Pemadanan ”baby boomer” menjadi ”anak orla” diduga karena adanya kemiripan terkait rentang waktu. Pertimbangan dengan satu aspek itu dikhawatirkan bisa menyebabkan ”sesat konsep”.
Oleh
Tendy K Somantri
·2 menit baca
Pada posan di Facebook, 13 Mei 2023, Ivan Lanin melampirkan padanan istilah asing hasil diskusi Sidang Komisi Istilah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Beberapa kata tampaknya ”bermasalah”. Para komentator di dinding Facebook pendiri Narabahasa itu rata-rata mempertanyakan padanan-padanan tersebut.
Pemadanan baby boomer menjadi anak orla, umpamanya. Ada pula beberapa padanan lain yang juga membuat saya penasaran. Misalnya, mengapa dipilih kata lomba, bukan balap atau adu, pada padanan lomba lintasan lurus untuk istilah drag race?
Ketiga kata itu tampak bersinonim, tetapi sebenarnya ada nuansa makna yang berbeda. Begitu juga padanan ayunan suasana hati untuk mood swing atau musik dansa dub untuk dubstep.
Padanan-padanan lain tidak saya pertanyakan karena—setidaknya menurut saya—tidak ”sesat konsep”. Suatu padanan dapat mengalami ”sesat konsep” karena jejak yang hilang dari konsep istilah asal. Banyak hal bisa menjadi penyebabnya berkaitan dengan perbedaan pemahaman dan kultur antara pemadan istilah dan masyarakat pemilik istilah. Perbedaan itu menyebabkan gradasi makna, tipis ataupun tebal.
Pada padanan anak orla, saya merasa gradasi makna terlalu tebal karena latar belakang yang berbeda. Istilah baby boomer muncul dalam ranah demografi di Amerika Serikat (AS) dengan latar belakang ledakan penduduk setelah Perang Dunia II dalam rentang waktu 1946-1964. Adapun istilah orde lama (orla) muncul dalam ranah politik dan pemerintahan di Indonesia pada rentang 1945-1966 (ada juga yang menyebutkan 1959-1966, periode Demokrasi Terpimpin).
Saya menduga pemadanan baby boomer’anak orla’ diajukan hanya karena kebetulan ada kemiripan pada rentang waktu. Pertimbangan dengan satu aspek itulah yang membuat saya khawatir.
Suatu padanan dapat mengalami ”sesat konsep ” karena jejak yang hilang dari konsep istilah asal.
Pada aspek makna, istilah anak orla bisa saja berarti ”anak zaman orde lama” yang dapat dikontraskan dengan ”anak (zaman) orde baru” dan ”anak (zaman) reformasi”. Misalnya pada kalimat ini: Berbeda dengan anak Orla dan anak Orba, anak Reformasi bertumbuh dengan sikap kritis.
Masalah lain juga bisa terjadi pada saat penerjemahan dari bahasa asing, seperti pada kalimat dalam kamus Merriam-Webster: (especially) baby boomer is a person born in the U.S. following the end of World War II (usually considered to be in the years from 1946 to 1964). Apabila kita terjemahkan baby boomer sebagai anak orla, apakah kalimat yang muncul tidak akan membingungkan? Apakah di AS pernah ada yang namanya Orde Lama?
Lalu, apa padanan untuk baby boomer? Kita tak perlu jauh-jauh melanglang ke masa Orde Lama, cukup lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Di sana ada kata bayi dan bum sebagai lema.
Penutur bahasa Indonesia pasti tahu makna kata bayi, sedangkan bum? Ya ini, dalam KBBI tercantum dua makna untuk lema bum. Pada makna kedua, bum berarti ’peningkatan (perluasan, penambahan, dan sebagainya) yang pesat (tentang ekonomi dan sebagainya)’.
Dengan demikian, kita dapat memadankannya dengan cara penerjemahan langsung, baby boom menjadi bum bayi dan baby boomer menjadi bayi bumer. Andaikan mereka menyingkat istilah itu menjadi boomer atau BB saja, kita pun bisa menyebutnya bumer atau BB juga. Jejak konsepnya tidak hilang dan Gen Bayi Bumer tetap bisa bersanding dengan istilah Gen X, Gen Y, Gen Z, dan Gen Alfa.
Tendy K Somantri, Pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Unpas Bandung