Lagi, DPR Jadwalkan Konsinyering Bahas Masa Kampanye
Sebelum rapat dengar pendapat berlangsung, Komisi II DPR akan kembali mengadakan konsinyering akhir pekan ini untuk mendengarkan hasil simulasi KPU terkait durasi masa kampanye 75 hari.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat akan mengagendakan konsinyering dengan penyelenggara pemilu dan pemerintah sebelum rapat dengar pendapat pembahasan rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024. Konsinyering untuk mendengarkan simulasi durasi masa kampanye 75 hari yang menjadi kesimpulan saat konsinyering pada pertengahan Mei. DPR tidak akan memaksakan masa kampanye 75 hari jika tidak memungkinkan.
Dalam rapat konsinyering pembahasan rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dilaksanakan pada 13-15 Mei 2022, salah satu kesimpulan adalah agar KPU menyimulasikan durasi masa kampanye 75 hari. Padahal, saat itu KPU mengusulkan masa kampanye berlangsung 90 hari. Presiden Joko Widodo juga mendukung usulan masa kampanye 90 hari.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (1/6/2022), mengatakan, rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dijadwalkan berlangsung pada 7 Juni. RDP akan menjadi forum konsultasi resmi PKPU Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024.
Namun, sebelum RDP berlangsung, Komisi II DPR akan kembali mengadakan konsinyering akhir pekan ini untuk mendengarkan hasil simulasi KPU terkait dengan durasi masa kampanye 75 hari. Selain terkait durasi masa kampanye, fokus lain dalam konsinyering adalah penyelesaian sengketa pemilu serta produksi dan distribusi logistik yang berkorelasi dengan tahapan masa kampanye.
Kalau memungkinkan masa kampanye 75 hari mungkin akan diputuskan 75 hari, tetapi kalau tidak, kami sudah ada alternatif masa kampanye 90 hari. (Ahmad Doli Kurnia Tandjung)
Penyelenggaraan konsinyering itu sekaligus untuk membahas isu-isu yang belum tuntas disepakati agar PKPU Tahapan, Program, dan Jadwal bisa disepakati saat RDP yang akan berlangsung satu pekan sebelum tahapan pemilu dimulai.
Doli mengatakan, hingga saat ini belum ada keputusan mengenai durasi masa kampanye. Saat konsinyering dua pekan lalu, muncul dua pandangan durasi masa kampanye selama 90 hari yang diusulkan KPU dan usulan kampanye 75 hari dari DPR. Simulasi masa kampanye 90 hari disebut sudah tidak ada masalah, tetapi KPU diminta untuk menyimulasikan durasi masa kampanye 75 hari.
”Kalau memungkinkan masa kampanye 75 hari mungkin akan diputuskan 75 hari, tetapi kalau tidak, kami sudah ada alternatif masa kampanye 90 hari,” katanya.
Doli menuturkan, Presiden sudah menyatakan komitmennya untuk mendukung kelancaran durasi masa kampanye yang lebih singkat dibandingkan dengan Pemilu 2019 dengan menerbitkan instruksi presiden ataupun peraturan presiden terkait pengadaan dan distribusi logistik pemilu. Sementara dari aspek penanganan perkara pemilu, DPR meminta penyelesaiannya bisa tuntas selama 10 hari dari waktu maksimal 21 hari.
”MA menyatakan akan berusaha semaksimal mungkin agar penyelesaian sengketa bisa dilakukan secara cepat,” katanya.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa menambahkan, pihaknya meminta KPU menunjukkan konsekuensi teknis dan risiko jika masa kampanye dilakukan 75 hari. Sementara terkait penyelesaian sengketa, sudah ada komitmen dari Bawaslu dan MA untuk mempersingkat penanganan perkara. Adapun kebutuhan lain terkait payung hukum untuk produksi dan distribusi logistik sudah diberikan komitmen dari Presiden.
Menurut dia, ada beragam skenario untuk mengantisipasi produksi dan distribusi logistik jika durasi masa kampanye dilakukan selama 75 hari. Jika biasanya produksi dan distribusi logistik dilakukan secara terpusat, nantinya bisa didelegasikan ke provinsi ataupun pembentukan beberapa zona. Misalnya KPU hanya bertanggung jawab untuk pengadaan dan distribusi logistik pemilihan presiden dan pemilu legislatif DPR, sementara KPU provinsi bertanggung jawab untuk pemilihan Dewan Perwakilan Daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Pandangan KPU sama dengan Presiden (kampanye 90 hari), tetapi kami juga exercise juga kampanye 75 hari yang akan disampaikan ke DPR. Jadi bukan kami diintervensi, kebetulan saja pandangan kami sama. (Yulianto Sudrajat)
Dengan demikian, rantai distribusi bisa semakin pendek sehingga mempercepat masa produksi dan distribusi. Anggaran pun bisa lebih efisien karena durasi masa kampanye lebih singkat. ”Hal-hal seperti ini perlu didetailkan,” ucapnya.
Anggota KPU, Yulianto Sudrajat, mengatakan, pihaknya terus memantapkan simulasi durasi masa kampanye 75 hari sesuai permintaan DPR saat rapat konsinyering. Salah satunya dengan melakukan audiensi bersama pemangku kepentingan pemilu yang mendukung seluruh rangkaian penyelenggaraan pemilu, termasuk yang akan diagendakan bersama Ketua DPR Puan Maharani serta Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo awal pekan depan.
”Pandangan KPU sama dengan Presiden (kampanye 90 hari), tetapi kami juga exercise juga kampanye 75 hari yang akan disampaikan ke DPR. Jadi bukan kami diintervensi, kebetulan saja pandangan kami sama,” katanya.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (Deep) Indonesia Neni Nur Hayati mengingatkan, penentuan durasi masa kampanye semestinya berawal dari kajian tentang kebutuhan dari peserta dan pemilih. Jika sudah dipetakan, baru kemudian muncul berapa lama durasi masa kampanye yang dibutuhkan. ”Bukan angka dulu baru disimulasikan,” katanya.
Menurut dia, KPU bisa menentukan durasi masa kampanye yang tidak sama dengan hasil konsinyering jika simulasinya tidak ideal. Sebab, penentuannya perlu memperhatikan masalah teknis terutama soal produksi dan distribusi logistik karena menjadi salah satu unsur yang mendukung kualitas pemilu.
Apalagi, wilayah Indonesia berupa kepulauan dan penyelenggaraan pemungutan suara di musim hujan mesti diantisipasi oleh KPU agar logistik bisa tiba tepat waktu dan tidak ada pemungutan suara susulan. ”Jangan sampai penentuan durasi masa kampanye mengorbankan kualitas tahapan pemilu,” kata Neni.