Perekaman KTP-el Masih Rendah, Papua Rawan Konflik
Oleh
Fabio Costa
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS- Perekaman kartu tanda penduduk elektronik di Papua baru mencapai sekitar 40 persen. Jutaan orang terancam tak dapat memilih dalam pemilihan umum legislatif dan presiden pada 2019. Hal itu tentu saja menyebabkan Papua rawan konflik.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Papua Theodorus Kosay menyampaikan hal itu di Jayapura pada Kamis (20/9/2018).
Theodorus mengatakan, dari data terakhir Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Papua, perekaman KTP-el baru mencapai 38 persen.
Sementara jumlah warga Papua yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) untuk untuk pemilihan legislatif dan presiden pada tahun depan sebanyak 3,5 juta orang di 560 distrik dan 5.498 kampung.
"Sekitar 2 juta warga yang masuk dalam DPT tak bisa memilih. Sebab, dalam ketentuan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, warga harus memiliki KTP-el untuk menyalurkan aspirasinya di bilik suara," ujar Theodorus.
Ia pun meminta Kementerian Dalam Negeri dan Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Papua segera meningkatkan jumlah partisipasi warga dalam perekaman KTP elektronik.
Kabid Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Papua, Iskandar A Rahman, membenarkan kalau data perekaman KTP-el belum mencapai 40 persen.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, seluruh instansi Dukcapil terus berupaya melakukan percepatan rekam dan pencetakan KTP elektronik .
"Semua masyarakat yang sudah melakukan perekaman paling lambat sudah dicetak KTP elektronik pada Desember ini," tuturnya.
Ia menambahkan, masyarakat yang tidak pro aktif dalam perekaman KTP-el tentunya tak boleh mencoblos.