JAKARTA, KOMPAS – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menemui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk membahas peningkatan pengawasan pengelolaan dana desa. Kedua pihak sepakat tidak membentuk lembaga baru, tetapi akan mengoptimalkan pengawasan dan peran masyarakat karena dinilai menjadi solusi dalam permasalahan penyelewengan dana desa.
Pembentukan lembaga baru dinilai tidak dapat menjamin kasus korupsi terkait dana desa tidak terjadi lagi. “Karena bukan pengawasannya yang salah. Ini persoalan korupsi, persoalan mental oknum, makanya harus kita perangi sama-sama. Keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan. Kalau untuk pengawasan, bahkan kita sudah mengawasi sampai empat lapisan. Ada inspektorat provinsi, inspektorat kabupaten, dinas pemberdayaan desa, dan camat,” ujar Menteri Desa, PDTT Eko Putro Sandjojo, Kamis (10/8).
Peran masyarakat dalam mencegah penyelewengan dana desa dinilai sangat penting. “Kemendes dan Kemendagri terus berusaha untuk terus memperbaiki persoalan dana desa. Kami juga sepakat untuk mengawasi korupsi dana desa harus melibatkan peran dari masyarakat. Karena berkaca dari kasus korupsi dana desa di Pamengkasan, lembaga atau oknum lembaga yang seharusnya mengawasi, justru terlibat secara berjamaah dalam kasus korupsi. Disinyalir oknum inspektoratnya, bupatinya, desanya, camatnya terlibat,” tutur Eko.
Eko berharap, masyarakat dapat segera melapor kepada Satgas Dana Desa bila ada indikasi penyelewengan dana desa. “Tahun depan pemerintah mengucurkan dana 60 Triliun untuk 74.910 desa. Setiap desa rata-rata mendapatkan sekitar 800 jutaan. Jadi, kalau melihat ada penyelewengan, silahkan hubungi ke nomor 1500040. Kepada Kepala Desa juga diminta untuk tidak takut bila ada upaya kriminalisasi atau ada ketidakjelasaan dalam penggunaan dana desa segera melapor ke satgas dana desa juga. Kita dalam waktu 2 x 24 jam kita kirim tim untuk melakukan pendampingan dan apabila perlu juga advokasi,” tambah Eko.
Adapun Tjahjo Kumolo mengatakan, upaya pengawasan selama ini sudah dilakukan secara komprehensif, namun memang masih diperlukan evaluasi. “Mudah-mudahan jangan sampai ada lagi kasus seperti di Madura. Maka dari itu, kami sepakat untuk meningkatkan pengawasan,” ujar Tjahjo.
Tjahjo mengaku telah membagi tugas dengan pihak Kementerian Desa PDTT dalam pengelolaan dana desa. “Penguatan aparatur desa itu kami fokuskan, sedangkan menteri desa untuk masalah perencanaan pembangunan, mengevaluasi pembangunan, juga untuk meningkatkan desanya,” kata Tjahjo.
Dalam kesempatan tersebut, Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kemendagri Sri Wahyuningsih menyampaikan, pihaknya bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyusun pedoman tentang pengawasan dana desa yang sudah disosialisasikan ke 33 provinsi di Indonesia. “Yang belum dapat kami lakukan ialah melakukan bimbingan teknis (bimtek) kepada APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) karena terkendala anggaran. Ini sebenarnya sangat penting, termasuk membimtek-kan teman-teman di kecamatan, karena mereka adalah lembaga yang paling dekat dengan desa dan mengetahui persoalan sebenarnya yang terjadi,” kata Sri.
Pembukuan yang rumit juga dinilai menyulitkan perangkat desa. “Yang paling mereka butuhkan ialah pembukuan yang secara sederhana, Selama ini dapat disampaikan bahwa Siskudes (Sistem Keuangan Desa) sudah ada, tetapi mohon maaf ini memakai aplikasi dengan akuntansi, sehingga desa susah melaksanakan. Aplikasi ini pun buku manualnya oleh BPKP tidak diserahkan kepada desa. Jadi kalau ada permasalahan, mereka harus langsung koordinasi ke sana,” tutur Sri.
Kementerian Desa PDTT mencatat, laporan terkait penyelewengan dana desa yang masuk sekitar 900 laporan. 234 laporan diserahkan ke KPK , 167 laporan diserahkan ke pihak kepolisian di daerah dan 67 sudah divonis di pengadilan. “Sebagian besar laporan sifatnya berupa kesalahan administratif,” ujar Eko. (DD14)