JAKARTA, KOMPAS — Tim hukum Komisi Pemilihan Umum dicecar sejumlah pertanyaan mengenai dugaan pelanggaran administrasi terkait penghitungan cepat oleh sejumlah lembaga survei yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum dalam perhelatan Pemilu 2019.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Hasil hitung cepat lima lembaga survei untuk Pilpres 2019, per Minggu (21/4/2019) sore.
JAKARTA, KOMPAS — Tim hukum Komisi Pemilihan Umum dicecar sejumlah pertanyaan mengenai dugaan pelanggaran administrasi terkait penghitungan cepat oleh sejumlah lembaga survei yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum dalam perhelatan Pemilu 2019.
Persidangan lanjutan itu kembali mempertemukan tim hukum Komisi Pemilihan Umum sebagai terlapor dan tim hukum Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai pelapor.
Dalam sidang adjudikasi lanjutan itu, majelis yang diketuai Komisioner Badan Pengawas Pemilu Ratna Dewi Pettalolo serta anggota Komisioner Rahmat Bagja dan Fritz Edward Siregar mengajukan empat pihak terkait yang mewakili lembaga survei. Masing-masing adalah Arya Budi (Poltracking), Moch Adam Kamil (Indikator), Deni Irvani (LSI/SMRC), dan Asep (Indobarometer).
Terhadap keempat pihak terkait itu, majelis menanyakan sejumlah hal, di antaranya tentang kewajiban untuk memberitahukan sumber dana, metodologi yang digunakan, jumlah responden, dan sebagainya.
Sebagian di antara pertanyaan tersebut terkait dengan Pasal 30 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 10/2018 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
Salah satu yang menjadi fokus pertanyaan majelis adalah kewajiban menyampaikan laporan hasil kegiatan kepada KPU, paling lambat 15 hari setelah pengumuman hasil survei, jajak pendapat, dan atau penghitungan cepat hasil pemilu.
Laporan kegiatan
Terhadap pertanyaan tersebut, sebagian wakil lembaga survei menyatakan tidak mengetahui adanya kewajiban dan ataupun tenggat untuk menyampaikan laporan ihwal sumber dana. Diketahui, sebanyak 40 lembaga survei terdaftar di KPU untuk melakukan kegiatan selama Pemilu 2019.
KOMPAS/DANU KUSWORO
Ilustrasi: Puluhan tamu dan undangan melihat proses pelaksanaan hitung cepat Kompas di Kantor Kompas, Jakarta, Rabu (17-4-2019).
Dari jumlah tersebut, baru 17 lembaga survei yang sudah menyampaikan laporan terkait. Dari 17 lembaga, hanya 10 lembaga survei yang menyampaikan laporan secara tepat waktu hingga tenggat 2 Mei 2019 atau 15 hari setelah pengumuman hasil survei, jajak pendapat, dan atau penghitungan cepat hasil pemilu.
Terhadap 23 lembaga survei lainnya, hingga saat ini relatif belum ada tindakan ataupun sanksi administratif yang dikenakan. Dari fakta persidangan, juga diketahui tidak ada konsekuensi yang mesti diterima lembaga survei bersangkutan jika terlambat dalam menyampaikan laporan.
Wakil tim hukum KPU, Setya Indra Arifin, menyampaikan bahwa sejauh ini tidak ada mekanisme untuk memberikan konsekuensi dimaksud. Ia menyebutkan, fungsi pendaftaran bagi lembaga-lembaga survei dengan sejumlah syarat yang diberikan terkait dengan partisipasi masyarakat.
Dalam persidangan juga diketahui bahwa KPU semata-mata hanya melakukan pemeriksaan dokumen terkait sejumlah persyaratan bagi lembaga survei untuk bisa terdaftar guna melakukan penghitungan cepat. Tidak dilakukan verifikasi faktual untuk mengetahui, misalnya, sumber dana untuk kegiatan tersebut berasal.
ERIKA KURNIA UNTUK KOMPAS
Ilustrasi: Sidang Badan Pengawas Pemilu untuk mendengarkan jawaban Komisi Pemilihan Umum selaku terlapor dalam kasus dugaan pelanggaran administrasi pemilu di Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Selain itu, diketahui pula bahwa relatif tidak ada sanksi ataupun peringatan resmi lewat surat yang diberikan kepada sebagian lembaga survei yang melewati tenggat untuk menyampaikan laporan. Komunikasi yang dilakukan sebatas upaya mengingatkan dan dilakukan lewat jalur telepon.
Kepala Subbagian Partisipasi Masyarakat Wilayah III Biro Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Dasun, yang juga mewakili terlapor dalam persidangan tersebut, menyebutkan, pemberitahuan bagi lembaga survei yang belum menyerahkan laporan diberikan lewat telepon.
Ia menambahkan, KPU akan secepatnya membuat surat resmi untuk mengingatkan kewajiban memberikan laporan tersebut kepada lembaga-lembaga survei.
Sementara itu, anggota tim advokasi dan hukum BPN, Sahroni, mempertanyakan sejumlah hal terkait kewajiban yang mestinya dijalankan lembaga-lembaga survei, seperti kewajiban tentang sumber dana dan metodologi yang digunakan. Namun, informasi tersebut belum diketahui secara persis.
”Saya menanggapi itu sebenarnya tidak benar,” kata Sahroni.
Lembaga-lembaga survei seharusnya menyampaikan laporan pertanggungjawaban tersebut sesuai aturan.