan singkat, Selasa (9/6/2020).
Ia menambahkan, adapun obyek permohonan HUM yaitu Pasal 8 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN dan RB) No 35/2018 tentang Penugasan PNS pada instansi pemerintah dan di luar instansi pemerintah.
Pada pokoknya menyatakan penugasan PNS untuk melaksanakan tugas jabatan di lingkungan instansi pemerintah atau di luar instansi pemerintah dalam jangka waktu tertentu.
Peraturan menteri tersebut menyatakan akan melakukan penyesuaian dengan status kepegawaian bagi pegawai yang ditugaskan di dalam atau di luar instansi pemerintah. Alhasil, menimbulkan pertentangan dengan aturan yang lebih tinggi karena peraturan yang lebih tinggi tidak mengatur penyesuaian status kepegawaian, yaitu PP No 17/2020.
”Obyek permohonan HUM membuat norma baru yang tidak diatur oleh ketentuan perundangan yang lebih tinggi,” kata Andi.
Membuat norma baru
Pengajar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, Permen PAN dan RB ini dianggap menerbitkan norma baru yang bertentangan dengan PP No 17/2020 sehingga harus dibatalkan.
Jika melihat PP No 17/2020, setiap PNS yang diperbantukan ke instansi pemerintah diatur jangka waktunya. Jika diberlakukan Permen PAN dan RB yang dibatalkan tersebut, semua jaksa yang belum habis masa penugasannya akan ditarik dan dilakukan penyesuaian.
”Jadi inilah yang akan menimbulkan kegaduhan. Instansi KPK bisa kosong, tidak ada jaksa, jika sewaktu-waktu ditarik. Karena itu, Permenpan ini dibatalkan,” kata Fickar.
Dampaknya bagi KPK, dengan dibatalkan Permen PAN dan RB tersebut, semua aparatur sipil negara (ASN) yang ditugaskan di KPK termasuk para jaksa akan mempunyai kedudukan seperti keputusan awal, yakni sesuai dengan jangka waktu penugasannya semula.
Jadi inilah yang akan menimbulkan kegaduhan. Instansi KPK bisa kosong, tidak ada jaksa, jika sewaktu-waktu ditarik. Karena itu, Permenpan ini dibatalkan.
Jika disinkronkan dengan Undang-Undang No 19/2019 tentang revisi UU KPK, yang menyebutkan bahwa semua aparatur KPK akan terdiri atas ASN, kemungkinan dalam kurun waktu dua tahun ini semua ASN yang ditugaskan di KPK akan ditetapkan sebagai ASN di KPK yang berstatus tetap. Mereka bukan lagi ASN yang diperbantukan.
Kemungkinan yang lain ialah semua ASN dalam kurun waktu dua tahun ini akan diminta untuk memilih kembali ke instansi asal atau tetap menjadi ASN di KPK.
Menurut Fickar, dampak pembatalan peraturan ini bagi KPK, jaksa sebagai penegak hukum dalam fungsi penyidikan dan penuntutan seharusnya independensinya tidak terpengaruh. Sebagai ASN, semua langkah yang dilakukan jaksa harus tidak bersinggungan dengan kepentingan pemerintah secara subyektif dan obyektif. Subyektif dalam arti kepentingan pejabat atau penguasa pemerintahan secara pribadi.