Agnes Theodora Wolkh Wagunu dan Antonius Ponco Anggoro
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sikap sebagian calon anggota legislatif yang tetap enggan membuka data riwayat hidupnya di laman KPU bisa dijadikan obyek sengketa informasi oleh publik. Apalagi informasi itu penting untuk publik ketahui sebagai rujukan memilih di Pemilu 2019. Partai pun diharapkan dapat mendorong calegnya terbuka sebagai bentuk komitmen keterbukaan informasi.
Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Gede Narayana di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/12), mengatakan badan publik memang berhak untuk tidak membuka seluruh informasi.
Jenis informasi yang tak dapat diakses publik itu diantaranya, informasi yang membahayakan pertahanan dan keamanan negara dan informasi yang menghambat proses penegakan hukum.
Namun tidak selamanya informasi yang dinilai badan publik perlu dirahasiakan itu, memang memenuhi kriteria untuk dirahasiakan seperti diatur di peraturan perundang-undangan. “Justru banyak informasi yang dikategorikan rahasia tetapi setelah disengketakan, dan diuji, informasi itu tidak masuk dikecualikan, dan hasilnya diputuskan badan publik tersebut harus membuka informasi itu ke publik,” katanya.
Dalam kasus tidak dibukanya data riwayat hidup sebagian calon anggota legislatif (caleg), publik yang dirugikan karena informasi itu sebenarnya penting sebagai rujukan memilih di Pemilu 2019, bisa pula mengajukan obyek sengketa informasi.
Sengketa diajukan ke Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi KPU. Jika kemudian penjelasan pejabat tidak memuaskan, bisa mengajukan sengketa ke KIP. Keputusannya, bisa memaksa agar riwayat hidup seluruh caleg dibuka.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 2.990 caleg dari total sekitar 7.000 caleg yang tidak bersedia untuk membuka data riwayat hidup mereka di laman KPU.
Tanpa harus menunggu publik mengajukan sengketa informasi, menurut Komisioner KIP Cecep Suryadi, partai politik seharusnya bisa mendorong para caleg untuk membuka data riwayat hidup itu.
Sebab, pada Mei 2018, partai-partai peserta Pemilu 2019, sudah berkomitmen membuka informasi yang dibutuhkan publik. "Mei lalu, kami menggagas deklarasi keterbukaan informasi oleh peserta pemilu, dan partai-partai politik menandatangani poin-poin keterbukaaan informasi. Salah satunya, partai mendorong kadernya untuk terbuka juga,” katanya.
Namun jika hingga kini masih banyak caleg yang enggan membuka data riwayat hidupnya, berarti partai belum sepenuhnya menjalankan komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
Meski demikian, persoalan tidak sepenuhnya ada di caleg. Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, partai sebenarnya sudah menyerahkan data-data calegnya secara lengkap sejak awal pendaftaran. Jika partai tidak menyerahkan, justru mereka tidak bisa mendaftarkan calegnya dan nama yang bersangkutan akan dicoret dari daftar calon.
Gerindra sendiri sudah menyerahkan berkas data 560 calegnya ke KPU. Semua caleg diminta bersedia membuka informasi dirinya untuk memudahkan masyarakat memilih.
"Jadi seharusnya sekarang itu menjadi tanggung jawab KPU untuk membuka datanya. Jangan-jangan masalahnya ada di jaringan KPU," katanya.