Percepatan Pembebasan Napi Dinilai Belum Cukup Atasi Persoalan Kapasitas Lapas
Di tengah jumlah narapidana yang jauh melebihi kapasitas lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, diperlukan solusi tambahan selain percepatan pembebasan napi untuk mencegah penyebaran Covid-19
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program percepatan pembebasan narapidana di lembaga pemasyarakatan telah dilakukan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sejak minggu lalu, tetapi jumlah penghuni masih tetap melebihi kapasitas lapas. Karena itu, perlu ada solusi lain yang dilakukan agar lebih banyak lagi napi yang dapat dikeluarkan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lapas.
Hingga Rabu (8/4/2020), jumlah narapidana dewasa dan anak yang sudah dikeluarkan melalui program asimilasi serta dibebaskan melalui program integrasi mencapai 35.676 orang. Adapun jumlah tahanan/narapidana yang tersisa 214.754 orang, sedangkan kapasitas lapas dan rumah tahanan hanya untuk 132.107 orang.
Sebelumnya, KPK telah mengusulkan tiga cara untuk mengatasi persoalan jumlah penghuni melebihi kapasitas di lapas/rutan. Kementerian Hukum dan HAM kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan optimalisasi peran Balai Pemasyarakatan melalui mekanisme diversi kasus tindak pidana ringan dan pengguna narkotika. Selain itu, juga penyelesaian narapidana yang dipenjara lebih dari masa tahanan dan remisi otomatis lewat sistem, bukan permohonan sepanjang napi tak punya catatan kelakuan buruk (Kompas, 7/4/2020).
Dalam rapat Rencana Aksi Nasional Tata Kelola Sistem Pemasyarakatan yang dilakukan melalui telekonferensi di Jakarta, Selasa (7/4), Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penelitian dan Pengembangan KPK Niken Ariati menegaskan, KPK akan terus memantau kemajuan program zero overstaying di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan. Selain itu, setelah melihat adanya pengurangan jumlah narapidana, KPK mengusulkan juga adanya pemerataan jumlah penghuni lapas.
”Harapannya ke depan, Ditjen PAS (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan) bisa mempertimbangkan pemindahan dan pemisahan narapidana dari satu lapas yang padat ke lapas dengan hunian yang lebih sedikit untuk pemerataan untuk mengurangi beban kelebihan kapasitas di lapas-lapas strategis,” kata Niken melalui keterangan pers.
Belum cukup
Di hubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus AT Napitupulu mengatakan, pengurangan jumlah napi yang saat ini dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM belum cukup karena masih terjadi kelebihan jumlah narapidana dibanding kapasitas lapas/rutan.
ICJR telah mengirimkan rekomendasi kepada Menkumham terkait upaya pencegahan Covid-19 di rutan/lapas. Dalam rekomendasi tersebut, ICJR mendorong agar Presiden Joko Widodo dapat mengupayakan pemberian grasi dan amnesti masal, selain percepatan pemberian pembebasan bersyarat.
Presiden perlu memberikan grasi dan amnesti massal dengan diprioritaskan bagi kelompok-kelompok tertentu. Mereka yang mendapatkan prioritas, yakni napi lansia yang berusia 65 tahun ke atas, napi yang menderita penyakit komplikasi bawaan, dan napi perempuan yang hamil atau membawa bayi/anak. Selain itu, juga pelaku tindak pidana ringan yang dihukum penjara di bawah dua tahun, pelaku tindak pidana tanpa korban, pelaku tindak pidana tanpa kekerasan, dan napi pengguna narkotika.
Untuk kasus narkotika, Erasmus memberikan gambaran bahwa komposisi napi kasus narkotika dalam lapas/rutan merupakan setengah dari penghuni keseluruhan, yakni 132.452 orang per Februari 2020. Dari jumlah tersebut, sebanyak 45.674 orang merupakan pengguna atau pencandu narkotika yang perlu diprioritaskan untuk segera dikeluarkan.
Overstay
Salah satu rekomendasi yang dijalankan oleh Ditjen Pemasyarakatan adalah mengeluarkan seluruh narapidana yang dipenjara lebih dari masa tahanan (overstay). Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Ibnu Chuldun mengatakan, penanganan overstaying telah menjadi salah satu resolusi dari Ditjen PAS pada 2020.
”Penanganan overstaying di seluruh UPT Pemasyarakatan telah dikebut sejak tahun lalu melalui crash program yang dilaksanakan sejak tahun lalu,” kata Ibnu. Adapun crash program hak integrasi adalah pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.
Terkait dengan percepatan program asimilasi bagi narapidana akibat dampak penyebaran Covid-19, Ibnu menegaskan, keputusan tersebut diperuntukkan bagi narapidana umum yang memang sudah memenuhi persyaratan untuk menerimanya.