Bahasa adalah entitas yang berubah seturut perubahan penggunanya. Ada faktor di luar bahasa yang membuat aturan baku harus bersifat lentur. Kalau tidak, bahasa akan kehilangan sifatnya yang dinamis.
Oleh
Tim Penyelaras Bahasa Kompas
·4 menit baca
Berbahasa tidak semata berpatokan pada aturan yang baku dan sudah berlangsung lama di harian ini. Karena itu, ada guyonan, ”bahasa Indonesia itu mudah, yang sulit itu bahasa Kompas”. Guyonan itu kerap terucap dalam diskusi kebahasaan di lingkup media ini.
Hal itu terjadi karena bahasa adalah entitas yang berubah seturut perubahan penggunanya. Ada faktor di luar bahasa yang membuat aturan baku harus bersifat lentur sehingga kadang jadi disebut sulit. Kalau tidak, bahasa akan kehilangan sifatnya yang dinamis.
Selingkung
Banyak kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tak sepenuhnya dipakai di Kompas. Kata cokelat, yang berarti ’nama buah’ dan ’salah satu jenis warna’, di surat kabar ini ditulis cokelat dan coklat. Demikian pula kata orang tua, yang bermakna ’orang yang tua’ dan ’ayah ibu kandung’, di Kompas ditulis orang tua dan orangtua.
Untuk semua hal yang merujuk pada wanita, digunakan kata perempuan. Kata perempuan dianggap mempunyai makna yang lebih terhormat. Kata empu pada perempuan berarti ’mulia’ atau ’mahir’. Sementara kata wanita dianggap berasal dari wani ditata, yang artinya ’bisa diatur’. Terkesan kata ”bisa diatur” itu meletakkan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Kata perempuan menempatkan perempuan sebagai sosok yang di-orang-kan.
Kata perempuan dianggap mempunyai makna yang lebih terhormat. Kata empu pada perempuan berarti ’mulia’ atau ’mahir’.
Kompas juga berusaha memadankan nama lembaga/organisasi internasional ke dalam bahasa Indonesia. Bank Pembangunan Asia, Bank Dunia, dan Forum Ekonomi Dunia, umpamanya, menjadi padanan untuk Asian Development Bank, World Bank, dan World Economic Forum.
Kendati terkadang kata asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia itu tak sepopuler kata asingnya, pemadanan ke dalam bahasa Indonesia tetap diupayakan.
Untuk mencegah ketidakkonsistenan dalam pemakaian kata, dibuatlah buku panduan dan laman selaras.kompas.id. Pada kedua produk itu, hal-hal yang terkait dengan gaya selingkung dicantumkan.
Kebijakan bahasa
Pihak yang menentukan pemakaian kata di Kompas adalah Tim Bahasa. Dari tim inilah muncul keputusan mengenai kata yang boleh dan tidak boleh dipakai di Kompas.
Dalam kondisi harus ada keputusan segera, sering kali keputusan bisa diambil manajer produksi, yang sekaligus adalah Wakil Ketua Tim Bahasa. Keputusan biasanya dirundingkan dengan anggota Tim Sunting dan penyelia penyelaras bahasa. Selanjutnya, keputusan diinformasikan kepada Tim Bahasa dan dibawa ke rapat redaksi.
Adapun usulan mengenai kata yang akan dipakai bisa dilakukan siapa saja: reporter, editor, penyelaras bahasa, bahkan pembaca. Sarananya bisa macam-macam. Ada surat pembaca, kolom Bahasa, rubrik Ulas Bahasa, dan rubrik tempat si wartawan bertugas.
Usulan dari wartawan malah kerap di luar pemikiran orang-orang yang setiap hari berkutat dengan bahasa. Pada terbitan Kompas Minggu, umpamanya, sering muncul padanan yang menarik untuk sejumlah kata asing. Mereka kreatif mereka-reka padanan dan jeli menemukan padanan kata yang sudah tercantum dalam KBBI, tetapi masih kurang populer bagi pembaca.
Kata pugasan, misalnya, muncul dalam tulisan kuliner sebagai padanan dari garnish. Walaupun pugasan tercatat sebagai kata baku dalam KBBI, banyak pengguna bahasa yang belum tahu arti sesungguhnya. Banyak yang malah lebih familiar dengan kata garnish.
After taste seperti rasa yang terkenang-kenang. Maka, dipadankanlah after taste dengan kenang rasa.
Dari rubrik kuliner juga muncul ungkapan kenang rasa sebagai padanan dari after taste. Si peramu kata itu adalah wartawan Kompas, Sarie Febriane. Menurut dia, after taste seperti rasa yang terkenang-kenang. Seperti orang habis makan durian, kira-kira begitu. Maka, dipadankanlah after taste dengan kenang rasa.
Wartawan juga sering membentuk kata sendiri. Kata seusai, misalnya, telah digunakan sejak Februari 1975. Kata ini dipakai untuk membedakan dengan kata usai, yang artinya ’berakhir’ atau ’selesai’. Kata seusai itu kini telah banyak dipakai pengguna bahasa dan diakui sebagai warga KBBI (divalidasi untuk pemutakhiran pada 28 April 2021).
Hal-hal itu membuktikan bahwa kreasi kami pun akhirnya dapat diterima dan digunakan banyak pihak sebagai bentuk dari pengembangan bahasa persatuan kita. Semua itu pada akhirnya bermuara pada satu tujuan: pengembangan bahasa dan memuliakan bahasa Indonesia.
(Tim Penulis:Nur Adji, Priskilia B Sitompul, Didik Durianto, FX Sukoto, Apollo Lase, Teguh Candra, Lucia D Puspita Sari, Rosdiana, Anton Galih, Nanik Dwiastuti, Yuliana )