Pengujian Konstitusionalitas Pasal ”Imunitas” Perppu Covid-19 Berkejaran dengan Waktu
Pengujian Perppu No 1/2020 berkejaran dengan waktu. Sementara itu, potensi korupsi dana penanganan Covid-19 harus diantisipasi serius.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI/PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengujian konstitusionalitas pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 terkait keuangan negara di tengah pandemi Covid-19, termasuk pasal ”imunitas”, akan berkejaran dengan waktu. Di satu sisi, Mahkamah Konstitusi masih perlu merumuskan regulasi sidang jarak jauh. Di sisi lain, obyek sengketa akan hilang apabila perppu itu disahkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dua permohonan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), 9 April dan 14 April 2020.
Pasal yang diuji di antaranya Pasal 27 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) Perppu 1/2020. Pasal itu dianggap memberi imunitas kepada aparat pemerintahan untuk tak bisa dituntut atau dikoreksi melalui lembaga pengadilan sehingga dianggap bertentangan dengan konstitusi.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono saat dihubungi, Jumat (17/4/2020), mengatakan, pemohon uji materi Perppu No 1/2020 masih diminta melengkapi berkas. Perkara itu belum diregistrasi. Adapun terkait kapan pemeriksaannya, Fajar mengatakan MK sedang menyiapkan regulasi sidang jarak jauh, menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan, supaya kaidah hukum acara tetap terpenuhi.
MK saat ini sedang menyusun regulasi yang memungkinkan hakim melakukan konferensi video selain di ruang sidang. Begitu juga, dengan persidangan di ruang sidang tetapi dengan protokol korona menjaga jarak aman, atau bersidang dari rumah masing-masing. Semua alternatif yang memungkinkan sedang dikaji dan akan diumumkan setelah 21 April.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengingatkan, karena Perppu 1/2020 segera disikapi DPR, waktu uji materi itu sangat singkat. Sebab, jika sampai disahkan oleh DPR, maka permohonan uji materi harus digugurkan karena tidak ada objeknya. Karena itu, Arsul berharap MK dapat memeriksa perkara itu dengan cepat.
Dalam proses pemeriksaan perkara tersebut, Arsul berharap MK tak hanya mendengarkan ahli dari pemohon, pemerintah, dan DPR. Menurutnya, MK juga harus mendengarkan masukan Badan Pemeriksa Keuangan, Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah. Pertimbangan ketiga lembaga itu penting karena dalam perppu tersebut ada hal-hal yang dinilai menabrak konstitusi. Salah satunya adalah mengambil alih kekuasaan DPR untuk mengubah dan menetapkan anggaran.
Sementara itu, pengamat hukum tata negara dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Andi Syafrani mengatakan, secara substansi Pasal 27 Perppu 1/2020 melanggar kaidah umum negara hukum dan demokrasi. Sebab, pasal itu memberikan imunitas kepada pemerintah agar terbebas dari kontrol hukum.
Titik rawan korupsi
Terkait pengawasan dana, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, dalam penanganan Covid-19 diperlukan kecepatan. “Kami sebagai pengawas tentu dihadapkan pada masalah kontrol. Kecepatan dan kontrol menjadi dua hal yang bertolak belakang. Kalau dia cepat, maka kontrol menjadi lemah. Karena itu, kami harus memastikan apa yang dilakukan terstruktur, terukur, dan akuntabel,” kata Ateh.
Dia mengungkapkan, titik rawan dalam penggunaan anggaran Covid-19 tersebut, antara lain pembelian gedung yang tidak penting, pengadaan mobil ambulans baru, dan jumlah alat pelindung diri yang tidak sesuai dengan pembelian.
Sementara itu, Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan mengatakan titik kerawanan dana Covid-19 terletak pada pengadaan barang dan jasa. Selain itu, jaring pengaman sosial juga rawan terjadi pelanggaran, seperti ketidaksesuaian jumlah penerima. Pelanggaran bisa terjadi saat pemberian uang tunai maupun barang. Selain itu, program pemberdayaan masyarakat juga rawan pelanggaran.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, Kejagung mengirimkan intelijen di tingkat pusat dan daerah, termasuk saat ini yang sedang dalam proses penganggaran. Kejagung akan mengecek apakah uang yang dianggarkan sesuai kebutuhan di lapangan.
Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan Indonesia Corruption Watch Siti Juliantari Rachman, mengatakan, anggaran untuk mengatasi Covid-19 rentan diselewengkan karena ada masalah data di mana tidak ada integrasi data yang jelas, antara kementerian dan lembaga lain, atau antara pemerintah pusat dan daerah.
Sementara itu, DPR membentuk Tim Pengawas Satgas Lawan Covid-19 untuk mengawal dan memastikan stimulus ekonomi maupun jaring pengaman sosial yang dialokasikan pemerintah Rp 405 triliun betul-betul sampai kepada rakyat terdampak Covid-19. Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengingatkan tim harus memiliki bingkai pengawasan yang detail dan terukur agar tidak sekadar menjadi gimik politik.
(EDNA C PATTISINA/RINI KUSTIASIH/NIKOLAUS HARBOWO)