Kisah Jaringan Bawah Tanah Gaza dan Strategi Pertahanan Hamas
Israel boleh saja menguasai permukaan tanah wilayah Jalur Gaza. Namun, selama terowongan di bawah tanah di wilayah itu belum mereka jamah, perang belum selesai dan Hamas belum kalah.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·4 menit baca
Pasukan Israel pada Selasa (14/11/2023) malam mendobrak kompleks Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza. Kompleks rumah sakit ini dibangun pada tahun 1946 dan menjadi kompleks rumah sakit terbesar di Jalur Gaza.
Militer Israel berdalih, mereka mendobrak kompleks Rumah Sakit Al-Shifa setelah mendapat informasi intelijen bahwa kompleks rumah sakit tersebut dijadikan salah satu basis perlindungan, pertahanan, dan komando Hamas. Ternyata, pasukan Israel tidak mendapatkan apa-apa di kompleks rumah sakit itu, kecuali tim dokter, para perawat, dan para pasien.
Namun, yang perlu ditekankan di sini adalah kemampuan pasukan Israel mendobrak kompleks Rumah Sakit Al-Shifa di pusat Kota Gaza untuk memberi pesan bahwa pasukan Israel mampu menjangkau tempat mana pun di Jalur Gaza. Artinya, dengan tindakan tersebut, pasukan Israel seolah ingin mengatakan mereka sudah menguasai Kota Gaza.
Jika dianalogikan dengan perang Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)-Israel tahun 1982 di Lebanon, aksi pasukan Israel mendobrak kompleks Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza menyerupai saat pasukan Israel mencapai Jalan Al-Hamra di pusat kota Beirut bagian barat. Seperti halnya juga ketika pasukan AS mencapai pusat kota Baghdad saat invasi AS ke Irak tahun 2003.
Kemampuan pasukan Israel mencapai Jalan Al-Hamra di Beirut barat pada 1982 memaksa pasukan PLO pimpinan Yasser Arafat saat itu hengkang dari Lebanon. Dari Lebanon, PLO memindahkan markasnya ke Tunisia. Demikian juga ketika pasukan AS mencapai kota Baghdad pada tahun 2003, memaksa Saddam Hussein lari dari kota Baghdad.
Apakah Kota Gaza tahun 2023 akan serupa dengan Beirut barat tahun 1982 dan Baghdad tahun 2003?
Sampai artikel ini ditulis, belum ada tanda-tanda Hamas mengangkat bendera putih, alias kalah dan menyerah, meskipun pasukan Israel sudah mendobrak kompleks Rumah Sakit Al-Shifa. Pasukan Israel sampai kini juga belum menemukan tokoh Hamas paling diburu saat ini, yaitu Yahya Sinwar, Pemimpin Hamas di Jalur Gaza, dan Mohamed Deif, panglima militer Hamas.
Pasukan Israel juga belum menemukan tempat disekapnya sekitar 240 tawanan Israel oleh Hamas di Jalur Gaza. Hamas menahan 240 warga saat menyerang wilayah Israel pada 7 Oktober 2023.
Apakah Kota Gaza tahun 2023 akan serupa dengan Beirut barat tahun 1982 dan Baghdad tahun 2003?
Padahal, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sudah memasang target dalam perang Gaza kali ini, yaitu membebaskan 240 sandera dari tangan Hamas serta membunuh Yahya Sinwar dan Mohamed Deif. Deif adalah arsitek serangan Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023.
Suatu hal yang mengejutkan juga, Hamas masih mampu menembakkan rudal ke wilayah Israel saat pasukan Israel sudah masuk ke berbagai titik di Jalur Gaza. Dengan kata lain, pasukan Israel masih gagal menghentikan serangan rudal Hamas ke wilayah Israel meskipun sudah melancarkan serangan darat ke Jalur Gaza.
Ini menunjukkan Hamas di Jalur Gaza lebih hebat dan lebih tangguh daripada PLO saat menghadapi invasi Israel di Beirut tahun 1982.
Israel, dengan dibantu AS, pasti menggunakan satelit dengan teknologi canggihnya untuk mencari tempat disekapnya 240 sandera serta juga tempat bersembunyinya Yahya Sinwar dan Mohamed Deif. Tetapi, mereka masih gagal pula.
Pertanyaannya, di mana tempat 240 sandera disekap di Jalur Gaza? Di mana pula Yahya Sinwar dan Mohamed Deif bersembunyi?
Pertanyaannya, di mana tempat 240 sandera disekap di Jalur Gaza? Di mana pula Yahya Sinwar dan Mohamed Deif bersembunyi?
Sudah rahasia umum bahwa Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya di Jalur Gaza memiliki jaringan terowongan bawah tanah yang cukup luas dan rumit di Jalur Gaza. Jaringan bawah tanah itu diduga kuat sesungguhnya adalah basis pertahanan dan komando Hamas.
Hampir dipastikan, Yahya Sinwar dan Mohamed Deif beserta ribuan serdadu Hamas dengan persenjataannya bersembunyi atau berada di jaringan bawah tanah Jalur Gaza. Jaringan bawah tanah Jalur Gaza itu merupakan rahasia Hamas. Tidak satu pun warga biasa di Jalur Gaza mengetahuinya.
Tentu butuh bertahun-tahun Hamas membangun jaringan bawah tanah di Jalur Gaza itu. Konon, pencetus inisiatif pembangunan jaringan bawah tanah di Jalur Gaza adalah Yahya Sinwar, pemimpin Hamas sekarang, ketika masih disekap di penjara Israel pada tahun 1990-an.
Ide pembangunan jaringan bawah tanah itu kemudian dilaksanakan di sepanjang perbatasan Jalur Gaza dan Mesir untuk menyelundupkan komoditas dari Mesir ke Jalur Gaza dan begitu juga sebaliknya.
Pada saat meletus perang Hamas-Israel tahun 2009 dan 2012, Israel menggempur jaringan terowongan bawah tanah antara Mesir dan Jalur Gaza. Israel menduga, jaringan terowongan bawah tanah itu dijadikan jalur penyelundupan senjata oleh Hamas dari Mesir ke Jalur Gaza. Namun, Israel gagal menghancurkan jaringan terowongan bawah tanah tersebut.
Pemerintah Mesir pasca-berkuasanya Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi tahun 2014 menutup banyak terowongan bawah tanah yang menghubungkan Jalur Gaza dan Mesir. Kairo khawatir, terowongan itu dijadikan jalur penyelundupan senjata dari Jalur Gaza ke kelompok militan Mesir di Gurun Sinai.
Hamas kemudian membangun jaringan bawah tanah itu di bawah kota-kota di Jalur Gaza, seperti Gaza City, Khan Yunis, Rafah, dan kota-kota lain. Bahkan, Hamas juga membangun jarungan bawah tanah itu di bawah rumah-rumah penduduk.
Jaringan bawah tanah tersebut sesungguhnya merupakan kekuatan Hamas. Selama Israel belum mencapai dan menghancurkan jaringan bawah tanah di Jalur Gaza, rasanya sulit bisa mengalahkan Hamas atau memaksa Hamas menyerah.
Israel boleh saja menguasai permukaan tanah wilayah Jalur Gaza. Namun, selama terowongan di bawah tanah di wilayah itu belum mereka jamah, perang belum selesai dan Hamas belum kalah.