Dengan berkoalisi, tiga parpol yang menguasai 25,7 persen kursi DPR itu, praktis mempunyai tiket untuk mengusung pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024. Namun, akankah koalisi Partai Golkar, PPP, dan PAN itu bertahan?
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
Pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu digadang-gadang akan bertahan hingga penyelenggaraan Pemilihan Presiden 2024. Tak berhenti di situ, koalisi tersebut juga akan mencoba menjajaki partai lain agar bisa ikut bergabung. Ke mana koalisi ini akan mengarah, bisakah bertahan lama, dan apa dampaknya bagi kontestasi Pemilu 2024?
Pada Kamis (12/5/2022) malam, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa bertemu di Rumah Heritage, Jakarta. Dalam pertemuan itu, ketiga ketua umum partai tersebut menyepakati pembentukan koalisi yang dinamakan Indonesia Bersatu.
Dengan berkoalisi, tiga parpol yang menguasai 25,7 persen kursi DPR itu praktis mempunyai tiket untuk mengusung pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024. Sejauh ini, partai yang bisa mengusung capres-cawapres sendiri adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Ketentuan ambang batas pencalonan presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU No 7/2017 tentang Pemilu menyatakan, hanya parpol atau gabungan parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya yang dapat mengusulkan capres/cawapres.
Secara matematis, dengan hitungan kursi, Koalisi Indonesia Bersatu bisa menjadi poros baru dalam konstelasi Pilpres 2024. Apalagi, jika melihat sejumlah calon presiden potensial yang muncul di berbagai survei, mayoritas tak punya parpol atau belum diusung oleh parpolnya.
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR Achmad Baidowi mengatakan, PPP sampai sekarang belum memikirkan siapa capres yang akan diusung. Namun, paling tidak koalisi Indonesia Bersatu itu sudah memiliki tiket untuk memajukan capres.
”Siapa pun itu capresnya tentu dengan tiga partai sudah bisa berangkat. Siapa nama figurnya, tentu akan dibicarakan dalam pertemuan berikutnya,” ujar Baidowi.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus mengungkapkan, koalisi juga terbuka kepada parpol lain untuk bergabung. Komunikasi dengan parpol lain juga sudah dijalin cukup lama. ”Kami tentu berharap ada partai-partai lain yang bisa bergabung dengan koalisi ini,” katanya.
Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung menambahkan, dua tahun terakhir, komunikasi terus dijalin antarparpol, baik mendatangi ketua umum partai maupun didatangi ketum partai. Dari berbagai pertemuan formal maupun informal itu, sampai pada satu kesepahaman bersama bahwa silaturahmi yang sebelumnya itu harus dikonkretkan.
”Makanya, kemudian disepakati membangun koalisi sejak awal. Nah, ini sekaligus kami mau menyampaikan ke publik bahwa kami ingin membangun budaya politik baru. Untuk menghadapi pemilu kalau memang bisa dilakukan lebih awal, proses membangun kesepahamannya tentu untuk kepentingan bangsa dan negara,“ tuturnya.
Lodewijk tak memungkiri, pembentukan koalisi ini jadi langkah awal dalam persiapan Pemilu 2024, khususnya pilpres. Tahapan pemilu sudah akan dimulai bulan depan sehingga parpol harus mempersiapkannya secara matang. Ia berharap, pada Pilpres 2024 tidak terjadi polarisasi seperti Pilpres 2019. Untuk itu, diharapkan koalisi ini bisa menghadirkan calon alternatif sehingga tak hanya terpaku pada dua pasangan calon.
”Nah nanti kita lihat, otomatis koalisi yang terbentuk ini akan mengarah ke arah sana, sembari kita lihat perpolitikan nanti,” katanya.
Namun, ia enggan mengungkap tokoh-tokoh berpotensi capres yang akan didekati.
Komunikasi terbuka
Soal potensi koalisi di 2024, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Junimart Girsang mengatakan, partainya tinggal mengikuti keputusan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. ”Kalau masalah koalisi itu, kewenangan Ketum. Catatan saya, satu-satunya partai yang saat ini bisa mengusung capres adalah PDI-P,” katanya.
Ia menyebut, sebenarnya banyak partai yang datang ke Teuku Umar, kediaman Megawati. ”Partai-partai kan banyak yang mau ke PDI-P. Tidak usah bilang siapa, karena pasti banyak. Siapa, misalnya, yang ke Teuku Umar, itu sinyal saja,” ucapnya.
Dari catatan Kompas, saat Lebaran lalu, salah satu pimpinan parpol yang berkunjung ke Teuku Umar adalah Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, partainya memandang positif apa yang dilakukan Koalisi Indonesia Bersatu. Menurut dia, itu merupakan hak bernegara dan hak berdemokrasi. Adapun Gerindra juga membangun komunikasi dengan semua parpol, meski dalam waktu dekat Gerindra belum akan mendeklarasinya. Namun, komunikasi itu sudah terbangun baik termasuk dengan tiga partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu.
”Kami menjalin komunikasi yang baik dengan mereka dengan tokoh-tokohnya, siapa tahu ada jodoh nanti kita ketemu di 2024. Namanya penjajakan, tentu kita semua saling mengajak dan saling diajak, cuma nanti ketemu cocoknya atau tidak, di politik itu kan kurang lebih sama kayak orang pacaran bisa sampai di pernikahan bagus, kalau tidak ya hubungan kami akan tetap baik,” tutur Habiburokhman.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai, sebenarnya inisiatif pembentukan koalisi dini ini menarik terlepas dari motif di balik itu. Sebab, dengan ini, partai mencoba membuat kemungkinan poros koalisi yang lebih awal. Lebih dari itu, perencanaan juga menjadi lebih matang terkait kebijakan politik ke depan jika nanti calon yang diusung terpilih kandidat.
Kedua, jika koalisi dibangun berdasar kesamaan cita-cita, hal itu akan lebih baik untuk menghindari partai-partai yang masuk belakangan atau menghindari partai yang kepentingannya untuk jangka pendek. ”Kan selama ini koalisi dibangun di akhir-akhir. Jadi dengan begitu, tidak memberikan pendidikan politik yang baik karena tak memberi waktu bagi pemilih melihat partai ini kecenderungannya ke siapa,” tuturnya.
Dengan pembentukan koalisi di menit-menit akhir, otomatis tidak memberikan kepastian kepada kandidat yang akan maju di Pilpres 2024. Namun, dalam politik praktis, ia tak memungkiri, dipastikan negosiasi politik sudah terjadi. Ketiga partai ini akan merasa memiliki daya tawar untuk calon yang akan diusung.
Arya mengatakan, ada sejumlah hal yang membuat koalisi ini akan bertahan lama atau tidak. Koalisi akan kuat apabila koalisi bisa mencari kandidat yang mempunyai potensi menang dan mampu melakukan power sharing atau pembagian kabinet yang lebih proporsional. Namun, sebaliknya, koalisi akan melemah jika muncul blok koalisi baru yang menawarkan janji atau portofolio kabinet lebih menarik. Apalagi, nanti muncul koalisi yang mempunyai kandidat yang berpotensi menang tinggi. ”Itu saya kira akan memengaruhi bertahan atau tidak koalisi ini,” kata Arya.