Warung Pelangi di Jeju, Korea Selatan, tak sebatas menjadi tempat menikmati makanan dan minuman khas Nusantara. Warung telah menjadi seperti rumah kedua bagi banyak WNI yang tinggal di Jeju.
Oleh
ANTONIUS PONCO ANGGORO
·5 menit baca
Warung Pelangi yang ”tersembunyi” di tengah kawasan pertokoan Ildo 1(il), kota Jeju, Korea Selatan, menjadi pelipur kangen banyak warga negara Indonesia yang tinggal di Jeju. Kelahiran warung itu 17 tahun silam, sama seperti namanya, menjadi pemersatu di antara ”warna-warni” warga negara Indonesia yang mengais rezeki di Jeju.
Lagu hits kelompok band Drive, ”Bersama Bintang”, yang dirilis pada 2007 seolah menyambut saat kaki melangkah masuk dalam Warung Pelangi, sore itu, Senin (11/9/2022).
Nuansa Tanah Air juga lebih kentara saat kaki melangkah lebih jauh ke dalam. Di salah satu sudut ruangan terlihat miniatur wayang golek tertata di rak dinding. Di sudut lainnya tertempel berjejer sejumlah lukisan wayang kulit. Ada pula keris dan miniatur Reog Ponorogo yang menghiasi dinding rumah makan. Bahkan, ada pula lambang negara kita, Garuda Pancasila.
Masih dalam ruangan seluas sekitar 400 meter persegi itu, sejumlah produk makanan dan minuman kemasan asal Indonesia turut dijajakan. Dari mi kemasan hingga minuman ringan. Dan, seperti namanya, warung, dijual pula sejumlah makanan dan minuman, yang juga khas Nusantara. Di antaranya rawon, bakso, dan rendang.
”Inilah tempat pelarian kita kalau lagi suntuk he-he-he....,” ujar Iman (35), salah satu pembeli di Warung Pelangi.
Biasanya, pria asal Cirebon, Jawa Barat, itu main ke Warung Pelangi saat hari libur. Di perusahaan perikanan tempatnya bekerja, libur tak diberikan setiap akhir pekan, tetapi hanya satu hari setiap dua pekan.
”Jadi, kalau libur lalu main ke sini seperti pelampiasan rasa kangen,” ujarnya.
Hanya untuk melepas suntuk dan kangen pada Tanah Air, ia rela menempuh perjalanan 1,5 jam dengan bus, dari mes perusahaan tempatnya tinggal. Namun, rasa suntuk dan kangen itu bisa langsung sirna saat tiba di warung karena ia berjumpa dengan pekerja migran lain asal Indonesia yang bekerja di berbagai perusahaan yang berada di Jeju sambil ditemani santapan makanan dan minuman khas Indonesia.
”Bebek gorengnya di sini paling enak. Kalau tidak cepat, bisa kehabisan,” kata Iman.
Pekerja migran Indonesia lainnya di Jeju, Thomas (30), menambahkan, saat hari libur, kursi-kursi di Warung Pelangi selalu penuh terisi. Bahkan, tak jarang, tamu yang datang harus menunggu terlebih dulu sampai tersedia kursi kosong.
”Menunggu makanan siap juga harus sabar. Pemilik restoran sengaja tak melayani makanan atau minuman untuk dibungkus kalau lagi padat. Semua diprioritaskan untuk tamu yang datang dan makan di warung,” ujarnya.
Warung yang setiap hari buka pukul 11.00 dan seharusnya tutup pukul 21.00 bisa lebih cepat tak menerima lagi pesanan makanan ataupun minuman dari tamu saat tengah banyak pengunjung. Tak lain karena makanan sudah ludes terjual.
”Kalau datang sore hari, bisa-bisa sudah tak kebagian makanan,” kata Thomas.
Menurut mitra Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul yang berada di Jeju, Marta Jaya, ada lebih kurang 1.200 warga negara Indonesia yang berada di Jeju saat ini. Mayoritas pekerja migran yang bekerja di perusahaan-perusahaan tangkap dan budidaya ikan. Selain itu, ada juga yang belajar di kampus-kampus di Jeju dan ada pula yang menikah dengan warga Korsel di Jeju.
Warung Pelangi memang menjadi tempat berkumpul WNI di Jeju. Tempat favorit lainnya, saat shalat bersama-sama di Masjid Baiturrohman. Lokasinya tak jauh dari Warung Pelangi atau sekitar 100 meter jaraknya. Keberadaan masjid juga secara gotong royong diadakan oleh WNI di Jeju.
Secara pribadi, saya melihat pemilik warung membuat warung itu tidak hanya untuk mengejar nilai ekonomi saja, tetapi karena pemilik warung memang orang Korea yang mencintai Indonesia.
Khusus Warung Pelangi, menurut Marta, sudah lebih dari tempat bertemu dan bercengkrama bagi WNI. Di warung itu pula WNI kerap mendiskusikan persoalan yang dihadapi di tempat kerja.
Bahkan, tak jarang pemilik warung membantu saat pekerja migran Indonesia mengalami kendala di pekerjaan. Ia rela meluangkan waktu menjadi penerjemah saat pekerja migran tersandung aturan di Jeju, menerangkan regulasi yang berlaku di Jeju dan Korsel hingga bersedia menjadi penengah antara pekerja migran Indonesia dan pihak perusahaan saat muncul problem.
”Secara pribadi, saya melihat pemilik warung membuat warung itu tidak hanya untuk mengejar nilai ekonomi saja, tetapi karena pemilik warung memang orang Korea yang mencintai Indonesia,” ujarnya.
Sering berkelahi
Pemilik Warung Pelangi itu bernama Chong Yon-keun. Sudah sejak 2005 warung itu dibukanya. Ide membuat warung muncul karena saat itu warga Indonesia di Jeju kerap berkelahi. Perseteruan bahkan menjurus ke perkelahian antaretnis. ”Kadang persoalan sepele, mabuk, lalu mereka berkelahi satu sama lain,” ujarnya.
Padahal, Yon Keun yang mengaku rutin liburan ke berbagai tempat di Tanah Air setiap tahunnya paham betul budaya masyarakat Indonesia yang menghargai satu sama lain. Kala itu, ia pun yakin, adanya tempat khusus bagi WNI di Jeju untuk berbaur dan berjumpa bisa mengikis silang pendapat yang ujungnya bisa mencegah perkelahian.
Ide membuat warung muncul karena saat itu warga Indonesia di Jeju kerap berkelahi. Perseteruan bahkan menjurus ke perkelahian antaretnis. A danya tempat khusus bagi WNI di Jeju untuk berbaur dan berjumpa bisa mengikis silang pendapat yang ujungnya bisa mencegah perkelahian.
”Lalu saya buat ini (warung) karena mau satukan semua warga Indonesia. Namanya pelangi karena seperti pelangi yang beraneka warna, tetapi bisa satu dan indah,” kata Yon Keun yang bisa berbahasa Indonesia.
Dengan pengalaman sebagai koki hotel, ia tak kesulitan untuk memasak masakan khas Indonesia. Apalagi saat masih menjadi koki, ia berjumpa dengan pekerja migran asal Indonesia yang mengajarkannya masakan-masakan Nusantara. ”Saya juga belajar bahasa sedikit-sedikit dari mereka,” ujarnya.
Adapun mengenai beragam hiasan yang terpajang di warungnya, ia peroleh sedikit demi sedikit saat berlibur ke Indonesia. Namun, untuk makanan dan minuman kemasan, Yon Keun cukup membelinya secara berkala dari pemasok barang-barang tersebut yang ada di Jeju.
Jadi, tak perlu khawatir saat melancong ke kawasan wisata di Jeju. Indonesia tetap bisa dinikmati di sela kunjungan ke tempat-tempat wisata yang banyak, di antaranya menjadi lokasi pengambilan gambar drama korea atau drakor.