Publik masih meyakini komitmen pemberantasan korupsi dari Presiden Joko Widodo. Oleh karena itu, publik berharap Presiden mampu memutuskan 10 nama calon pimpinan KPK yang tak memiliki catatan masalah untuk disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Oleh
Riana A Ibrahim
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Publik masih meyakini komitmen pemberantasan korupsi dari Presiden Joko Widodo sehingga akan mampu memutuskan 10 nama calon pimpinan KPK yang tak memiliki catatan masalah untuk disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Komisioner KPK yang kredibel dan berintegritas amat diperlukan karena KPK merupakan garda terdepan bagi perjuangan melawan korupsi di Indonesia.
Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) periode 2019-2023 direncanakan akan bertemu Presiden Joko Widodo, Senin (2/9/2019). Anggota Pansel KPK, Al Araf, di Jakarta, Minggu (1/9/2019), mengonfirmasi Pansel Capim KPK akan bertemu dengan Presiden pukul 15.00. Hanya saja, hingga Minggu, nama yang berada di Pansel belum mengerucut pada 10 nama. ”Besok pagi, masih dilanjutkan pembahasan,” kata Araf.
Sejak Kamis (29/8), Pansel Capim KPK 2019-2023 telah merampungkan proses seleksi tahapa akhir berupa uji publik dan wawancara terhadap 20 capim KPK. Dari 20 nama yang diuji tersebut, masyarakat sipil menilai sebagian tidak memiliki visi dan misi pemberantasan korupsi yang jelas. Selain itu, diduga juga ada beberapa nama yang bermasalah.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga merupakan ahli hukum tata negara, Mahfud MD, saat dihubungi dari Jakarta, menyampaikan, keputusan daftar 10 nama berada di tangan Presiden. Pansel Capim KPK yang bekerja selama beberapa bulan terakhir ini melaporkan hasil kerjanya sebagai bentuk permintaan bantuan dari Presiden.
”Kalau Presiden punya sumber lain, bisa saja nanti sebagian dari yang disampaikan pansel. Bisa juga ambil seluruhnya dari pansel, atau malah tidak diambil sama sekali usulan pansel. Bisa juga minta nama lain,” kata Mahfud.
Mengacu pada Pasal 30 Ayat (9) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK disebutkan, paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada Ayat (8) sebanyak 2 kali jumlah jabatan yang dibutuhkan kepada DPR.
Dalam Pasal 30 Ayat (8) UU KPK disebut panitia seleksi menentukan nama calon pimpinan yang akan disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia. Di pasal itu tidak disebutkan batasan jumlah capim KPK yang diusulkan ke Presiden.
Seperti yang diatur dalam undang-undang itu, Presiden menyampaikan ke DPR. Namun, bukan menyampaikan hasil pansel ke DPR karena Presiden bukan tempat transit, tetapi penentu.
Mahfud juga meyakini komitmen Presiden Jokowi yang tidak akan melemahkan KPK atau pemberantasan korupsi. ”Presiden pernah mengatakan yang menangani korupsi sebaiknya satu lembaga saja, yaitu KPK saja,” kata Mahfud.
Secara terpisah, rohaniwan Franz Magnis-Suseno juga mengingatkan, perang melawan korupsi bukan hal yang mudah sehingga tak bisa melibatkan orang yang memiliki catatan buruk dalam upaya pemberantasan korupsi, bahkan pernah diduga melanggar etik. Komitmen Presiden pun masih diyakininya tetap memperkuat pemberantasan korupsi dan KPK.
”Ini 100 persen penting, pilih yang tidak berkompromi dengan korupsi atau yang berhubungan dengan korupsi. Saya berharap agar memilih orang yang sebenar-benarnya bersih dan berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi. Yang ada masalah dengan korupsi, yang kekayaannya tidak mau ditunjukkan, yang ingin menghambat KPK itulah yang semestinya dijauhkan,” papar Magnis.
Satu kepentingan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir juga meminta semua pihak semestinya satu kepentingan agar komisioner KPK yang terpilih benar-benar bersih dan berintegritas.
”Kita berharap setelah beberapa periode kepemimpinan KPK berjalan harus semakin clear dan clean para pimpinannya agar ke depan semakin tidak ada kontroversi dan masalah di tubuh KPK sendiri. Bukankah untuk membersihkan lantai kotor diperlukan sapu bersih?” ujar Haedar.
Sejumlah guru besar dari beberapa universitas di Indonesia juga menyuarakan masukannya terkait seleksi calon pimpinan KPK. Dalam siaran persnya, disebutkan bahwa para guru besar itu antara lain ialah dari Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto dan Topo Santoso, Universitas Soedirman Hibnu Nugroho, Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo, Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait, Guru Besar (Riset) Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris, dan Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia Asep Syaifuddin.
”KPK adalah garda terdepan bagi Indonesia yang bersih dari korupsi. Penegakan hukum dan jaminan demokrasi. Salah satunya ditentukan KPK yang kuat. Komisioner KPK harus merupakan tokoh yang terbukti memiliki sifat kenegarawanan dan tidak punya cacat cela sedikit pun dalam hal korupsi sejak dari pikiran, ucapan, dan tindakan,” tutur Sulistyowati dalam siaran persnya.