Peran pimpinan daerah atau instansi, penting dalam menjaga layanan publik tetap optimal. Peran ini terkait pengawasan terhadap kinerja stafnya selama bekerja dari rumah di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
Nikolaus Harbowo dan Aditya Putra Perdana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengawasan yang kuat dari kepala daerah maupun pimpinan instansi dan lembaga amat diperlukan untuk memastikan pelayanan publik berjalan optimal di tengah pandemi Covid-19. Pengawasan bisa dilakukan dengan membuat target kinerja yang terukur dan diiringi dengan mekanisme evaluasi, yang disertai insentif dan disinsentif.
Penguatan pengawasan ini dibutuhkan karena di tengah kebijakan aparatur sipil negara (ASN) bekerja dari rumah atau work from home (WFH) sejak 17 Maret 2020, tak sedikit masyarakat yang mengeluhkan terganggunya pelayanan publik. Keluhan itu antara lain terkait pelayanan administrasi kependudukan, kelistrikan, perpajakan, perizinan, dan keimigrasian. Padahal, WFH bagi ASN masih akan berlangsung hingga 21 April 2020.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Agus Pramusinto, Selasa (14/4/2020) saat dihubungi dari Jakarta menuturkan, munculnya keluhan terhadap pelayanan publik ini tidak terlepas dari ASN di sejumlah instansi dan pemerintah daerah yang belum menyiapkan inovasi teknologi untuk WHF.
Namun, lanjut Agus, ketidaksiapan inovasi ini seharusnya tidak bisa dijadikan alasan menurunnya kinerja. Peran pimpinan daerah atau instansi, penting dalam menjaga layanan publik tetap optimal. Peran ini terkait pengawasan terhadap kinerja stafnya selama WFH. Pimpinan bisa meminta laporan kinerja yang dilakukan stafnya sekaligus memberikan evaluasi.
“Pengawasan dari masing-masing pimpinan instansi harus diefektifkan agar sistem bekerja dari rumah ini berjalan baik ,” tutur Agus.
Di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, pelaporan pekerjaan di masa WFH ini, wajib dilakukan seluruh ASN melalui aplikasi e-kinerja. Melalui sistem itu, kinerja pegawai diukur, yang lalu akan menjadi tolok ukur besaran tunjangan mereka.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta Chaidir mengatakan, penerapan sistem e-kinerja itu diawasi atasan masing-masing pegawai. Dengan sistem ini, kinerja pegawai yang bekerja dari rumah bisa dipantau per hari.
“E-absensi menyambung ke e-kinerja. Ketika hari ini ASN input e-kinerja, dari aplikasi itu ketahuan, dia melakukan aktivitas apa. Pelaporan akan langsung berpengaruh pada tunjangan kinerja. Nanti akan dilihat ukuran kinerjanya tercapai atau tidak. Jadi, semua terukur,” ujar Chaidir.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Semarang, Jawa Tengah, Hevearita Gunaryanti Rahayu menuturkan, pengaturan jadwal kerja ASN diserahkan pada masing-masing organisasi perangkat daerah. Meski ada pengaturan jam kerja, ia memastikan pelayanan masyarakat tetap optimal. Dalam pengurusan dokumen kependudukan, mislanya, kini sudah dilakukan daring dan hasilnya dapat diambil di kecamatan.
Evaluasi
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengingatkan, pimpinan unit kerja harus mengatur dan memastikan kinerja stafnya sesuai target pencapaian kinerja masing-masing unit. Pelaporan kinerja harus tercatat dengan rinci secara harian dan mingguan.
“Masing-masing pimpinan, setiap hari cek dan kontrol terhadap target dan kelanjutan dari hasil rapat. Jadi, menurut saya semua sudah terukur. Bagi yang sifatnya pelayanan langsung, tentunya ada tolok ukurnya,” ucap Tjahjo.
Setelah kebijakan WFH dicabut, Tjahjo menuturkan akan mengevaluasi kinerja kementerian, lembaga, dan pemda.
Anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional, Siti Zuhro, menuturkan, sebelum wabah Covid-19 yang membuat gerak ASN terbatas, isu pelayanan publik memang kurang baik. Karena itu, dia menilai memperbaiki sistem saja tidak cukup bila tidak ditopang kepemimpinan dan keteladanan.
"Peran pemimpin sangat berpengaruh terhadap reformasi birokrasi, khususnya pelayanan publik. Hadirnya kepemipinan berarti menghadirkan pengawasan,” ujar Siti.