Dari hasil jajak pendapat sejumlah lembaga survei, tingkat kepercayaan publik pada KPK menurun. KPK pun didorong untuk memulihkan kepercayaan publik itu. Salah satunya, menangkap para buronan KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia yang terbebas dari korupsi menjadi salah satu amanat Reformasi. Hal itu yang kemudian melandasi didirikannya Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Sayangnya, amanat Reformasi itu belum tercapai hingga kini. Bahkan belakangan, kepercayaan publik pada KPK menurun.
Direktur Eksekutif Kemitraan yang juga mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif seusai diskusi bertajuk ”Meneguhkan Kembali Cita-cita Reformasi” yang diselenggarakan Kemitraan di Jakarta, Rabu (4/3/2020), mengingatkan pentingnya KPK mengembalikan kepercayaan publik.
”Untuk meningkatkan dukungan masyarakat sesuai dengan cita-cita awal KPK, yakni penindakan tanpa pandang bulu. KPK harus melakukan penindakan yang semakin serius,” kata Laode.
Ia pun menyoroti keraguan masyarakat terhadap KPK yang muncul akibat belum ditangkapnya para tersangka yang sudah masuk daftar pencarian orang (DPO). Mereka adalah bekas politisi PDI-P Harun Masiku, bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Rezky Herbiyono (menantu Nurhadi), dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Laode yakin, jika keempat buron tersebut dapat ditangkap, KPK akan kembali dipercaya publik. Hal tersebut setidaknya menunjukkan kinerja KPK masih efektif.
Menurunnya kepercayaan publik pada KPK terlihat dari hasil jajak pendapat sejumlah lembaga survei. Jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 15-16 Januari 2020, misalnya, sebanyak 64,2 persen responden menganggap citra KPK baik. Jumlah tersebut turun dari Juli 2019 (79,6 persen) dan menjadi yang terendah sejak Januari 2015.
Namun, menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, kepercayaan publik pada KPK menurun karena adanya perubahan pendekatan.
”Masyarakat senang melihat operasi tangkap tangan KPK banyak, pidana tinggi, dan dendanya berat. Itu menjadi wacana hukum yang sudah mengemuka sejak KPK lahir,” kata Nurul.
Namun, KPK saat ini melakukan pendekatan berbeda. Ini dengan cara bermitra dengan lembaga-lembaga lain dan bukan bermusuhan. Meskipun demikian, bukan berarti KPK meniadakan penindakan. Jika terbukti korupsi, penindakan akan tetap ditegakkan. KPK juga tetap berkomitmen untuk menangkap para buron. KPK telah berusaha mencari mereka, tetapi belum berhasil.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Indonesia Pramono Anung Wibowo yang hadir dalam diskusi mengatakan, sekalipun korupsi hingga kini masih jadi persoalan, dia mengklaim penanganannya lebih baik dibandingkan dengan negara demokrasi lain.
Hal itu ditunjukkannya dengan penangkapan terhadap beberapa menteri, anggota DPR, dan kepala daerah yang melakukan korupsi.
”Dibandingkan dengan Amerika Serikat, sebenarnya Indonesia termasuk yang baik. Saat saya menemani Presiden Joko Widodo ketika bertemu senator dari Demokrat dan Republik, kami tunjukkan solusi dalam pemberantasan korupsi dengan bukti-bukti (penangkapan) tersebut. Mereka langsung terdiam,” ujarnya.
Korupsi masih jadi persoalan, menurut dia, karena amanat Reformasi, yaitu otonomi daerah, yang kemudian justru menjadi sumber korupsi.
Sejumlah kritik pun muncul karena otonomi daerah yang ada saat ini telah berlebihan. Hal tersebut terlihat dengan munculnya kepala daerah yang tertangkap oleh KPK, Kejaksaan, dan Polri karena terlibat korupsi. Bahkan, lebih buruknya lagi, mereka menjadi salah satu yang terbanyak melakukan korupsi.