Setelah deklarasi Koalisi Indonesia Bersatu, manuver sejumlah partai politik dalam membentuk koalisi menuju Pilpres 2024 agak melandai. Namun, partai masih saling berkomunikasi untuk penjajakan peluang kerja sama.
Oleh
IQBAL BASYARI, RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Manuver sejumlah partai politik di parlemen dan nonparlemen dalam membentuk koalisi kembali melandai. Sebagian parpol memfokuskan diri untuk persiapan tahapan pendaftaran sekaligus verifikasi partai politik. Keinginan bergabungnya sebagian parpol dalam Koalisi Indonesia Bersatu dinilai belum serius.
Setelah deklarasi Koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan, pertengahan bulan ini, manuver sejumlah partai politik (parpol) dalam membentuk koalisi kembali melandai. Bahkan, tujuh partai politik nonparlemen yang telah menyatakan ingin membentuk koalisi sejak Februari lalu hingga saat ini belum mendeklarasikan koalisi tersebut.
”Masing-masing parpol masih melakukan konsolidasi internal. Kemungkinan pertemuan lanjutan dilakukan awal Juni,” ujar Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang Afriansyah Noor, di Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Sebelumnya, tujuh parpol nonparlemen, yakni PBB, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKP), Partai Garuda, dan Partai Berkarya, mengumumkan akan membentuk koalisi parpol nonparlemen. Berdasarkan hasil Pemilu 2019, total suara yang terhimpun dari gabungan partai nonparlemen tersebut sekitar 13,6 juta suara atau 9,7 persen.
Suara terbesar dimiliki Perindo yang mencapai 3,7 juta, disusul Berkarya (2,9 juta suara), lalu PSI (2,6 juta suara), Hanura (2,1 juta suara), dan PBB (1 juta suara). Jumlah suara yang diraih dua partai terbawah, yaitu Garuda dan PKP, masing-masing sekitar 700.000 dan 300.000. Namun, untuk mengusung pasangan calon presiden-wakil presiden, parpol nonparlemen harus menambah anggota koalisi untuk memenuhi persyaratan 25 persen suara.
Afriansyah mengatakan, pertemuan informal sudah terjadi di antara parpol nonparlemen. Namun, pertemuan itu tidak khusus membahas pembentukan koalisi karena terjadi saat acara lain ketika semua pimpinan parpol nonparlemen turut menghadiri acara tersebut.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa tujuh parpol nonparlemen memiliki komitmen kuat untuk membangun koalisi. Hanya saja, saat ini mereka masih fokus untuk konsolidasi internal agar lolos dalam verifikasi administrasi dan manual sehingga bisa menjadi parpol peserta Pemilu 2024.
”Ada dua konsentrasi, lolos verifikasi parpol peserta pemilu sekaligus koalisi. Kami menjalankan secara simultan,” tuturnya.
Bagi PBB, kata Afriansyah, koalisi dini tidak menjadi masalah karena sudah masuk tahun politik. Keberadaan koalisi parpol nonparlemen pun dibentuk salah satunya agar Pilpres 2024 tidak hanya diikuti oleh dua peserta sehingga tidak ada lagi pembelahan di masyarakat. ”Perlu ada calon penyeimbang,” ucapnya.
Senada dengan PBB, Wakil Ketua Umum Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyatakan belum ada tindak lanjut dengan rencana koalisi parpol nonparlemen. Perindo bersama PKP dan Berkarya sedang menyiapkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi tentang syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. ”Koalisi masih belum berlanjut,” tuturnya.
Sementara itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga tidak ingin terburu-buru membicarakan soal koalisi paprol. Ramainya wacana kontestasi saat ini pun lebih dilihat sebagai ekspresi atas cara pandang kekuasaan pemimpin dalam pemaknaan yang tidak tepat.
”Kekuasaan presiden sering dipersepsikan sebagai suatu bentuk nikmat kekuasaan dan kapasitas kekuasaan di dalam mendapatkan sumber daya daripada tanggung jawab pemimpin bangsa masa depan. Sangat disayangkan bahwa wacana yang muncul lebih pada aspek elektabilitas atau popularitas daripada rekam jejak kinerja dan agenda bagi masa depan,” kata Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.
Diskursus kepemimpinan dengan titik berat pada popularitas ini, menurut Hasto, bisa menjadi jebakan bagi tumbuh kembangnya tradisi demokrasi. Tradisi demokrasi yang baik diharapkan dapat melahirkan sosok pemimpin yang ideologis, berkarakter, dan memiliki kemampuan kepemimpinan yang memastikan jalan kemajuan bangsa dalam seluruh aspek kehidupan.
Adapun Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda mengatakan, partainya belum memutuskan akan berkoalisi dengan partai mana. Namun, penjajakan dan komunikasi dilakukan secara intensif dengan semua partai politik. PKB pun bersikap terbuka dengan semua kemungkinan koalisi, termasuk dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dibentuk oleh Golkar, PAN, dan PPP.
Sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan partainya siap berkoalisi dengan KIB asalkan calon presiden yang diusung ialah dirinya. Huda mengatakan, pernyataan Muhaimin itu logis dan rasional secara hitung-hitungan politik. Sebab, jika PKB benar-benar bergabung ke dalam KIB, praktis akan terbentuk koalisi parpol berbasis massa Islam (PKB, PAN, PPP), dan Golkar.
”Jika dilihat dari tiga koalisi partai berbasis massa Islam, itu kan suaranya lebih besar dari Golkar. Oleh karena itu, tentu PKB bisa mengajukan capres, karena konfigurasinya sebagai parpol berbasis massa Islam akan mayoritas di dalam KIB,” kata Huda.
Kendati demikian, apakah PKB jadi bergabung dengan KIB, itu masih harus dilanjutkan dengan komunikasi politik intensif. PKB juga tengah menjajaki peluang membentuk poros sendiri. Komunikasi politik dengan semua parpol pun terus dilakukan.
”Sebaiknya memang PKB membentuk poros koalisi sendiri, di mana PKB yang memegang kuncinya. Tidak sekadar menjadi penentu, tetapi kuncinya itu kami yang memegang,” kata Huda.
Pada intinya, PKB menginginkan poros koalisi yang terbentuk bisa mengajukan tiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). ”PKB ingin ada minimal tiga capres dalam Pemilu 2024, dan salah satunya Cak Imin (Muhaimin). Hal ini juga untuk meminimalkan potensi pembelahan sebagaimana terjadi dalam Pemilu 2019, yang sampai hari ini masih terasa,” ungkap Ketua DPW PKB Jawa Barat ini.
Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay menilai, permintaan Muhaimin untuk bergabung ke KIB dan ingin menjadi capres dari koalisi tersebut terburu-buru. Sebab, tiga parpol koalisi masih belum membahas tentang pasangan capres-cawapres yang akan diusung. Meski masing-masing internal parpol ingin mengajukan kadernya sebagai capres-cawapres, semua perlu dibicarakan bersama-sama.
KIB, lanjutnya, ingin memenangi kontestasi Pilpres 2024. Oleh sebab itu, penentuan capres-cawapres memperhatikan elektabilitas dan akseptabilitas dari survei sejumlah tokoh. Mereka pun akan melihat peta konstelasi dari parpol lain yang juga akan mengajukan pasangan capres-cawapres.
”Kami menghargai PKB yang ingin bergabung, tetapi Cak Imim ini bercanda. Serius untuk maju sebagai capres, tetapi enggak serius ingin bergabung ke koalisi KIB. Kalau bercanda bikin koalisi baru karena masih ada enam parpol lain yang belum menentukan koalisi,” kata Saleh.