Wali Kota Kendari Diduga Terima Suap untuk Kampanye Ayahnya
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya yang menjadi calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun disebut bekerjasama menerima suap hingga Rp 6,8 miliar dari pengusaha Hasmun Hamzah untuk membiayai kampanyenya. Atas perbuatannya, pencabutan hak politik selama 3 tahun diajukan jaksa untuk melindungi masyarakat dari pihak-pihak yang memilih jalan korupsi untuk berkuasa.
Selain pencabutan hak politik, Adriatma dan Asrun juga dituntut pidana penjara selama 8 tahun dengan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan penjara oleh jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (3/10). Sementara itu, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sekaligus staf pribadi Asrun yakni Fatmawaty Faqih juga dituntut pidana penjara selama 7 tahun dengan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan penjara.
Mereka dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sedangkan, Hasmun sudah lebih dulu dijatuhi hukuman pidana penjara 2 tahun pada Juli 2018. Hasmun juga ditetapkan sebagai pelaku yang bekerjasama.
Dalam analisisnya, jaksa Ali Fikri menguraikan pemberian dari Hasmun tersebut atas permintaan Asrun yang hanya memiliki uang sebesar Rp 600 juta untuk proses pencalonan diri sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara pada Pilkada 2018. Fatmawaty diperintahkan mencari dana dari para kontraktor, salah satunya Hasmun.
Hasmun menyanggupi dengan barter proyek infrastruktur di Kendari. Antara lain, pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020 yang melibatkan juga anak Fatmawati, yaitu Syamsul Bahri Arifin sebagai Ketua Pokja I Konstruksi. Selain itu, ada pula proyek pembangunan gedung kantor DPRD Kota Kendari 2014-2017 dan pembangunan tambat labuh Zona III Taman Wisata Teluk-Ujung Kendari Beach 2014-2017. Kedua proyek itu diberikan saat Asrun masih menjabat sebagai Wali Kota Kendari.
Selanjutnya, uang yang diterima tersebut dibelanjakan perlengkapan kampanye. Sebesar Rp 1,46 miliar digunakan untuk membeli kaos kampanye. “Dengan memakai uang hasil setoran dari kontraktor yang telah mendapatkan proyek pekerjaan di wilayah Pemkot Kendari, Fatmawaty telah memesan kaos kampanye untuk kepentingan pencalonan terdakwa Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara ,” kata Ali.
Tidak hanya itu, Hasmun dan Fatmawaty atas perintah Asrun sekitar akhir tahun 2017 berkunjung ke Kantor DPP PDI Perjuangan di Jakarta. Dalam kunjungan tersebut, keduanya menyerahkan uang dollar Amerika Serikat senilai Rp 5 miliar kepada seseorang di kantor tersebut. Asrun diketahui diusung oleh beberapa partai politik saat Pilkada tersebut yaitu PAN, PKS, Hanura, Gerindra, dan PDI Perjuangan.
Berdasarkan keterangan terdakwa, Asrun menerangkan benar pada sekitar Desember tahun 2017 dirinya dan pasangannya Hugua bersama-sama menghadap Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan kemudian menerima rekomendasi sebagai pasangan yang sah calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusung oleh Partai PDI Perjuangan.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Hariono, Adriatma dan Asrun menyatakan akan mengajukan nota pembelaan secara pribadi. Begitu pula dengan penasehat hukumnya yang juga akan menyampaikan pleidoi secara terpisah pada sidang pekan depan.