Dukungan publik untuk menghapus hukuman mati dari Tanah Air dibutuhkan. Dengan adanya dukungan itu, para wakil rakyat tidak akan takut menghapus hukuman mati dalam proses legislasi karena tetap didukung konstituennya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hukuman mati perlu dihapuskan karena dianggap tidak memberikan efek jera terhadap orang untuk melakukan tindak pidana. Hukuman mati sering kali hanya menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Amnesty International Indonesia, vonis hukuman mati di seluruh dunia pada 2019 menurun dibandingkan tahun 2018. Pada 2019 ada 2.307 vonis hukuman mati, sedangkan pada 2018 ada 2.531 vonis. Namun, di Indonesia vonis hukuman mati justru meningkat. Pada 2019 ada 80 vonis hukuman mati, sedangkan pada 2018 terdapat 48 vonis.
Di Indonesia, vonis hukuman mati justru meningkat. Pada 2019 ada 80 vonis hukuman mati, sedangkan pada 2018 terdapat 48 vonis.
Campaigner Amnesty International Indonesia, Justitia Avila Veda, mengatakan, sebagian besar vonis mati tersebut diberikan terhadap pelaku tindak pidana terkait kasus narkotika dan terorisme.
”Ada stigma terhadap kasus narkotika,” kata Veda dalam diskusi secara daring bertajuk ”Peluncuran Laporan Global 2019: Prospek Penghapusan Hukuman Mati di Indonesia”, Selasa (21/4/2020), di Jakarta.
Veda menambahkan, meskipun vonis hukuman mati di Indonesia meningkat, dalam empat tahun terakhir tidak ada eksekusi. Alhasil, mereka menjadi stres karena tidak mengetahui kapan eksekusi mati tersebut dilakukan.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Charles Honoris, mengungkapkan, hukuman mati seharusnya dihapuskan karena tidak memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan, khususnya terkait peredaran narkotika. Menurut dia, masih maraknya peredaran narkotika menunjukkan bahwa pengelolaan lembaga pemasyarakatan dan penegakan hukum masih lemah.
”Pemerintah mencari kambing hitam karena mayoritas publik masih mendukung hukuman mati,” kata Charles.
Charles berharap, DPR merevisi undang-undang yang masih menerapkan hukuman mati. Terkait UU yang menerapkan hukuman mati tersebut sudah berkali-kali dilakukan judicial review atau uji materi, tetapi selalu ditolak Mahkamah Konstitusi.
Dukungan publik
Menurut Charles, kunci untuk penghapusan hukuman mati terletak pada sentimen publik sehingga perlu ada edukasi khususnya pada politisi dan tokoh agama. Sebab, selama ini politisi tetap mendukung adanya hukuman mati karena takut tidak mendapatkan dukungan dari publik.
Ketua Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang Rahayu Saraswati mengatakan, penghapusan hukuman mati sangat sulit karena tergantung pada suara konstituen. Ia pun mempertanyakan tujuan hukum di Indonesia.
”Hukum di Indonesia diharapkan untuk apa? Harusnya efek jera. Seharusnya jika sudah ada yang terkena hukuman, tidak akan ada yang melakukan lagi,” kata Saraswati.
Ia menambahkan, ada perspektif yang memandang hukum hanya bertujuan pada efek balas dendam. Karena itu, seharusnya negara hadir untuk mengubah perspektif publik. Hukum harus adil dan beradab.
Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform Erasmus Napitupulu mengatakan, hukuman mati seperti hanya menjadi nilai tukar kekuasaan. Pemerintah dan DPR tidak mau menghapuskan hukuman mati karena takut tidak terpilih lagi.
”Kita lihat dalam pembahasan rancangan undang-undang. Sampai saat ini tidak ada resistansi dari anggota DPR untuk tidak menerapkan hukuman mati. Kalaupun ada, anggota tersebut tidak mendapatkan dukungan,” kata Erasmus.
Ia pun berharap, Presiden berani mengambil kebijakan untuk menghapuskan hukuman mati sebab hukuman tersebut terbukti tidak membuat efek jera dan tidak mempunyai otoritas moral.