Presiden Joko Widodo berharap kegotongroyongan yang sudah tampak dalam menghadapi pandemi Covid-19 terus digaungkan. Bentuk-bentuk solidaritas pun perlu terus diangkat demi menjaga harapan dan agar bisa ditiru.
Oleh
NINA SUSILO/DIAN DEWI PURNAMASARI/DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menghargai tumbuhnya berbagai bentuk solidaritas sosial di masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19. Kegotongroyongan ini diharapkan digaungkan terus karena pemerintah tak bisa sendirian mengatasi penyakit yang disebabkan virus korona baru ini.
Presiden Jokowi melalui pesan yang direkam dari Istana Kepresidenan Bogor, Sabtu (18/4/2020), mengatakan, kendati kini sebagian besar warga harus bekerja, belajar, dan beribadah di rumah untuk mencegah penyebaran Covid-19, sikap solidaritas dan gotong royong masih bisa ditunjukkan.
Hal itu, antara lain, terlihat saat ada warga positif Covid-19 dan harus mengisolasi diri di rumah, tetangganya membantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari warga itu, bukan mengucilkannya. Di bidang ekonomi rakyat, kepedulian juga terlihat, misalnya, melalui warga yang membantu tetangganya dengan membeli produk-produknya.
Presiden berharap gerakan-gerakan yang menginspirasi itu terus dimunculkan untuk menjaga harapan dan agar bisa ditiru warga lain. ”Kegotongroyongan harus terus kita gaungkan,” kata Presiden Jokowi.
Berbagai bentuk solidaritas itu sekaligus menunjukkan, Indonesia adalah bangsa yang selalu bergotong royong dan bangsa pejuang yang selalu menemukan kekuatan dan solusi lokal di tengah berbagai krisis.
Solidaritas ini juga penting karena pemerintah tak mungkin sendirian menangani Covid-19. ”Peran serta seluruh lapisan masyarakat sangatlah penting. Semua ini bukan hal mudah untuk kita semua. Saya percaya jika kita mampu melalui kesulitan ini bersama, kita justru akan menjadi bangsa yang semakin kuat dan siap menyongsong masa depan yang lebih sejahtera,” ujar Presiden.
Anggaran daerah
Kegotongroyongan di level pemerintahan salah satunya terlihat dari pengalokasian anggaran untuk penanganan Covid-19. Setelah anggaran Rp 405 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 direalokasi untuk penanganan Covid-19, mayoritas pemerintah daerah (pemda) pun kini telah merealokasi sebagian anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)-nya.
Hingga Jumat (17/4/2020), total APBD yang direalokasi untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp 56,57 triliun. Jumlah itu hasil realokasi 528 dari total 542 pemda. Tinggal tersisa 14 pemerintah kabupaten/kota yang belum melaporkan hasil realokasi APBD-nya.
Meski demikian, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri M Ardian Noervianto melihat belum semua pemda merealokasikan anggarannya ke tiga pos prioritas penanganan Covid-19 seperti instruksi pemerintah pusat. Tiga pos prioritas itu adalah untuk penanganan kesehatan, dampak ekonomi, dan penyediaan jaring pengaman sosial.
Terkait dampak ekonomi, misalnya, ada tujuh provinsi dan 131 kabupaten/kota yang belum menganggarkan. Adapun untuk penyediaan jaring pengaman sosial masih ada 4 provinsi dan 89 kabupaten/kota yang belum menganggarkan.
Dari 528 pemda yang telah melakukan realokasi, pemerintah provinsi yang paling kecil mengalokasikan anggarannya untuk penanganan Covid-19 adalah Pemprov Maluku Utara dengan besaran anggaran Rp 10,24 miliar. Adapun di level pemerintah kabupaten/kota, Pemerintah Kota Sorong paling kecil alokasinya, yaitu Rp 2,1 miliar.
Menurut Ardian, tak menutup kemungkinan, ada pemda yang kesulitan merealokasi APBD karena terbatasnya anggaran. Terkait hal itu, Mendagri Tito Karnavian telah mengimbau para gubernur membantu pemerintah kabupaten/kota di bawahnya yang keuangannya terbatas. ”Pemprov diimbau membantu pemerintah kabupaten/kota karena mereka berada di garda terdepan,” kata Ardian.
Dengan derasnya anggaran untuk penanganan Covid-19 dari pusat dan daerah, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengingatkan agar anggaran tidak hanya menumpuk di satu program atau bahkan tumpang tindih sehingga bantuan tak merata diterima masyarakat.
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mengingatkan untuk mewaspadai infodemik seputar Covid-19. Infodemik adalah gelombang informasi berlebihan tentang suatu masalah. Infodemik ini dapat berupa misinformasi, disinformasi, atau rumor.
”Infodemik ini bisa berakibat fatal sampai menyebabkan korban nyawa. Misalnya, informasi tidak benar atau hoaks mengenai obat,” kata pendiri Mafindo, Harry Sufehmi.
Menurut Ketua Umum Siberkreasi Hermann Josis Mokalu, apabila hoaks sudah telanjur tersebar, akan sulit ditarik kembali. Oleh karena itu, mencegah menyebarkan berita tidak benar akan lebih mudah dibandingkan mengklarifikasi atau menghapus hoaks yang sudah telanjur tersebar. ”Kita harus bertanggung jawab atas apa yang kita bagikan dalam media sosial,” ujarnya.