JAKARTA, KOMPAS — Masalah ketimpangan distribusi pegawai di daerah masih menjadi hal pelik karena banyak aparatur sipil negara yang berpindah tempat setelah menerima surat keputusan pengangkatan. Oleh karena itu, Badan Kepegawaian Nasional berharap Peraturan Pemerintah tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) segera disahkan agar masa penempatan pegawai bisa diatur dalam perjanjian kerja.
”Sampai sekarang itu belum ada karena PP-nya belum disahkan. Kami harap secepatnya disahkan karena keberadaan PPPK ini juga dapat menjawab persoalan ketimpangan distribusi pegawai di daerah. Persoalan distribusi di daerah yang paling utama kan tentu tenaga pendidik dan tenaga kesehatan di samping kebutuhan pegawai fungsional lainnya,” ujar Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Nasional Muhammad Ridwan saat ditemui Kompas, Selasa (8/8).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjelaskan terdapat dua jenis pegawai ASN, yaitu pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Dalam UU tersebut, PPPK merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah dan ketentuan UU.
Ridwan mengatakan, PPPK akan mengatasi masalah pegawai yang berpindah ke tempat yang diinginkannya setelah diangkat. ”Kalau PNS kan, SK CPNS turun, nanti setahun lagi si pegawai bisa mengajukan pindah tempat tugas kalau misalnya dia merasa tidak cocok di daerahnya. Misalnya karena alasan daerahnya terpencil atau terluar. Tidak ada larangan untuk pindah. Namun, dengan PPPK yang sistemnya kontrak (perjanjian kerja), mereka tidak bisa mengajukan pindah. Kalau mau pindah, ya harus resign. Karena penempatan dan posisi kerjanya sudah jelas tertuang di perjanjian kerja antara pegawai tersebut dan PPK,” ujar Ridwan.
Sistem PPPK juga dinilai dapat meningkatkan etos kerja pegawai ASN. ”Kalau memang kinerjanya buruk, kehadirannya buruk, tidak masuk terus misalnya, ya bisa saja diputus kontraknya. Namun, selama kinerjanya baik dan sesuai aturan, tidak perlu takut. PPK tidak bisa semena-mena juga memutus kontraknya dengan pegawai. Kami ada mekanisme aturan yang ketat. Untuk kontraknya berapa lama, itu masih dirumuskan di PP,” tutur Ridwan.
Perbedaan PPPK dan PNS hanya terletak di tataran pensiun. ”Semua hak dan kewajiban antara PPPK dan PNS itu sama. Gaji, tunjangan, fasilitas, tugas, sama semua. Bedanya, untuk PPPK tidak ada pensiun. Kalau mau pensiun, bisa juga diurus dengan pihak ketiga, misalnya Taspen atau yang lainnya. Taspen sudah bersedia,” kata Ridwan.
”Kami merasa PPPK ini dapat menjawab persoalan ketimpangan distribusi pegawai di daerah terpencil atau terluar, utamanya guru dan bidan. Namun, ini tidak terbatas terhadap guru dan bidan, tetapi ntuk semua pegawai, tergantung kebutuhan,” kata Ridwan. (DD14)