JAKARTA, KOMPAS - Dua hari setelah menangkap Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap delapan anggota DPRD Kalimantan Tengah dan enam orang dari pihak swasta pada Jumat (26/10/2018) di sebuah hotel di Jakarta. Penangkapan ini menunjukkan masih masifnya praktik korupsi di berbagai bidang.
Sejak berdiri pada 2004, KPK sudah memproses hukum 554 orang dari berbagai kalangan. Mereka, antara lain, 205 anggota legislatif baik pusat maupun daerah, 100 kepala daerah, 204 orang dari pihak swasta, 22 hakim, 7 jaksa, dan 10 pengacara. Sebanyak empat korporasi juga telah diproses hukum.
Korupsi yang melibatkan berbagai pihak dengan bermacam latar belakang ini tidak hanya mengancam tata kelola pemerintahan, tetapi juga bisa merusak orientasi nilai di masyarakat.
Pengajar di Departemen Sosiologi Universitas Indonesia, Meuthia Ganie Rochman, Jumat, mengatakan, dalam jangka pendek, korupsi yang masif akan mendistorsi sumber daya yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan kesejahteraan dan perbaikan institusi publik.
Sementara dalam jangka panjang, korupsi bisa merusak soliditas masyarakat, menimbulkan penyimpangan moral, dan menghasilkan irasionalitas publik.
Dari berbagai dampak korupsi, pengajar Filsafat Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Budi Hardiman, khawatir yang paling parah dirusak oleh korupsi struktural adalah kesadaran moral. Ketika pemimpin justru berperilaku yang secara moral bermasalah, masyarakat bisa kehilangan orientasi nilainya, menjadi kehilangan pegangan bersama atas apa yang dianggap baik dan buruk. Moralitas kemudian menjadi relatif.
”Saat masyarakat mulai kehilangan sensitivitas terhadap apa yang baik dan buruk, kejahatan menjadi rutin dan bagian dari keseharian. Ini tidak hanya terjadi dalam konteks korupsi. Gejala orang mudah berkerumun dan bereaksi kolektif atas provokasi menunjukkan adanya kekosongan kesadaran moral bersama,” kata Budi.
Ancaman rusaknya kesadaran moral ini antara lain tecermin dari hasil survei Global Corruption Barometer 2017 untuk wilayah Asia Pasifik. Hasil survei itu menyatakan, sebanyak 32 persen orang di Indonesia masih memilih melakukan suap untuk melancarkan usaha dan keperluannya saat harus berhadapan dengan lembaga dan birokrasi.
Banyak aspek
Sejumlah upaya selama ini telah dilakukan untuk memberantas korupsi. Selain upaya penindakan dengan memproses hukum pelaku korupsi, upaya pencegahan juga dilakukan, seperti dengan mendorong sistem elektronik dalam penganggaran serta pengadaan barang dan jasa.
Langkah itu diambil karena dari 781 kasus korupsi yang diproses KPK sejak tahun 2004, 180 kasus terkait penyalahgunaan pengadaan barang dan jasa serta 46 kasus terkait korupsi anggaran.
Namun, menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko, upaya pencegahan seperti dengan e-procurement, e-planning, dan e-budgeting belum sepenuhnya efektif. ”Suap malah sering bekerja di balik semua sistem elektronik tersebut. Sistem itu pada tingkat tertentu bisa dibuat tidak berdaya,” katanya.
Meuthia Ganie melihat, arah pemberantasan korupsi Indonesia sebenarnya sudah benar, tetapi tersendat oleh gangguan politik. Pemimpin nasional kerap mengalami kesulitan saat ingin memperbaiki sistem.
”Perbaikan harus dilakukan melalui perbaikan mutu organisasi. Organisasi publik dan masyarakat kebanyakan di Indonesia mandek, tidak reflektif. Akibatnya, organisasi masyarakat tidak mampu menjadi mitra kritis dan kompeten bagi pemerintah,” paparnya.
Dari sisi hukum, peningkatan sanksi untuk memberi efek jera yang kerap digaungkan oleh masyarakat sipil harus mulai diterapkan. Salah satunya dengan menerapkan ”pementasan” hukuman melalui kerja sosial bagi koruptor. Namun, hal ini, menurut Budi, tidak akan bisa berjalan sendiri karena perlu ditopang oleh perbaikan terintegrasi di sistem sosial lainnya, baik politik, pendidikan, budaya, maupun ekonomi.
Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sunyoto Usman menilai, perlu penanaman nilai seperti mencuri uang negara itu menodai keyakinan dan menodai kultur.
Penanaman nilai itu, kata Sunyoto, bisa dilakukan dengan produk-produk kebudayaan melalui film, tayangan televisi, dan penyebaran pesan melalui media sosial.
Dahulu kesenian tradisional bisa digunakan untuk mengkritik kolonialisme. Saat ini produk kebudayaan bisa digunakan untuk mengedukasi rasa tanggung jawab para pemegang jabatan publik atas kesejahteraan rakyat. Negara perlu hadir dalam proses ini, tetapi kelompok masyarakat sipil, termasuk organisasi keagamaan, juga perlu mengambil bagian dalam upaya tersebut.
Pembuangan limbah
Dari delapan anggota DPRD Kalimantan Tengah yang kemarin ditangkap KPK, satu di antaranya diduga seorang ketua komisi. Dalam kejadian ini, juga ditangkap enam orang dari pihak swasta dan uang Rp 240 juta turut disita.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, delapan anggota DPRD Kalimantan Tengah ini diduga menerima suap terkait pembuangan limbah sawit dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan di provinsi itu.