Sebagian Tambahan Anggaran Bisa Diperuntukkan ke Barang
Pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah Covid-19 membutuhkan tambahan anggaran. Untuk memenuhi protokol kesehatan penanganan pandemi Covid-19, sebagian di antaranya akan dipenuhi dalam bentuk barang dan bukan uang.
Oleh
Ingki Rinaldi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tambahan kebutuhan anggaran pilkada serentak 2020 untuk memenuhi protokol kesehatan penanganan pandemi Covid-19 sebagian di antaranya berpotensi dalam bentuk barang dan bukan uang. Hal ini menyusul adanya kemungkinan pemerintah telah memiliki stok sejumlah alat pelindung diri, masker, sarung tangan, cairan penyuci hama tangan, dan sebagainya yang diperlukan untuk menanggulangi Covid-19.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia saat dihubungi, Minggu (31/5/2020), di Jakarta, mengatakan, jika memang pemerintah sudah memiliki persediaan barang-barang untuk memenuhi protokol kesehatan tersebut, tidak perlu lagi dilakukan pembelian. Ia mengatakan, kemungkinan untuk menyiapkan tambahan anggaran berupa barang itu bisa dilakukan jika daftar kebutuhan tambahan untuk menyelenggarakan pilkada di masa pandemi Covid-19 sudah diketahui.
Untuk itulah, kata Doli, Komisi II DPR sudah meminta KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk memberikan daftar rincian kebutuhan anggaran tambahan yang sebelumnya diajukan.
Komisi II DPR sudah meminta KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk memberikan daftar rincian kebutuhan anggaran tambahan yang sebelumnya diajukan.
Pada Rabu (3/6/2020), kata Doli, Komisi II DPR akan kembali menggelar rapat kerja lanjutan bersama Kementerian Dalam Negeri dan penyelenggara pemilu untuk membahas ihwal rincian kebutuhan anggaran tambahan tersebut. Sebagian fokus dalam pertemuan itu direncanakan untuk melakukan rasionalisasi terhadap kebutuhan anggaran tambahan yang sudah diajukan.
Ini misalnya dengan melihat kebutuhan pada setiap tahapan pilkada serentak 2020. Apakah anggarannya bisa diefisiensikan, disubsidi dari tahapan lain, ataukah memang membutuhkan tambahan anggaran. Sebagaimanna sebelumnya telah diwartakan Kompas, KPU mengusulkan penambahan anggaran Rp 535,98 miliar.
Doli menambahkan, kebutuhan anggaran tambahan berupa uang kemungkinan bakal dibantu APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Pasalnya, kata Doli, jika kebutuhan itu dibebankan pada APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah) hampir tidak mungkin dilakukan pada saat ini.
Hal ini karena selain pos APBD yang sudah dianggarakan untuk penyelenggaraan pilkada sebagaimana telah disepakati dalam naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), pos lain dalam APBD tengah difokuskan ulang untuk menangani pandemi Covid-19. Namun, Doli belum mengetahui dari pos mana dalam APBN yang kelak berpotensi dipakai untuk anggaran tambahan pilkada serentak 2020.
”Saya kira, Menkeu dan Mendagri (akan) berkoordinasi, sumbernya dari mana saja pos-pos (anggaran) itu,” kata Doli.
Kebutuhan Bawaslu
Ketua Bawaslu Abhan, saat dihubungi pada hari yang sama, mengatakan, pihaknya masih menghitung kebutuhan tambahan anggaran untuk pelaksanaan pilkada serentak 2020 pada 9 Desember mendatang. Sebelumnya Bawaslu beroleh anggaran penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 dengan jumlah Rp 3,5 triliun.
Namun, anggaran itu lantas dipotong Rp 1,3 triliun menyusul pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Abhan belum menyebutkan apakah penghitungan kebutuhan anggaran tambahan itu bakal didasarkan pada total kebutuhan anggaran sesudah dipotong ataukah sebelum dipotong.
Abhan menyebutkan bahwa yang baru bisa dipastikan ialah anggaran tambahan yang dibutuhkan Bawaslu tidak akan sebanyak total anggaran tambahan KPU. Ini mengingat jumlah anggaran total bagi KPU sesuai NPHD berjumlah sekitar Rp 10 triliun. Adapun pemotongan anggaran bagi KPU saat memasuki masa pandemi Covid-19 adalah Rp 297,53 miliar.
Menurut Abhan, anggaran tambahan yang akan dibicarakan pada Rabu depan dalam rapat kerja lanjutan bersama DPR dan pemerintah ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan alat pelindung diri bagi jajaran pengawas pemilu. Ia mengatakan, pemerintah harus bertanggung jawab untuk pengadaan tersebut.
Ia meminta agar anggaran tambahan untuk kebutuhan itu bisa dipenuhi dari APBN. Idealnya, pada 15 Juni tatkala tahapan pilkaada kembali dimulai, anggaran tersebut tidak hanya sudah cair, tetapi alat pelindung diri yang dibutuhkan juga sudah harus ada di tangan penyelenggara. ”Kita berkejaran dengan waktu,” kata Abhan.
Pada bagian lain, Abhan menilai, hal penting yang mesti diperhatikan adalah kemungkinan bertambahnya jumlah tempat pemungutan suara (TPS). Ini bisa terjadi jika KPU memutuskan untuk mengurangi jumlah maksimal pemilih dalam satu TPS.
Saat ini jumlah maksimal pemilih dalam satu TPS pada penyelenggaraan pilkada adalah 800 orang. Jika jumlahnya dikurangi menjadi sekitar 400 pemilih, kata Abhan, maka aka nada konsekuensi penambahan jumlah TPS.
Hal itu, kata Abhan, akan menambah pula jumlah petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) dan penyelenggara pemilu di TPS. Jika hal itu terjadi, katanya, pemerintah daerah juga harus bersiap untuk membiayainya dalam APBD. ”Kecuali APBN siap, (dan untuk itu) harus ada payung hukum,” ujarnya.
Beban ke APBN
Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, pada hari yang sama, mengatakan, yang menjadi masalah saat ini justru pada ketersediaan anggaran tambahan itu. Menurut dia, kebutuhan tambahan anggaran pilkada memang perlu dibebankan pada APBN untuk percepatan proses tersebut.
Seharusnya minggu depan anggaran sudah diserahkan agar dapat segera diproses dan dicairkan. Awal Juni, anggaran tambahan sudah harus tersedia. Karena jika tidak, akan terganggu tahapan pilkada lanjutan.
Ia mengingatkan agar jangan sampai penyelenggara di daerah tidak optimal dalam melaksanakan tugas karena tidak dilengkapi alat pelindung diri dan sebagainya. Hal lain yang dikhawatirkan ialah kemungkinan sebagian tahapan pilkada yang dijalankan sebagai formalitas belaka menyusul ketiadaan fasilitas untuk memenuhi protokol kesehatan.
”Seharusnya minggu depan anggaran sudah diserahkan agar dapat segera diproses dan dicairkan. Awal Juni, anggaran tambahan sudah harus tersedia. Karena jika tidak, akan terganggu tahapan pilkada lanjutan,” kata Ihsan.
Sementara itu, sejumlah komisioner KPU hingga berita ini disusun belum bisa dimintai penjelasan sehubungan dengan hal-hal di atas. Anggota KPU, Viryan Azis, menyebutkan bahwa sejak pagi pihaknya melakukan rapat harmonisasi bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.