JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menindaklanjuti laporan gratifikasi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin atas penerimaan uang senilai Rp 10 juta dari Haris Hasanuddin, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Pasalnya, laporan itu disampaikan setelah proses hukum dilakukan terhadap Haris.
Haris saat ini menjalani proses hukum atas dugaan suap terkait dengan jual-beli jabatan di Kementerian Agama. Ia ditangkap penyidik KPK pada 15 Maret 2019 bersama dengan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan M Romahurmuziy alias Romy.
Berdasarkan data KPK, pengembalian gratifikasi oleh Menteri Agama ini baru dilakukan sepekan lebih setelah penangkapan terjadi.
”Jika terdapat kondisi laporan tersebut baru disampaikan saat sudah dilakukan proses hukum, dalam hal ini operasi tangkap tangan, laporan itu dapat tidak ditindaklanjuti. Oleh karena itu, perlu menunggu proses hukum di penyidikan yang sedang berjalan,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (8/5/2019), di Gedung KPK, Jakarta.
Kemarin, tim penyidik KPK meminta keterangan Lukman sebagai saksi untuk tersangka Romy. Ini merupakan panggilan pemeriksaan kedua setelah Lukman tidak dapat memenuhi undangan penyidik pada 24 April 2019. Dalam pemeriksaan ini, Lukman salah satunya menjelaskan tentang uang Rp 10 juta kepada penyidik KPK.
Menurut Lukman, pihaknya telah menerima uang Rp 10 juta yang diduga diberikan oleh Haris Hasanuddin. Namun, uang itu telah dilaporkan ke KPK sesuai aturan tentang gratifikasi. Lukman memang pejabat ketiga teraktif melaporkan gratifikasi. Ia pernah mendapat penghargaan saat Hari Korupsi Sedunia 2017 karena hal itu.
”Terkait dengan uang Rp 10 juta itu, saya sudah sampaikan kepada penyidik KPK bahwa sudah lebih dari sebulan yang lalu saya laporkan kepada KPK. Saya juga tunjukkan tanda bukti pelaporannya bahwa uang itu sudah diserahkan ke KPK,” ujar Lukman setelah diperiksa selama hampir enam jam.
Terkait dengan uang Rp 10 juta itu, saya sudah sampaikan kepada penyidik KPK bahwa sudah lebih dari sebulan yang lalu saya laporkan kepada KPK. Saya juga tunjukkan tanda bukti pelaporannya bahwa uang itu sudah diserahkan ke KPK. (Lukman Hakim Saifuddin)
Soal penerimaan uang Rp 10 juta itu sebelumnya diungkap oleh Kepala Bagian Litigasi Biro Hukum KPK Efi Laila Kholis saat membacakan jawaban atas permohonan praperadilan yang diajukan Romy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2019). Uang itu diberikan sebagai kompensasi atas terpilihnya Haris sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jatim. Uang itu diberikan saat Lukman berkunjung ke salah satu Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, 9 Maret 2019.
Mengenai uang Rp 600 juta di ruang kerja Lukman, Febri menuturkan, hal itu menjadi salah satu materi pemeriksaan selain mekanisme dan kewenangan Menteri Agama terkait dengan proses seleksi jabatan tinggi di Kemenag. Lukman menolak menjelaskan soal temuan uang di ruangannya itu.
Berdasarkan data KPK, Lukman juga diduga mengetahui bahwa Haris tidak memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi jabatan tinggi. Namun, ia tetap melanjutkan prosesnya hingga pelantikan terhadap Haris pada 5 Maret meski Ketua Komite Aparatur Sipil Negara Sofian Effendi meminta Lukman membatalkan kelulusan Haris.
Haris dapat mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi karena dibantu staf khusus Menteri Agama, Gugus Joko Waskito, yang selanjutnya memberikan masukan kepada Lukman. Haris pun bertemu langsung dan menyampaikan persoalannya kepada Lukman dan Romy melalui Ketua DPW PPP Jatim Musyafak Noer.