Perang Hamas-Israel kini masuk perang kota. Gaza penuh dengan terowongan bawah tanah. Tidak mudah memenangi perang Gaza.
Oleh
REDAKSI
·1 menit baca
Selasa (7/11/2023), tepat sebulan perang Hamas-Israel berkecamuk. Saat mendeklarasikan perang ke Gaza, menyusul serangan mengejutkan kelompok Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menargetkan eliminasi kemampuan militer dan pemerintahan Hamas di Jalur Gaza. Tak hanya kombatan Hamas, warga sipil di Gaza pun tak luput dari gempuran militernya.
Sebulan terakhir, sesuai data Kementerian Kesehatan di Gaza, lebih dari 10.300 warga Palestina, dua per tiga di antaranya adalah perempuan dan anak, tewas. Lebih dari 2.300 orang diyakini tewas terkubur reruntuhan bangunan yang luluh lantak digempur Israel. Di pihak Israel, sekitar 1.400 orang tewas dan sekira 240 orang disandera Hamas.
Sekitar 70 persen dari 2,3 juta jiwa kini hidup terlunta-lunta, mengungsi di tempat perlindungan, seperti sekolah atau rumah sakit, yang tragisnya juga tak luput dari serangan Israel. Israel bersikeras, serangannya ditujukan pada Hamas, yang mereka sebut berlindung atau menjadikan warga sipil sebagai perisai hidup.
Namun, demikian tulis Marc Weller, profesor hukum internasional di Universitas Cambridge, Inggris, di majalah The Economist (27/10/2023), ”Kenyataan bahwa Hamas beroperasi di teritorial padat penduduk tidak menghapus perlindungan hukum bagi warga sipil di teritorial tersebut.” Pembedaan antara kombatan dan warga sipil serta asas proporsionalitas, bagian dari antara elemen hukum humaniter internasional (IHL), jelas kerap diabaikan sejauh ini dalam perang Gaza.
Sementara penyanderaan warga sipil oleh Hamas juga tidak dibenarkan menurut IHL, tuduhan pelanggaran terbesar ditujukan pada Israel. Isu perlindungan warga sipil itu sengaja kita angkat agar lebih menjadi perhatian ketika perang di Gaza sudah masuk fase perang kota. Di fase ini, Israel memfokuskan operasinya di kota Gaza. Meski sebagian warga telah mengungsi ke selatan, puluhan ribu warga masih di Gaza utara.
Perang kota di Gaza menarik perhatian pengamat dan mantan komandan militer terkait keberadaan, menurut estimasi Israel, 1.300 terowongan, yang membentang 483 kilometer di bawah tanah Gaza. Dewan Inovasi Pertahanan dan mantan Direktur Komunikasi di Komando Pusat AS, Joe Buccino, menyebut terowongan Hamas mirip terowongan Viet Cong dalam Perang Vietnam 1968 (Foreign Policy, 1/11/2023).
Dalam terowongan, anggota milisi Hamas yang diperkirakan mencapai 40.000 orang bergerak leluasa di bawah tanah, lalu tiba-tiba muncul dan menyergap dengan amunisi antitank, peluncur granat, dan senjata mematikan lainnya. Keunggulan perlengkapan militer tak selalu berbuah kemenangan pada medan seperti itu.
Tak ada solusi bagi militer Israel untuk menghadapi Hamas di terowongan Gaza, kata John Spencer, Ketua Kajian Perang Kota pada Modern War Institute (Kompas, 8/11/2023). Perang di Gaza akan berlangsung lama. Dampak kemanusiaan yang ditimbulkannya tak terperikan.