Israel Merangsek ke Jantung Gaza, Situasi Kemanusiaan Bakal Memburuk
Situasi di Jalur Gaza diyakini akan semakin buruk seiring serbuan militer Israel di wilayah tersebut. Apalagi, PM Netanyahu telah menolak gencatan senjata.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
GAZA, RABU — Militer Israel telah merangsek semakin dalam ke jantung Gaza. Langkah ini diyakini akan semakin memperburuk situasi kemanusiaan dan memperbanyak jumlah korban di Jalur Gaza. Negara-negara Arab akan bertemu untuk membahas konflik Hamas-Israel dalam pekan ini.
Juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, mengklaim pasukan darat Israel sekarang sedang melakukan operasi darat jauh di dalam Kota Gaza dan menekan Hamas. Namun, juru bicara Hamas di Beirut, Lebanon, Ghazi Hamad, membantah klaim itu.
”Palestina akan berjuang, dan berjuang, dan terus berjuang melawan Israel, sampai pendudukan berakhir,” kata Hamad, Selasa (7/11/2023).
Sebelumnya Israel menolak permintaan Amerika Serikat untuk memberikan jeda pertempuran tiga hari supaya bisa membantu pembebasan sandera. Permintaan itu disampaikan Presiden AS Joe Biden kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pembicaraan melalui telepon, Senin (6/11/2023).
Media AS, Axios, mengutip pejabat Pemerintah AS, menyebut, mereka tengah membahas proposal tentang rencana pembebasan 10-15 warga Israel yang disandera kelompok Hamas. Jeda itu diperlukan untuk memverifikasi identitas semua sandera dan menyampaikannya kepada Hamas.
Dalam pernyatan resmi pada Senin, Gedung Putih menyebut Biden-Netanyahu membahas kemungkinan jeda taktis untuk memberi kesempatan bagi warga sipil di Gaza yang masih berada di Gaza utara untuk meninggalkan wilayah tersebut. Diperkirakan masih ada 900.000 warga Palestina di Gaza utara.
”Tidak ada gencatan senjata dengan Hamas, kecuali sandera yang ditahan dibebaskan,” kata Netanyahu. Pernyataan yang sama disampaikan Presiden Israel Isaac Herzog menanggapi permintaan Wakil Presiden AS Kamala Harris.
Hagari menyatakan, sasaran mereka adalah menghancurkan jaringan terowongan bawah tanah Hamas yang membentang di bawah kota. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan, ”Israel memiliki satu target: menghancurkan Hamas di Gaza, infrastruktur mereka, komandan mereka, bunker, dan ruang komunikasi,” kata Gallant.
Akan tetapi, tidak mudah bagi Israel menghancurkan Hamas. Pasukan Israel yang didukung peralatan tempur lengkap mendapat perlawanan sengit dari anggota Hamas. Menurut laporan yang belum bisa diverifikasi, ribuan anggota Hamas menggunakan taktik gerilya, memanfaatkan jaringan terowongan di seluruh Gaza, melancarkan serangan mendadak ke berbagai posisi pasukan Israel yang tengah mengincar mereka.
Hamad, dikutip dari stasiun televisi Al Jazeera, mengatakan, Gaza tidak akan bisa dihancurkan dan akan tetap menjadi duri bagi AS dan Israel. ”Israel tidak akan mencatat kemajuan apa pun selain melakukan serangan ke berbagai infrastruktur sipil dan mengakibatkan semakin banyak warga sipil yang menjadi korban,” kata Hamad.
Tidak ada gencatan senjata dengan Hamas, kecuali sandera yang ditahan dibebaskan.
Meskipun operasi militer Israel kini terpusat di Gaza utara, wilayah Gaza selatan yang kini menjadi tempat penampungan lebih dari 2 juta warga Gaza juga mendapat serangan. Pejabat kesehatan Palestina mengatakan, sedikitnya 23 orang tewas dalam dua serangan udara Israel pada Selasa di Khan Younis dan Rafah.
Tak sedikit anak-anak yang menjadi korban dalam serangan tersebut. ”Kami sedang tidur, bayi, anak-anak, orang tua,” kata Ahmad al-Najjar, Direktur Umum Kementerian Pendidikan di Gaza, salah satu korban selamat.
Di rumah sakit Al Shifa, Kota Gaza, Um Haitham Hejela berlindung bersama anak-anak kecil di tenda darurat yang terbuat dari kain. Mereka meninggalkan rumah karena serangan udara Israel. ”Situasinya semakin buruk dari hari ke hari. Tidak ada makanan, tidak ada air. Anak saya pergi mengambil air dan harus mengantre selama tiga atau empat jam. Mereka menyerang toko roti, kami tidak punya roti.”
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, setidaknya 122.000 warga Gaza berlindung di rumah sakit, gereja, dan bangunan umum di seluruh Jalur Gaza. Sekitar 827.000 orang lainnya berlindung di sekolah.
Mengontrol keamanan
Pemerintahan Netanyahu berencana memberlakukan kontrol keamanan yang ketat di Jalur Gaza seusai perang kali ini untuk jangka waktu tidak terbatas. Meski demikian, menurut Gallant, Israel tidak tertarik memerintah Gaza.
Penasihat Senior Netanyahu Ophir Falk mengatakan, ada beberapa opsi yang kini tengah dibahas Netanyahu dan para pembantunya mengenai Gaza pascaperang. Salah satu hal yang tengah digodok Israel adalah pembentukan daerah penyangga (buffer zone) yang akan menjauhkan wilayah Palestina dengan Israel. Bila opsi ini diambil, wilayah Palestina, khususnya Gaza, akan semakin menciut.
Gedung Putih belum bersikap soal rencana ini. Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby menyatakan, perlu ada diskusi antara para pihak soal Gaza di masa depan. Apalagi, Biden tidak mendukung pendudukan Gaza oleh Israel pascaperang.
Di Singapura, Rabu, Menteri Investasi Arab Saudi Khalid Al-Falih mengatakan, Arab Saudi akan menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara Arab dan Islam untuk membahas konflik Palestina-Israel. ”Dalam beberapa hari ke depan Arab Saudi akan menggelar pertemuan darurat di Riyadh. Dalam jangka pendek, tujuannya untuk mendorong resolusi damai atas konflik tersebut,” katanya. (AFP/AP/REUTERS)