JAKARTA, KOMPAS—Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (DPP Partai Hanura) menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak independen dan dapat diintervensi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Sebab, terdapat perubahan data kepengurusan Partai Hanura pada Sistem Informasi Partai Politik (sipol) menurut laporan kader-kader Hanura di tingkat daerah. Pihak Hanura mengatakan, perubahan ini dilakukan tanpa persetujuan ketua umum partai.
Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP Hanura Dodi Abdulkadir mengatakan, Jumat (6/7/2018), di kantor DPP Partai Hanura, KPU telah menyalahi Pasal 13 ayat 4 Peraturan KPU no. 20/2018. Menurut pasal tersebut, jika kepengurusan partai belum jelas semasa pendaftaran calon anggota DPR dan DPRD, KPU mengacu pada kepengurusan partai politik sesuai keputusan Menkumham yang terakhir.
“Menurut keputusan Menkumham yang terakhir, susunan kepengurusan yang sah adalah Oesman Sapta Odang sebagai ketua umum dan Herry Lontung Siregar. Itu sudah diverifikasi KPU. Namun, KPU mengambil sikap tidak independen dengan mengganti data tersebut di sipol. Itu ada di website KPU,” kata Dodi. Susunan kepengurusan ini berdasarkan pada Surat Keputusan (SK) Menkumham M.HH-01.AH.11.01 tentang Restrukturisasi, Reposisi, dan Revitalisasi Pengurus DPP Partai Hanura Masa Bakti 2015-2020.
SK tersebut lalu digugat oleh Daryatmo dan Sarifuddin Sudding, mantan sekjen Hanura yang telah dipecat, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan tersebut dikabulkan PTUN dengan putusan nomor 24/G/2018/PTUN-JKT pada 26 Juni silam sehingga SK tersebut dianulir.
Tiga hari setelah putusan PTUN, Menkumham Yasonna Laoly telah mengirim surat kepada DPP Partai Hanura yang berisi penundaan SK tersebut sesuai putusan PTUN. Konsekuensinya, Sudding kembali menjadi sekjen Hanura sesuai SK Menkumham M.HH-22.AH.11.01 tertanggal 12 Oktober 2017.
Kendati begitu, Dodi menegaskan putusan PTUN tersebut tidak berkekutan hukum tetap karena baik Menkumham dan DPP versi Oesman-Herry telah mengajukan banding tanggal 3 Juli silam. “Jadi putusan PTUN maupun putusan sela tidak berkekuatan hukum tetap. Yang berlaku berdasarkan ketentuan undang-undang tetap SK Menkumham (M.HH-01.AH.11.01.).
Perubahan data kepengurusan partai di sipol KPU baru terungkap saat para kader daerah hendak memasukkan data pada Sistem Informasi Calon (silon) KPU. Dodi mengklaim, perubahan ini terjadi di berbagai daerah. Pihak Hanura belum memeriksa adanya perubahan di sipol untuk tingkat pusat.
Hanura telah menghadapi konflik internal selama sekitar enam bulan antara kubu Oesman-Herry dengan Daryatmo-Sarifuddin Sudding.
Dugaan intervensi
Pihak Hanura menduga perubahan data di sipol KPU merupakan bentuk intervensi Menkopolhukam Wiranto yang juga menjabat ketua dewan pembina Hanura. Dugaan ini muncul setelah Wiranto sebagai menkopolhukam mengadakan rapat koordinasi terbatas (rakortas), Kamis (5/7/2018).
Pihak yang diundang dalam rakortas adalah Ketua KPU, menkumham, ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, ketua PTUN, dan dirjen Badan peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara MA.
Setelah itu, Wiranto sebagai ketua dewan pembina Hanura menginstruksikan agar DPP Hanura menghormati keputusan hukum PTUN. Artinya, ia mengimbau agar Sudding kembali ditetapkan menjadi sekjen partai menurut SK Menkumham M.HH-22.AH.11.01.
DPP Partai Hanura yang dipimpin Oesman menolak instruksi ini. Direktur Eksekutif Partai Hanura Djafar Badjeber mengecam instruksi Wiranto. “Negeri ini hancur kalau pemimpin mencampurkan kewenangan eksekutif dengan yudikatif. !” kecam Djafar.
Menilai sikap KPU tidak independen, Ketua DPD Jakarta Partai Hanura Mohamad Sangaji mengancam akan mengepung KPU selama satu kali 24 jam. Ketika ditanya kapan rencana itu dilakukan, dia mengatakan, “Nanti akan saya konsultasikan lebih dulu.”
Sementara itu, Komisioner KPU Evi Novida Ginting tidak dapat mengonfirmasi perubahan data Partai Hanura pada sipol KPU. Namun, ia menegaskan KPU hanya mengacu pada putusan menkumham.
“Acuan kami adalah keputusan menkumham. Menkumham telah menetapkan SK M.HH-22.AH.11.01. berlaku lagi. Ya, itu yang kami ikuti. Tapi mengenai perubahan di website, saya harus konfirmasi dulu,” kata Evi.
Evi menambahkan, diperlukan kesatuan kepengurusan yang diakui oleh DPP Partai Hanura. Sebab, hal ini terkait dengan siapa yang dapat mengajukan calon legislatif secara sah, terutama karena pendaftaran calon anggota legislatif telah dimulai.
Selain itu, KPU di tingkat daerah juga membutuhkan kepastian mengenai kepengurusan partai. “Supaya ada pegangan buat teman-teman di daerah. Kita dikejar waktu,” kata Evi. Pendaftaran calon anggota DPR RI dan DPRD provinsi serta kabupaten/kota dilaksanakan 4—17 Juli.