JAKARTA, KOMPAS – Gerakan Melindungi Hak Pilih yang dicanangkan Komisi Pemilihan Umum untuk mengakomodasi penduduk yang sudah berhak memilih, tetapi belum masuk daftar pemilih Pemilu 2019, berakhir, Minggu (28/10/2018). Namun, upaya untuk melindungi hak pilih itu diharapkan terus berlanjut hingga hari pemungutan suara.
KPU menjalankan Gerakan Melindungi Hak Pilih (GMHP) pada 1-28 Oktober 2018, sebagai satu rangkaian upaya perbaikan daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP) tahap I. Pada 15 November mendatang, KPU diagendakan akan menggelar rapat pleno untuk penetapan DPTHP tahap II. Dalam gerakan itu, masyarakat yang menemukan namanya tak ada di daftar tetap pemilih, bisa melapor ke petugas KPU di kelurahan/desa.
Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi dihubungi dari Jakarta, Minggu, menuturkan, data yang didapat selama GMHP akan diperiksa silang di sistem KPU. Jika kemudian warga yang melapor tersebut benar-benar belum masuk DPTHP Tahap I, maka petugas KPU di daerah akan mencoba memverifikasi apakah memang data yang disampaikan benar, dengan memeriksa dokumen kependudukan, seperti KTP-elektronik maupun kartu keluarga.
“Setelah itu akan ditetapkan secara berjenjang dari kabupaten/kota, provinsi, dan di pusat. Di tingkat nasional akan dilakukan 15 November,” kata Pramono.
Setelah penetapan DPTHP Tahap II, warga yang belum terakomodasi masih bisa menggunakan hak pilihnya dengan masuk kategori daftar pemilih khusus (DPK). Mereka memilih dengan membawa KTP-elektronik di tempat pemungutan suara sesuai dengan alamat yang tertera di KTP-el. Namun, penggunaan hak pilih ini hanya bisa dilakukan satu jam sebelum penutupan TPS, serta tergantung ketersediaan surat suara.
Terobosan hukum
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, mengingatkan agar komitmen melindungi hak pilih warga yang belum terakomodasi dalam DPTHP terus dilakukan sampai hari pemungutan suara pada 17 April 2019. Menurut Titi, harus ada solusi bagi warga yang belum punya KTP-el, sehingga belum bisa masuk daftar pemilih Pemilu 2019. Apalagi, ia pesimistis target pemerintah menuntaskan perekaman KTP-el pada akhir Desember 2018 bisa tercapai.
Titi menilai, KPU bisa saja membuat terobosan hukum melalui peraturan KPU untuk memastikan warga yang belum punya KTP-el, bisa menggunakan hak pilih. Namun, langkah ini rentan dipersoalkan. Menurut dia, ada tiga langkah yang bisa ditempuh, yakni revisi terbatas UU Pemilu, penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, atau ada uji materi UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Namun, Titi mendorong, negara hadir untuk melindungi hak pilih, sehingga perppu bisa menjadi pilihan terbaik jika revisi UU dianggap akan berbelit-belit.
Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan juga mendorong pemerintah bekerja keras mempercepat proses perekaman dan pencetakan KTP-el sehingga target selesai akhir Desember 2018 bisa tercapai. Jika hal itu tidak tercapai, dia menilai perppu bisa menjadi solusi, sehingga warga yang belum punya KTP-el bisa menggunakan hak pilihnya dengan berbasis bukti identitas lainnya, misalnya surat keterangan pengganti KTP-el.
Pemerintah bekerja keras mempercepat proses perekaman dan pencetakan KTP-el sehingga target selesai akhir Desember 2018 bisa tercapai. Jika hal itu tidak tercapai, dia menilai perppu bisa menjadi solusi, sehingga warga yang belum punya KTP-el bisa menggunakan hak pilihnya dengan berbasis bukti identitas lainnya, misalnya surat keterangan pengganti KTP-el
Abhan juga menyampaikan jika warga yang punya KTP-el tapi belum terdaftar di DPTHP Tahap II pada pertengahan November mendatang masih banyak dan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu, masih terbuka peluang Bawaslu memberi rekomendasi mereka bisa diakomodasi dalam daftar pemilih tetap. Sebab, hal ini lebih menjamin hak pilih dibandingkan mereka diakomodasi dalam DPK.
Anggota Bawaslu M Afifuddin menambahkan, Bawaslu akan berupaya semaksimal mungkin agar warga bisa menggunakan hak pilihnya. Bawaslu juga sudah membuka posko pengaduan jauh-jauh hari sebagai salah satu upaya menyelamatkan hak pilih warga. Selain itu, pada Selasa mendatang, Bawaslu juga mengundang pimpinan instansi terkait, seperti KPU, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan untuk membahas data pemilih.