Maraton Pangan
Empat faktor musiman akan memengaruhi kenaikan harga pangan akhir tahun ini hingga tahun depan.
Maraton gejolak dan pengendalian harga dan stok pangan tengah terjadi. Kondisi itu akan berlanjut hingga tahun depan. Slogan Badan Pangan Nasional ”petani sejahtera, pedagang untung, dan masyarakat tersenyum” akan terus diuji.
Per akhir November 2023, lima dari 11 komoditas pangan pokok yang ditetapkan sebagai cadangan pangan pemerintah harganya tinggi. Kelima komoditas itu adalah beras, cabai (merah dan rawit), bawang merah, gula pasir, dan telur ayam ras.
Berdasarkan Panel Harga Pangan Bapanas, harga beras medium mulai bergerak naik pada Juli 2023. Harga rata-rata nasional beras medium tertinggi terjadi pada Oktober 2023, yakni Rp 13.210 per kilogram.
Meskipun mulai turun, harga komoditas itu masih stabil tinggi pada November 2023, rerata Rp 13.170 per kg. Harga itu masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah berdasarkan zonasi, yakni Rp 10.900 per kg-Rp 11.800 per kg.
Kondisi itu berbeda dengan gula pasir. Harga komoditas yang naik berbarengan dengan beras itu masih meroket, tak kunjung turun. Per 30 November 2023, harga rata-rata nasionalnya tembus Rp 16.500 per kg. Harga gula pasir itu naik 13,7 persen secara tahunan dan 12,12 persen di atas harga acuan penjualan (HAP) di tingkat konsumen.
Di saat harga beras masih stabil tinggi dan harga gula pasir terus menanjak, harga cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan telur ayam ras naik. Harga cabai merah dan rawit naik sejak September 2023, sedangkan bawang merah dan telur ayam ras sejak Oktober 2023.
Harga rata-rata nasional cabai merah dan rawit, misalnya, per 30 November 2023, masing-masing Rp 61.810 per kg dan Rp 75.340 per kg. Harga tersebut jauh di atas HAP cabai merah dan rawit di tingkat konsumen masing-masing Rp 37.000-Rp 55.000 per kg dan Rp 40.000-Rp 57.000 per kg.
Kenaikan harga sejumlah pangan pokok itu akan terjadi akibat sejumlah faktor. Ada yang disebabkan kenaikan biaya pakan, seperti telur ayam ras. Ada pula yang dipengaruhi oleh faktor iklim yang menyebabkan produksi berkurang, seperti beras, bawang merah, cabai, dan gula.
Baca juga: Stok Beras Tertekan Penurunan Produksi dan Restriksi
Faktor musiman
Maraton harga sejumlah pangan pokok pada tahun ini akan berlanjut hingga tahun depan. Hal itu terutama disebabkan oleh empat faktor musiman yang bakal terjadi secara berurutan.
Pertama, periode Natal dan Tahun Baru. Merujuk hasil survei Kemendag terhadap pelaku usaha ritel, permintaan barang kebutuhan pokok pada Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 diperkirakan naik rata-rata 8,8-22,6 persen.
Kenaikan tertinggi terjadi pada daging sapi (22,6 persen), beras (18 persen), gula pasir (16,1 persen), telur ayam (14,4 persen), minyak goreng (13,9 persen), dan daging ayam (13,6 persen). Lonjakan permintaan itu akan berdampak pada kenaikan harga komoditas-komoditas tersebut.
Kedua, masa pemilihan umum (pemilu). Pemilu 2024 yang akan berlangsung pada Februari akan mendongkrak permintaan dan berujung pada kenaikan harga dan inflasi. Hal itu seturut pola kenaikan harga dan inflasi setiap pemilu digelar.
Saat Pemilu 2019 yang berlangsung pada April, misalnya, tingkat inflasi pada bulan tersebut mencapai 0,44 persen secara bulanan dan 2,83 persen secara tahunan. Inflasi terjadi karena kenaikan harga kelompok pengeluaran bahan makanan, yakni sebesar 1,45 persen.
Ketiga, pola musiman kenaikan harga beras. Pola musiman kenaikan harga beras terjadi setahun dua kali, yakni sebelum panen raya hasil musim tanam (MT) I dan II. Kenaikan harga beras sebelum panen raya MT I biasanya terjadi pada Januari dan Februari, sedangkan sebelum panen raya MT II pada Juli dan Agustus.
Hal itu dengan catatan panen raya tidak mundur. Namun, pada tahun depan, Bapanas memperkirakan panen raya bakal mundur dua bulan dari Maret-April menjadi Mei-Juni akibat dampak El Nino.
Sampai-sampai, Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian Edy Priyono mengingatkan agar pasokan dan harga beras di dalam negeri perlu dijaga, terutama pada 2024. Hal ini sangat penting karena beras tidak hanya komoditas ekonomi, tetapi juga komoditas politik (Kompas, 27/11/2023).
Baca juga: Jalan Pemerintah Jinakkan Harga Pangan Bakal Panjang
Keempat, periode Ramadhan dan Lebaran. Ramadhan dan Lebaran pada tahun ini akan berlangsung pada Maret dan April. Memasuki Ramadhan hingga H+7 Lebaran, harga sejumlah pangan pokok biasanya naik sehingga berimbas pada kenaikan inflasi.
Namun, jika daya beli masyarakat masih belum benar-benar pulih, inflasi pada periode tersebut tidak akan melonjak tinggi. Hal itu pernah terjadi pada Ramadhan-Lebaran 2023 yang inflasi bulanannya sebesar 0,33 persen. Tingkat inflasi itu lebih rendah dari periode Ramadhan-Lebaran 2022 yang mencapai 0,95 persen.
Pada tahun depan, Bapanas memperkirakan panen raya bakal mundur dua bulan dari Maret-April menjadi Mei-Juni akibat dampak El Nino.
Baca juga: Di Balik (Angka) Inflasi
Keempat faktor musiman itu akan terjadi secara berurutan mulai Januari-Agustus 2024. Jika El Nino kembali muncul pada semester II-2024, kejadian kenaikan harga pangan pada semester II-2023 bisa terulang. Sebaliknya, jika El Nino tidak terjadi, kenaikan harga pangan akan terjadi pada periode Natal 2024 dan Tahun Baru 2025.
Tak mengheran jika pemerintah berupaya menjaga stabilitas stok dan harga pangan secara masif dan maraton sejak September 2023 hingga Juni 2024. Hal itu, antara lain, berupa impor beras, gula, dan jagung, bantuan langsung tunai, hingga bantuan beras bagi keluarga berpenghasilan rendah.
Pemerintah telah mengalokasikan kuota impor beras sebanyak 3,5 juta ton pada 2023 dan 2 juta ton pada 2024, gula 1,01 juta ton pada 2023, dan jagung 1,2 juta pada 2023. Pemerintah juga akan melanjutkan bantuan beras sebanyak 10 kg per keluarga penerima pada Januari-Juni 2024.
Keempat faktor musiman itu akan terjadi secara berurutan mulai Januari-Agustus 2024.
Sudah atau akankah petani sejahtera, pedagang untung, dan konsumen tersenyum? Pastinya, pada tahun ini petani tengah menikmati kenaikan harga gabah kering panen (GKP). Per 30 November, harga rata-rata nasional GKP di tingkat petani Rp 6.660 per kg. Harga tersebut naik 24,17 persen secara tahunan dan 24,92 persen di atas harga pembelian pemerintah (HPP) GKP di tingkat petani.
Peternak ayam pedaging dan petelur juga diberi kelonggaran oleh pemerintah untuk menikmati keuntungan di tengah mahalnya harga pakan. Selama beberapa tahun terakhir, mereka merugi cukup besar, baik lantaran kenaikan harga pakan, kematian ayam akibat perubahan cuaca, maupun permainan harga yang dilakukan para broker.
Baca juga: Kantor Staf Presiden Ingatkan Hati-hati Kendalikan Harga Pangan
Pedagang, terutama pelaku usaha pangan olahan, juga turut memetik keuntungan. Namun, mereka tidak menaikkan harga terlalu tinggi dan lebih memilih menekan margin lantaran daya beli masyarakat belum relatif kuat.
Bagaimana dengan konsumen? Ada yang masih bisa tersenyum dan ada yang mendapatkan bantalan sosial dari pemerintah. Selan itu, ada pula yang tabungannya pelan-pelan berkurang untuk membiayai kebutuhan harian lantaran upah atau gajinya stagnan.
Maraton gejolak dan pengendalian harga serta stok pangan masih bersambung hingga tahun depan. Slogan Bapanas ”petani sejahtera, pedagang untung, dan konsumen tersenyum” masih akan diuji lagi.
Di sisi lain, peningkatan produksi pangan di dalam negeri secara maraton menjadi kunci. Berbarengan dengan upaya itu, maraton impor pangan yang bisa diproduksi di dalam negeri perlu dikurangi.
Baca juga: ”Adu Balap” Produksi dan Impor Beras di Tahun Politik