Evi Novida Layangkan Surat Keberatan atas Putusan Pemberhentian DKPP
Evi Novida Ginting melayangkan surat keberatan atas putusan pemberhentiannya oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ke DKPP, Ombudsman RI, dan Presiden Joko Widodo. Evi juga akan mengajukan gugatan ke PTUN.
Oleh
INGKI RINALDI
·3 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Evi Novida Ginting, memberikan keterangan pascaputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan secara tetap dirinya sebagai komisioner di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Evi berencana mengajukan gugatan ke PTUN terhadap putusan DKPP tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Evi Novida Ginting, anggota Komisi Pemilihan Umum yang diberhentikan tetap oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, memulai proses gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Evi mengajukan surat keberatan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Senin (23/3/2020).
Upaya keberatan administratif itu diajukan Evi melalui penasihat hukumnya kepada pelaksana tugas ketua dan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Hal ini dalam kaitan Evi sebagai teradu VII pada putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 pada 18 Maret 2020. Putusan DKPP itu memberhentikan tetap Evi.
Anggota tim penasihat hukum Evi, Fadli Nasution, yang dihubungi seusai penyerahan dokumen keberatan mengatakan, langkah awal tersebut ditujukan kepada DKPP sebagai pembuat putusan yang memberhentikan Evi. Fadli menambahkan, setelah langkah itu, pihaknya akan melakukan upaya hukum.
Salah satunya, kata Fadli, dengan mengajukan gugatan terhadap putusan DKPP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia menyebutkan, gugatan ke PTUN akan diajukan selambat-lambatnya pada pekan ini.
ISTIMEWA
Evi Novida Ginting (ketiga dari kanan) menyerahkan berkas keberatan terhadap putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan dirinya sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum di Kantor DKPP, Jakarta, Senin (23/3/2020).
”(Saat ini) menunggu respons (dalam) dua-tiga hari ini dari DKPP,” kata Fadli.
Dia menambahkan, jika ternyata dalam masa tunggu tersebut DKPP membatalkan putusannya, pihaknya tidak perlu melakukan gugatan ke PTUN. Akan tetapi, menurut Fadli, respons atau jawaban DKPP tidak menjadi prasyarat untuk mengajukan gugatan ke PTUN.
Secara terpisah, Evi mengatakan, dalam mengambil putusan, sebuah lembaga etik mestinya melihat tiga hal. Pertama, apakah ada niat jahat saat seseorang melakukan pelanggaran etik. Kedua, apakah kesalahan yang dilakukan itu disengaja atau tidak disengaja. Ketiga, apakah ada faktor ketidaktahuan seseorang sehubungan dengan kasus yang dilaporkan.
Menurut Evi, ketiga hal itu tidak ada dalam sidang pemeriksaan. Ia juga mempertanyakan kaitan antara jabatan sebelumnya sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu dengan tanggung jawab etik yang lebih besar. Hal ini menyusul prinsip kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan di KPU.
Evi juga mempertanyakan hubungan jabatan sebelumnya sebagai Wakil Koordinator Wilayah untuk Provinsi Kalimantan Barat dengan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya. Sebelumnya, hal-hal itu disebutkan dalam bagian pertimbangan putusan DKPP.
”Proses ini kemudian yang mendorong saya, harus bisa dikemukakan kepada publik dan diketahui, sehingga nanti tata kelola DKPP ini juga bisa diperbaiki,” sebut Evi.
DOKUMEN DKPP
Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang memutuskan sanksi pemberhentian tetap bagi anggota Komisi Pemilihan Umum, Evi Novida Ginting, di Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Pada bagian pertimbangan putusan, Evi yang dalam perkara itu menjadi teradu VII disebutkan memiliki tanggung jawab etik lebih besar. Tanggung jawab ini terutama atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya.
Pemberhentian itu sebagai sanksi karena Evi dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara yang diajukan Hendri Makaluasc, calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Pelaksana Tugas Ketua DKPP Muhammad saat dihubungi mengatakan belum membaca surat keberatan yang diajukan tersebut. Ia menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, keputusan DKPP bersifat final dan mengikat.
”Final mengikat dalam bahasa hukum tidak ada upaya hukum (lain), yang saya pahami begitu. Kalimat undang-undang kita begitu, final mengikat,” ujar Muhammad.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Pelaksana Tugas Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Muhammad
Termasuk di dalamnya, ujar Muhammad, tidak ada upaya hukum yang bisa dilakukan ke PTUN. Hal tersebut berdasarkan pemahamannya mengenai sistem hukum Indonesia terkait sifat putusan final mengikat.
Selain kepada DKPP, Evi juga menyerahkan surat keberatan atas putusan DKPP itu kepada Ombudsman RI. Selain itu, surat disampaikan pula kepada Presiden Joko Widodo.