logo Kompas.id
OpiniRobohnya Lumbung Padi Kami
Iklan

Robohnya Lumbung Padi Kami

Gelebeg dan jineng, dalam bahasa Bali menunjuk pada wujud arsitektural yang sama, tetapi memiliki fungsi yang berbeda.

Oleh
PUTU FAJAR ARCANA
· 8 menit baca
Putu Fadjar Arcana
SALOMO

Putu Fadjar Arcana

Mungkin aku terlalu naif jika mengajakmu masuk kembali ke lumbung padi. Sebab sejarah lumbung sudah lama musnah seiring orientasi bertani yang berubah drastis sejak tahun 1970-an. Bertani padi tidak lagi untuk hidup mandiri, tetapi semata-mata menggenjot produksi agar negara merasa aman. Petani boleh banting-tulang di sawah, yang penting negara tidak terancam kekacauan, yang mungkin terjadi karena kekurangan pangan.

Beberapa kali kuucapkan dalam forum ini tentang pepatah tua berbunyi:”Bagai tikus mati di lumbung padi”. Masih ingat? Semoga pepatah ini tidak turut musnah seiring robohnya lumbung padi para petani. Sampai awal tahun 1980-an, di kampungku di Desa Lelateng, Jembrana, Bali, masih mudah menemukan lumbung padi. Meski begitu, fungsinya tidak lagi sebagai penyimpan padi, tetapi hanya tempat kongkow-kongkow para anggota keluarga. Sebutannya pun tidak lagi gelebeg, tetapi berubah menjadi jineng.

Editor:
DAHONO FITRIANTO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000