Ungkapan Bahasa Perancis dalam Tulisan Berbahasa Indonesia
Tidak semua orang menyadari ungkapan asing dalam tulisan ditujukan untuk menarik hasrat pembaca agar terus membaca tulisan sampai akhir. Ungkapan bahasa Perancis ternyata banyak dipakai penulis untuk menggaet pembaca.
Banyak cara dilakukan penulis agar tulisannya diminati banyak pembaca. Bagi penulis senior, tak sulit baginya untuk membuat si pembaca tetap mengikuti uraiannya, sampai akhir.
Salah satu cara agar tulisannya tetap diminati pembaca adalah dengan menyisipkan kata atau ungkapan berbahasa asing. Selain bahasa Latin dan bahasa Inggris, para penulis juga kerap menyisipkan bahasa Perancis dalam tulisannya.
Berikut beberapa kata atau ungkapan bahasa Perancis yang turut mewarnai tulisan para penulis cendekia itu. Ungkapan-ungkapan berikut dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan yang mereka produksi sejak dulu kala.
Agar tak salah pakai, dalam tulisan ini juga disertakan contohnya. Patut bersyukur pula bahwa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencatat ungkapan-ungkapan itu dan memasukkannya ke dalam lampiran.
Esprit de corps. Ungkapan ini dimaknai sebagai ’semangat setia kawan’. Bisa juga ’rasa kesetiakawanan kelompok (korps) karena kesamaan profesi, misalnya’. Corps pada ungkapan ini menunjukkan makna ’kelompok’, yang diindonesiakan menjadi korps.
Contoh: Anggota TNI umumnya, sesuai dengan esprit de corps, tentu ingin melihat Yudhoyono menjabat sebagai presiden RI sampai tahun 2014 ketika masa jabatannya berakhir. (Sayidiman Suryohadiprojo, ”Akhiri Proses Pembangkrutan”, Kompas 7 Juli 2011)
Force majeure. Kalau diparafrasakan, ungkapan ini berbunyi ’keadaan yang ada di luar kekuasaan seseorang’; ’keadaan kahar’; atau ’keadaan yang memaksa’.
Agar lebih jelas, lihat contoh berikut: Pasal 228 undang-undang yang sama bahkan memungkinkan dilakukannya pemilu lanjutan dan pemilu susulan apabila terjadi situasi force majeure, seperti kerusuhan, bencana alam, dan gangguan keamanan. (Syamsuddin Haris, ”Menyelamatkan Pemilu 2009”, Kompas, 25 Maret 2009)
Noblesse oblige. Arti harfiahnya adalah ’kewajiban bangsawan’. Secara umum, ungkapan ini dipahami sebagai ’kewajiban luhur yang dilakukan orang kaya untuk membantu orang miskin’.
Contoh: Sesuai dengan keragaman pembagian kekuasaan serta etika dan etos noblesse oblige, kekuasaan membawa tanggung jawab, memang pemerintahlah pengembannya yang sentral bersama Dewan Perwakilan Rakyat. (Jakob Oetama, ”Kesempatan Tahun 2008”, Kompas, 2 Januari 2008)
Vis-à-vis. Dalam bahasa Inggris, ungkapan ini diwujudkan dalam kata face to face. KBBI mengartikannya sebagai ’berhadap-hadapan’; ’terhadap’; dan ’mengenai’.
Contoh: Salah satu kontroversi yang sedang kita saksikan saat ini adalah terkait penanganan virus Covid-19, terkait dilema antara pilihan kebijakan vaksin gotong royong vis-à-vis kebijakan vaksinasi gratis. (Airlangga Pribadi Kusman, ”Mendayung di Antara Kesehatan dan Ekonomi”, Kompas.id, 28 Agustus 2021)
Baca juga: Lebih Tepat ”Menersangkakan” atau ”Mentersangkakan”?
L’histoire se répète. Ungkapan bermakna ’sejarah berulang’ ini dimaksudkan sebagai peristiwa yang dulu terjadi, lalu terjadi lagi di masa berikutnya, atau di masa sekarang. Kalau melihat tulisan yang sudah-sudah di media massa, sejarah yang berulang ini sering dikaitkan dengan bidang politik.
Contoh: L’histoire se répète, kata-kata orang bijak, yang berarti sejarah akan berulang, benar-benar menimpa Soeharto. (James Luhulima, ”Orang Besar Itu Telah Tiada”, Kompas, 28 Januari 2008)
Raison d’être. Dari kata raison, kita bisa menduga bahwa kata tersebut bermakna ’alasan’. Reason kalau kata orang Inggris. Harfiahnya ’menjadi alasan’, tetapi kerap diartikan sebagai ’alasan untuk hidup’.
Contoh: Era upaya Reformasi berlangsung di tengah-tengah puncak ketidakpedulian pada bangsa. Begitulah, maka di horizon yang tanpa bangsa, pahlawan pun kehilangan raison d’être-nya. (Mochtar Pabottingi, ”Kepahlawanan dan Kebangsaan”, Kompas, 10 November 2011)
Par excellence. Makna ungkapan ini adalah ’dalam tingkat kesempurnaan yang tinggi’; ’tidak berbanding’.
Contoh: Indonesia yang terpuruk ini adalah sebuah laboratorium hukum par excellence di dunia. Oleh karena itu, marilah kita bekerja keras mendayagunakan laboratorium Indonesia itu untuk membangun kembali hukum kita yang terpuruk. (Satjipto Rahardjo, ”Hukum Indonesia Bersatu”, Kompas, 4 Januari 2008)
Fait accompli adalah sesuatu yang tidak dapat dipersoalkan lagi karena sudah selesai (dilaksanakan). Contoh: ... posisi pasien, dirugikan seberat apa pun—hingga nyawa—tak ada pilihan. Dalam diagnosis, dalam peraturan tiap rumah sakit yang berubah-ubah, dalam resep, dalam biaya, dan lainnya. Beruntung bila satu-dua pasien cukup kritis, ia bisa menemukan hak-haknya yang umumnya kabur. Bagi masyarakat awam, hanya pasrah menerima fait accompli. (Radhar Panca Dahana, ”Rumah (yang) Sakit, Kompas, 14 Maret 2009)
Chef de mission. Di ruang maya ada dua versi dari ungkapan yang bermakna harfiah ’kepala misi’ ini. Kalau didefinisikan, ungkapan ini berarti ’orang yang ditugasi pemerintah untuk memimpin rombongan kesenian, olahraga, dan sebagainya melawat ke negara lain dengan tugas memperkenalkan negaranya, menjalin persahabatan, dan membuat prestasi tertentu (KBBI)'.
Selain chef de mission, ada juga yang menulis chief de mission. Orang yang menulis chief de mission bisa diduga tidak cermat dalam berbahasa. Ia menganggap ini bahasa Inggris. Sayangnya, si penulis dimaksud tidak sekalian saja menulis chief the mission.
Contoh: Tim yang dikomandani chef de mission Eric Thohir dan berkekuatan 22 atlet itu harus berterima kasih kepada dua lifter putra, Eko Yuli Irawan dan Triyatno, yang menyumbang keping perunggu kelas 62 kg dan perak kelas 69 kg. (Anton Sanjoyo, ”Quo Vadis Pembangunan Olahraga Nasional”, Kompas, 31 Agustus 2002)
Rendezvous. KBBI memberi dua makna untuk ungkapan ini. Pertama, tempat bertemu atau berkumpul; dan kedua, bertemu pada waktu dan tempat yang ditentukan; kencan.
Contoh: Apabila dibiarkan berlarut-larut, masa depan kerja sama ASEAN terancam tidak menentu dan cenderung menjadi arena rendezvous para pejabatnya saja. Ternyata di usia ke-48, masa depan ASEAN pun belum pasti. (Andre Notohamijoyo, ”Masa Depan ASEAN”, Kompas, 31 Oktober 2015)
À charge. Jika à charge bermakna ’memberatkan, sebaliknya à décharge bermakna ’meringankan’. Keduanya dikaitkan dengan kesaksian satu orang atau lebih dari satu orang yang memberatkan atau meringankan terdakwa. Ungkapan ini biasanya dipakai dalam bidang hukum.
Contoh: Keterangan ahli ini lalu dijadikan pegangan oleh penasihat hukum FS dan PC untuk mengatakan bahwa terjadi pelecehan seksual terhadap klien mereka di Magelang. Ini sebenarnya menarik mengingat saksi yang memberatkan (à charge), yakni Apsifor, malah dianggap menguntungkan (baca: meringankan atau à décharge) oleh terdakwa. (Adrianus Meliala, ”Kasus Sambo dan Prinsip Keraguan Rasional”, Kompas, 3 Maret 2023)
Baca juga: Kata ”Langsung” yang Membuat Kalimat Tidak Efektif
Milieu. Kata ini berarti ’lingkungan’. Contoh: Anak yang dibesarkan dengan ilmu saja hanya berhasil survive di milieu yang santun. Hanya aman bila bekerja di bisnis keluarga, berada di lingkungan familiar, dan yang jalannya mulus tak berliku. Jadi panik dan gamang ketika dikelilingi intrik, dan penyakit hierarkiologic dalam bekerja. (Handrawan Nadesul, ”Pendidikan Anak: Pengetahuan Tersembunyi”, Kompas, 4 Februari 2008)
Guillotine. Kata ini dijelaskan KBBI sebagai pisau pemenggal kepala yang digunakan di penjara-penjara Perancis, terkenal karena dipakai sebagai alat eksekusi hukuman mati bagi Raja Louis XVI dan istrinya, Marie Antoinette.
Dalam perkembangannya, kata ini dipakai untuk menggambarkan sesuatu yang ditujukan pada orang yang mencari masalah, tanpa ada solusi yang memadai.
Contoh: Anda tahu bukan, bagaimana bunga kartu kredit itu menjerat, apalagi kalau Anda hanya membayar nilai minimalnya saja? Ia akan seperti pisau guillotine yang siap mencabut nyawa Anda. Saya hanya ingatkan, biarkan Mbak Marie Antoinette saja yang mengalaminya. Anda tak usah bersaing dengannya! (Samuel Mulia, ”Si Pengutang”, Kompas, 3 Februari 2008)
Ungkapan lain yang juga sering muncul adalah exploitation de l’homme par l’homme (penindasan manusia atas manusia), laissez faire, laissez passer (semboyan ekonomi liberal abad ke-18 yang berpendirian bahwa pemerintah tidak layak mencampuri usaha-usaha ekonomi dan sebaliknya membiarkan semua pihak saling bersaing), dan liberté, égalité, fraternité atau kebebasan, persamaan, dan persaudaraan (semboyan pejuang Revolusi Perancis tahun 1789).
Ada pula ungkapan yang lebih pendek, seperti aide-mémoire (nota tambahan), gala première (pertunjukan perdana film yang dimeriahkan dengan pesta), avant-garde (garda depan, kelompok seniman yang karyanya membawa pembaruan, eksperimental, dan inovatif), dan chauvinisme (cinta tanah air secara sangat berlebihan).
Nur Adji, Penyelaras Bahasa Kompas