Untuk mendapatkan pasar yang lebih besar, Tiktok dikabarkan membakar uang untuk tumbuh eksponensial. Tiktok menghabiskan banyak uang untuk insentif bagi pembeli dan penjual.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·5 menit baca
Tiktok tengah bertransformasi. Aplikasi ini bukan saja menjadi kanal untuk berbagai konten video pendek. Mereka tengah berjuang menjadi aplikasi belanja yang makin memudahkan pembeli. Transformasi ini menjadi ancaman serius bagi mereka yang berbisnis tidak hanya jual beli barang, tetapi juga buat mereka yang berbisnis logistik. Perubahan yang dilakukan Tiktok terjadi di banyak negara. Mereka tengah berusaha melawan petahana. Gerakan melawan Tiktok pun mulai terjadi.
Di Amerika Serikat, Tiktok telah menandatangani kesepakatan bisnis dengan sebuah perusahaan logistik. Perusahaan ini dipilih karena mampu memastikan bahwa produk yang dibeli orang di aplikasinya tiba dengan lancar di depan pintu mereka. Langkah ini merupakan bagian penting dari upaya aplikasi video untuk mengubah dirinya menjadi kanal untuk tujuan belanja. LamanThe Information menyebutkan, saat ini mereka sedang menguji layanan pemenuhan terhadap kebutuhan Tiktok untuk jasa logistik yang diinginkan dengan perusahaan-perusahaan logistik di AS.
Tiktok dikabarkan bermitra dengan sebuah perusahaan logistik yang menyewakan dan mengoperasikan gudang untuk menyimpan produk dan mengemas serta mengirimkan pesanan kepada pembeli daripada membangun jaringan gudangnya sendiri. Pendekatan ini kontras dengan pesaingnya, seperti Amazon, yang telah menghabiskan puluhan miliar dollar AS untuk membangun jaringan logistiknya sendiri selama lebih dari dua dekade. Langkah Tiktok diperkirakan lebih efisien dan mampu melayani lebih cepat. Apa yang dilakukan Tiktok di AS ini merupakan upaya global mereka untuk menjadikan aplikasi video pendek ini menjadi aplikasi belanja daring.
Orang menoleh Tiktok untuk menjual barang sudah mulai sejak beberapa waktu lalu. Laman Chargeretaildari Inggris menyebutkan, pemengaruh (influencer) beralih ke Tiktok untuk berbelanja. Mereka lebih memilih platform itu daripada aplikasi media sosial lain, seperti Instagram dan Snapchat. Platform Analisis Media Sosial GlobalData, sebuah perusahaan analisis data, menganalisis diskusi terkait belanja dalam enam bulan terakhir. Mereka menemukan bahwa Tiktok muncul dalam percakapan terkait belanja sebanyak 37 persen, mengungguli Youtube 27 persen, Pinterest 22 persen, Instagram 7 persen, dan Snapchat 6 persen.
Laporan beberapa media juga menyebutkan, Tiktok telah melakukan investasi tambahan dalam bisnis ritel di Asia Tenggara. Alasan utama mereka adalah mendorong aplikasi video pendek tersebut di pasar di luar pasar Amerika Serikat dan India sehingga bisa menciptakan aliran pendapatan alternatif. Aplikasi belanja Tiktok Shop memungkinkan pedagang, pemilik merek, dan pembuat untuk memamerkan dan menjual barang mereka kepada pengguna.
Untuk mendapatkan pasar yang lebih besar, Tiktok dikabarkan membakar uang untuk tumbuh eksponensial. Tiktok menghabiskan banyak uang untuk insentif bagi pembeli dan penjual. Jonathan Woo, analis senior di Phillip Securities Research, yang dikutip CNBC, memperkirakan insentif yang digelontorkan 600 juta dollar AS hingga 800 juta dollar AS per tahun atau 6-8 persen dari nilai 10 miliar dollar AS total penjualan barang bruto (GMV) pada tahun 2023. Tiktok makin mengancam karena pada saat yang bersamaan mengenakan pungutan sangat rendah dibandingkan platform lain.
”Tiktok terus berkembang pesat di negara-negara Asia Tenggara. Kami memperkirakan nilai penjualan barang bruto Tiktok tahun 2023 akan mencapai 20 persen dari nilai penjualan Shopee,” kata Shawn Yang, analis di Blue Lotus Research Institute, dalam sebuah laporan baru-baru ini di Sea Grup, pemilik Shopee, yang dikutip juga dari CNBC. Ancaman itu makin nyata karena pengunduhan aplikasi penjual Tiktok mengalami kenaikan, sementara pengunduhan pemain-pemain lain mulai mengalami penurunan.
Meski demikian, sejumlah pengamat melihat fenomena Tiktok ini belum teruji. Mereka masih mengandalkan model bakar-bakar uang yang tidak akan bisa berlangsung lama. Apalagi di masa uang sangat mahal. Untuk menggelontorkan dana, tidaklah mudah. Mereka hanya mengulang cara-cara lama yang bakal kerepotan sendiri ketika insentif itu mulai berkurang. Sementara pemain lain sudah melampaui cara-cara seperti ini dan mulai berada pada fase untung.
Kepindahan penjual dan pembeli ke Tiktok juga belum menjamin mereka nyaman berada di tempat itu. Apalagi Tiktok lebih familiar bagi pengguna umur tertentu sehingga penjual dan pembeli tidak mudah untuk pindah. Ada upaya Tiktok untuk melawan mitos umur ini, tetapi tetap saja akan berlaku kenyataan yang mana setiap platform memiliki kekhasan usia pengguna.
Kemampuan pemain lokal untuk mempertahankan penjual dan pembeli tengah mengalami ujian. Mereka akan bertahan bila kenyamanan berbelanja bisa ditingkatkan. Platform juga harus memastikan produk-produk yang dijual merupakan produk bukan palsu dan kualitas terjaga. Kecepatan pengiriman barang juga masih bisa ditingkatkan semisal pengiriman kawasan Jabodetabek yang masih sering harus menunggu lebih dari 24 jam, padahal bisa kurang dari 24 jam. Biaya tersembunyi yang kerap diterapkan oleh pedagang pada biaya pengiriman masih sering muncul meski tidak banyak, tetapi juga harus ditangani.
Lobi-lobi ke pemerintah untuk menjaga pemain dalam negeri mungkin perlu dilakukan lebih intensif. Akan tetapi, lobi-lobi untuk menghentikan Tiktok Shop dengan alasan mereka adalah platform media sosial, bukan platform perdagangan daring sepertinya tidak efektif. Bila saja Tiktok Shop kelak menjadi aplikasi tersendiri, alasan itu menjadi buyar. Upaya untuk melarang Tiktok meski telah dilakukan oleh 12 negara juga dipastikan akan menimbulkan implikasi hubungan internasional yang tidak sederhana.
Lobi dilakukan untuk mengingatkan pemerintah karena selama ini sering tergoda untuk memberi angin kepada pemain luar negeri demi alasan meningkatkan investasi dan juga untuk kepentingan alih teknologi. Akan tetapi, salah satu analisis menyebutkan, alih teknologi itu kerap tidak terjadi alias pepesan kosong saja. Alasan terjadi transfer teknologi hanya pemanis belaka. Pemerintah sering terpesona dengan janji di muka seperti ini, tetapi tidak pernah menagih transfer teknologi itu.
Lobi dilakukan agar pemerintah segera menyadari bahwa saatnya mereka peduli dengan pemain dalam negeri yang telah bersusah payah mengembangkan platform bikinan anak-anak negeri. Lobi lebih lanjut sepertinya akan efektif ketika para pemain dalam negeri meminta agar pemerintah tidak memberi kemudahan dan fasilitas bagi para pemain platform perdagangan dari luar negeri. Dalam prinsip realisme, pada akhirnya kepentingan nasional menjadi sandaran dibandingkan bermanis-manis menjadi ”orang baik” dalam percaturan diplomasi ekonomi menghadapi aktor-aktor dari luar.