DPR Merespons Potensi Kekosongan Kepala Daerah Imbas Penundaan Pilkada 2020
Persoalan potensi 270 daerah bakal dipimpin hanya oleh penjabat kepala daerah jika penundaan Pilkada 2020 mundur satu tahun akan dibawa oleh Komisi II DPR dalam rapat dengan pemerintah.
Oleh
INGKI RINALDI/NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II DPR merespons potensi 270 daerah bakal dipimpin hanya oleh penjabat kepala daerah jika penundaan waktu pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah 2020 mundur satu tahun. Hal tersebut bakal jadi pertimbangan Komisi II DPR saat membahas lama penundaan pemilihan bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu.
Menurut Ketua Komisi II DPR dari Partai Golkar Ahmad Dolly Kurnia Tandjung, persoalan itu harus diantisipasi sejak dini karena bisa mengganggu kinerja pemerintah daerah dan memengaruhi konstelasi politik.
”Itu situasi yang tak mudah kita hadapi, baik dalam perspektif normatif maupun perspektif politik. Oleh karena itu, kita berharap penundaan ini tidak terlalu jauh dari jadwal semula,” ujar Dolly saat dihubungi, Kamis (2/4/2020).
Dolly menyampaikan, pihaknya akan membawa persoalan tersebut dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Dalam Negeri dan penyelenggara pemilu selanjutnya. Rencananya rapat digelar pekan depan.
Kompas (1/4/2020) memberitakan, 270 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada 2020 berpotensi hanya akan dijabat oleh penjabat kepala daerah. Ini bakal terjadi jika opsi penundaan pilkada yang dipilih pemerintah dan DPR adalah menunda waktu pemungutan suara pilkada menjadi digelar pada 29 September 2021 atau mundur satu tahun dari jadwal seharusnya, 23 September 2020.
Opsi penundaan pilkada selama satu tahun itu menguat dalam rapat dengar pendapat DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu yang memutuskan menunda pilkada karena Covid-19, Senin (30/3/2020).
Keputusan kapan pilkada dilanjutkan akan dibahas lebih lanjut oleh pemerintah dan DPR, dan rencananya bakal dituangkan dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Pendiri Institut Otonomi Daerah yang juga Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, mengusulkan agar sebaiknya masa jabatan kepala-wakil kepala daerah yang akan berakhir sebelum Pilkada 2020 digelar, diperpanjang. Hal ini dinilai lebih rasional ketimbang harus menunjuk ratusan penjabat kepala daerah.
Dengan memperpanjang masa jabatan kepala daerah, sejumlah keunggulan diperoleh. Selain mereka lebih paham dan berpengalaman dengan kondisi di daerahnya, prosesnya juga lebih sederhana.
Perpanjangan masa jabatan itu, dia melanjutkan, hingga terpilih kepala-wakil kepala daerah hasil pilkada.
Menurut Djohermansyah, selama masa reformasi ini, praktik tersebut memang belum ada presedennya. Akan tetapi, pada awal reformasi pernah ada pemotongan masa jabatan anggota DPR dan DPRD hasil Pemilu 1997. Masa jabatan itu mestinya habis pada 2002, tetapi dipotong tiga tahun karena ada Pemilu 1999. ”Logika saya, kalau ada pemotongan (masa jabatan), bisa juga ada penambahan masa jabatan,” tambahnya.
Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta, Radian Syam, mengatakan perpanjangan masa jabatan kepala daerah bisa jadi solusi. Untuk dasar hukumnya, bisa sekaligus dicantumkan dalam perppu yang akan mengatur soal penundaan Pilkada 2020.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik saat dihubungi belum bersedia memberikan keterangan terkait hal tersebut. Ia hanya menyebutkan saat ini pemerintah tengah sibuk mengurus wabah Covid-19.