Lebih Tepat ”Menersangkakan” atau ”Mentersangkakan”?
Kemunculan dua kata yang bersaing, seperti ”menersangkakan” dan ”mentersangkakan”, tidak akan terjadi jika pengguna bahasa tahu prinsip pembentukan kata.
Oleh
Didik Durianto
·4 menit baca
Sungguh menarik mencermati berita politik dan hukum, apalagi perkara korupsi dan kriminalitas. Namun, sungguh menggeramkan menyaksikan tindak pidana yang antara lain dilakukan pejabat negara dan pemerintahan. Bikin heboh publik saja.
Beberapa contoh kasus hukum yang menghebohkan publik antara lain keterlibatan Sekretaris Mahkamah Agung dalam kasus dugaan korupsi pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika terjerat kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur menara base transceiver station, yang merugikan negara hingga Rp 8 triliun.
Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan sekretaris Mahkamah Agung itu sebagai tersangka. Adapun kasus eks menteri tersebut segera disidangkan setelah Kejaksaan Agung menetapkan dirinya sebagai tersangka.
Terkait hal itu, muncul beberapa variasi istilah soal penetapan dari terduga menjadi tersangka oleh jajaran kejaksaan ataupun penyidik kepolisian sebagai penegak hukum. Hal itu tecermin dalam pemberitaan di media massa dan media sosial. Ada istilah disangkakan, menjadikan tersangka, penetapan tersangka, menersangkakan, dan mentersangkakan.
Untuk istilah menersangkakan dan mentersangkakan, apakah sah-sah saja pemakai bahasa mempertukarkan kedua istilah itu secara manasuka alih-alih sebagai strategi variasi kata? Ataukah sebaiknya dipilih salah satunya sebagai prinsip berkalimat yang baik dan benar?
Berikut contoh penggunaan kata menersangkakan dan mentersangkakan yang dikutip dari media massa daring.
♦ Setelah Eliezer mengakui perbuatannya, penyidik menersangkakan Ricky dan Kuat dalam kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
♦ ”Konstruksi yang dibangun oleh penyidik ini harus mentersangkakan semua yang ada di Duren Tiga,” ujar bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu.
Dua versi
Menersangkakan atau mentersangkakan berkelas verba alias kata kerja. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat. Verba merupakan unsur yang sangat penting di dalam kalimat. Sebab, dalam kebanyakan hal, verba akan berpengaruh besar terhadap unsur lain yang harus ataupun tidak boleh ada dalam kalimat tersebut.
Tentu saja, penerapan verba/predikat yang jernih dan apik dalam praksis berkalimat akan memudahkan pembaca ataupun pendengar memahami informasi yang terkandung dalam kalimat.
Untuk mengetahui manakah di antara kata menersangkakan dan mentersangkakan yang tepat menurut kaidah bahasa, mau tidak mau kita harus menelusuri proses pembentukan kata itu.
Dua kata tersebut mengalami pengimbuhan berjenis gabungan imbuhan karena terdapat imbuhan yang terletak pada awal kata (meng-) dan akhir kata (-kan) secara sekaligus.
Perihal menersangkakan, ada yang berasumsi bahwa kata dasar dari menersangkakan ialah tersangka. Maka, fonem /t/ pada kata tersangka luluh karena mendapatkan meng-...-kan, menjadi menersangkakan. Peluluhan jenis ini umumnya terjadi terhadap kata dasar dengan fonem /k, p, t, s/.
Contoh:
♦ meng- + korupsi → mengorupsi
♦ meng- + publikasi → memublikasi
♦ meng-…-kan + tera → menerakan
♦ meng-…-kan + sinkron → menyinkronkan
Adapun ihwal mentersangkakan, kata bentukan ini diasumsikan berasal dari kata dasar sangka. Karena kata dasar sangka sudah mendapatkan awalan ter- (tersangka), fonem /t/ pada kata tersangka tidak luluh.
Berikut pola pembentukan kata mentersangkakan:
♦ ter- + sangka → tersangka
♦ meng-…-kan + tersangka → mentersangkakan
Pemilihan kata mentersangkakan, bukan menersangkakan, seturut dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pada KBBI V, lema mentersangkakan memiliki makna ’menjadikan seseorang tersangka’. Contoh: Komisi Pemberantasan Korupsi telah mentersangkakan pejabat itu. Adapun lema menersangkakan tidak diakomodasi oleh KBBI.
Pola serupa bisa dideteksi pada kata menertawakan atau mentertawakan. Kata menertawakan diasumsikan berkata dasar tertawa. Maka, fonem /t/ pada kata tertawa luluh.
KBBI mengategorikan kata menertawakan sebagai bentuk tidak baku. Adapun kata mentertawakan mendasarkan bahwa kata dasarnya ialah tawa. Karena kata tawa sudah beroleh awalan ter- (tertawa), fonem /t/ pada kata tertawa tidak luluh.
KBBI mengategorikan kata mentertawakan sebagai bentuk baku dan memiliki beberapa makna, yaitu (1) tertawa akan; tertawa terhadap: saya mentertawakan tingkah lakunya, bukan perkataannya; (2) tertawa karena (melihat kesalahan orang dan sebagainya); (3) menghinakan, mengejek, dan sebagainya: orang akan mentertawakanmu kalau engkau mengenakan baju merah; dan (4) menjadikan (menyebabkan) tertawa: gerak mimiknya yang lucu itu mentertawakan penonton.
Contoh lain
Contoh lain tersua pada kata menerpurukkan atau menterpurukkan. Kata menerpurukkan diasumikan berasal dari kata dasar terpuruk. Maka, fonem /t/ pada kata terpuruk luluh. KBBI tidak menampung kata menerpurukkan.
Adapun kata menterpurukkan mendasarkan bahwa kata dasarnya ialah puruk. Karena kata puruk sudah beroleh awalan ter- (terpuruk), fonem /t/ pada kata terpuruk tidak luluh.
KBBI mengategorikan kata menterpurukkan sebagai bentuk baku dan memiliki makna ’membuat jadi terpuruk atau merosot’. Contoh: krisis global dikhawatirkan menterpurukkan ekonomi global.
Contoh kalimat lain: Selain mencederai marwah institusi, korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara ataupun pejabat pemerintahan juga menterpurukkan sang koruptor ke jurang kenistaan.
Prinsip sederhana untuk mengetahui bentuk yang tepat dari kata yang mengalami pengimbuhan (kata bentukan/kata jadian) adalah dengan mencari kata dasarnya. Sumber rujukan untuk mencari kata dasar tentu saja KBBI.
Maka, bentuk yang tepat untuk beberapa contoh di atas adalah mentersangkakan, mentertawakan, dan menterpurukkan. Ketiga kata berimbuhan itu berkata dasar sangka, tawa, dan puruk, bukan tersangka, tertawa, dan terpuruk.