Keluarga, masyarakat, dan sekolah harus bergerak secara simultan mencegah perundungan dengan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak.
Oleh
REDAKSI
·1 menit baca
Lingkungan yang tidak aman, baik di keluarga, masyarakat, maupun sekolah, merupakan ladang subur tumbuhnya kekerasan, termasuk perundungan, terhadap anak.
Karena itu, ketika kasus perundungan terus terjadi, kita pantas bertanya, ada apa dengan lingkungan di mana anak-anak tersebut tumbuh? Karena, pada dasarnya, anak tumbuh dan berkembang dengan mengimitasi atau meniru pola perilaku orang-orang dewasa di sekitarnya.
Lingkungan yang mengembangkan hubungan saling menghargai dan menghormati akan membentuk anak memiliki empati. Demikian pula sebaliknya, dan dari sinilah perundungan berakar. Laporan Unicef Februari 2020 tentang perundungan di Indonesia menyebutkan, dalam beberapa kasus, pelaku perundungan adalah saksi atau korban kekerasan di rumah atau di lingkungan sekitar mereka, baik kekerasan verbal maupun fisik.
Jadi, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan anak yang melakukan perundungan, juga anak yang menjadi korban karena tidak bisa membela diri. Dan, ketika kasus perundungan terus terjadi, ini menagih tanggung jawab kita semua untuk mengatasinya. Perundungan tak boleh ditoleransi, dan harus dihentikan. Keluarga, masyarakat, dan sekolah harus bergerak secara simultan mencegah perundungan dengan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak.
Pendidikan anak dimulai dari keluarga. Pola asuh dalam keluarga tidak hanya bisa melahirkan anak yang berpotensi melakukan perundungan, tetapi juga anak yang berpotensi menjadi korban perundungan. Program pendidikan pengasuhan (parenting) menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pemahaman orangtua tentang bagaimana seharusnya mereka memperlakukan dan mengasuh anak-anak.
Program pendidikan pengasuhan perlu diperkuat dengan melibatkan pemerintah daerah serta lembaga pendidikan tempat anak-anak bersekolah. Program kabupaten/kota layak anak yang diperkenalkan sejak 2006 tak akan ada artinya jika budaya kekerasan, seperti sikap mau menang sendiri, perilaku diskriminatif terhadap mereka yang terpinggirkan, juga bagaimana kekuasaan digunakan untuk kepentingan pribadi/golongan, terus terjadi di sekitar kita.
Tanpa upaya yang sungguh-sungguh di keluarga dan di masyarakat, sekolah akan menjadi tumpuan karena waktu terbanyak anak-anak bersama teman sebaya adalah saat di sekolah. Tak heran, banyak kasus perundungan terjadi di sekolah. Hasil Asesmen Nasional tahun 2021 atau Rapor Pendidikan tahun 2022 menunjukkan, sekitar 25 persen siswa di Indonesia mengalami berbagai bentuk perundungan.
Di sekolah, guru memegang peranan penting untuk mengatasi perundungan yang dilakukan ataupun terjadi pada murid-murid mereka. Pendidikan yang berpusat pada murid, juga penerapan disiplin positif, menjadi kunci untuk mencegah perundungan di sekolah. Dengan pendidikan yang berpusat pada murid, guru tidak hanya mengenali pribadi dan potensi murid-muridnya, tetapi juga melibatkan murid-murid untuk berperan aktif membangun iklim positif di sekolah. Adapun disiplin positif akan membantu pelaku perundungan untuk mengatasi permasalahan mereka.