Pengetahuan baru tentang Asia dan Afrika melengkapi pengetahuan tentang Eropa. Dari situ peneliti berteori besar tentang sosok manusia secara universal dengan mengenali berbagai perbedaan dan persamaannya.
Oleh
Ariel Heryanto
·4 menit baca
Paruh kedua abad lalu merupakan zaman emas Kajian Indonesia di dunia. Ini bukan julukan pada penelitian atau pendidikan tentang Indonesia secara umum. Ini istilah baku, merujuk pada kegiatan, komunitas dan kelembagaan di luar Indonesia yang menggunakan istilah Indonesian Studies atau Kajian Indonesia sebagai identitas formal.
Sebagian besar kajian akademik paling berpengaruh di dunia tentang Indonesia tumbuh dari masa jaya Kajian Indonesia. Sebagian besar bukan karya orang Indonesia. Tidak ditulis dalam bahasa Indonesia. Tidak beredar luas di toko buku atau perpustakaan di Indonesia.
Sejak akhir abad lalu kejayaan Kajian Indonesia memudar, walau tidak sepenuhnya punah. Jumlah peminat di kalangan muda merosot berkelanjutan. Sebagian lembaganya ditutup. Penyebab kebangkitan dan kemerosotan Kajian Indonesia menarik dibahas. Tapi ada satu topik berkait yang lebih mendesak untuk dicatat di sini.
Beberapa ahli tentang Indonesia dari masa itu berminat mewariskan harta pustaka mereka ke lembaga di Indonesia setelah mereka meninggal. Entah seberapa meluas minat itu di kalangan mereka. Topik ini biasanya tidak dibahas terbuka, apalagi dengan pihak yang tidak dikenal. Dari bisik-bisik dengan beberapa pihak terkait, kesan saya jumlahnya tidak kecil.
Yang bisa mereka wariskan bukan hanya karya sendiri, tetapi juga bahan mentah di balik karya-karya itu. Ada buku langka. Ada benda bersejarah, surat pribadi, foto, selebaran gelap dan catatan harian, atau naskah yang tidak pernah diterbitkan. Warisan itu luar biasa, karena datang dari masa keemasan yang terjadi hanya sekali dalam sejarah dan mungkin tidak akan terulang.
Bahan-bahan itu tidak semata-mata hasil kerja individu dan dibayar dengan modal pribadi. Sepanjang karier, para peneliti itu didukung bantuan finansial mau pun berbagai kemudahan non-finansial dari lembaga negara atau swasta. Pada masa itu negara dan masyarakat mereka sedang menggebu meneliti Indonesia. Sebagian minat itu bertumbuh dari rasa sayang, simpati dan kagum. Sebagian lain demi kepentingan mereka sendiri.
Di masa kolonial, bukan hanya para sarjana Eropa yang sibuk meneliti wilayah jajahan. Banyak karya tenar dari masa itu ditulis oleh birokrat pemerintah kolonial. Sebagian penelitian didorong kepentingan politik praktis, yakni memahami untuk menguasai wilayah jajahan. Penelitian tanah jajahan juga ditekuni sarjana kolonial demi kepentingan akademik. Pengetahuan baru tentang Asia dan Afrika melengkapi pengetahuan mereka terdahulu tentang Eropa. Dari situ mereka berteori besar tentang sosok manusia secara universal dengan mengenali berbagai perbedaan dan persamaannya.
Setelah merdeka, Indonesia menarik gelombang baru minat para peneliti dunia. Indonesia memukau sebagai sebuah bangsa besar yang berhasil menumbangkan kekuasaan kolonial lewat revolusi. Ada alasan lain mengapa Indonesia memikat simpati dan dukungan masyarakat dunia. Walau kondisinya porak-poranda seusai perang kemerdekaan, Indonesia bersemangat besar bangkit menjadi bangsa bermartabat di dunia. Bahkan Indonesia berambisi menjadi pejuang solidaritas bekas terjajah sedunia.
Kemudian datang Perang Dingin. Kelompok Barat berusaha agar Asia Tenggara tidak berpihak ke kubu Komunis. Kondisi ini mendorong berdirinya banyak pusat Kajian Asia Tenggara, termasuk Kajian Indonesia, dengan modal dana dan sumber manusia berlimpah. Pada masa yang bersamaan bangkit gelombang gerakan kiri dalam masyarakat Barat sendiri yang bersolidaritas dengan kaum kiri di Asia, termasuk Indonesia karena persamaan kiblat ideologi kerakyatan. Hasilnya, sebuah kurun berwarna-warni yang kini kita kenal sebagai zaman emas Kajian Indonesia.
Berakhirnya Perang Dingin berpengaruh pada dukungan negara pada Kajian Indonesia. Karena usia, satu demi satu sarjana sesepuh dari masa keemasan Kajian Indonesia meninggal dunia. Sebelum meninggal, ada yang sudah jauh-jauh hari memutuskan kemana bahan penelitian mereka akan dihibahkan di Indonesia. Tapi yang masih hidup mungkin lebih banyak dan tidak tahu atau tidak yakin pihak yang dianggap berminat, tepat, dan sekaligus siap mewarisi harta mereka.
Pada masa lalu harta penelitian semacam itu biasa dihibahkan ke perpustakaan setempat. Zaman sudah berubah. Kini semakin sulit menemukan perpustakaan di negara mereka yang berminat menampung sumbangan demikian. Setidaknya ada tiga alasan kuat berikut ini.
Pertama, terbatasnya ruang dan tenaga pustakawan mengurangi daya tampung bagi sumbangan pustaka. Kedua, dengan merosotnya pamor Kajian Indonesia, merosot pula jumlah peminjaman pustaka tentang Indonesia di perpustakaan. Menambah atau menyimpan bahan-bahan tambahan tentang Indonesia tidak termasuk daftar prioritas. Ketiga, dengan maraknya teknologi digital pengelola perpustakaan lebih ketat menyaring bahan cetak dari abad lalu untuk ditampung karena biaya pengelolaan dan perawatan lebih mahal.
Peluang hibah bahan istimewa itu hanya hadir sekali, karena kejayaan Kajian Indonesia berakhir hanya sekali. Peluang itu terbuka dalam waktu terbatas, karena bahan-bahan itu segera membutuhkan tempat dalam waktu dekat. Mungkin ada lembaga di Indonesia yang berminat, tapi sejumlah hambatan perlu diatasi dulu.
Kemungkinan besar calon pemberi dan peminat hibah tak saling kenal. Di luar minat, terbentang masalah kesiapan calon penerima hibah mengelola warisan itu bagi kebutuhan publik berjangka panjang. Semua itu menuntut keahlian dan biaya tidak kecil, apalagi udara tropis yang lembab di tanah air. Kalau semua persyaratan itu pun dipenuhi calon penerima hibah, dibutuhkan sarana pembuka komunikasi yang melindungi privasi kedua pihak yang tidak harus saling kenal.
Bisa dimaklumi, pemberi hibah tidak ingin tergesa-gesa melimpahkan hibah pada sembarangan pihak. Mereka perlu diyakinkan masa depan hartanya akan aman, terawat dan dimanfaatkan publik secara maksimal. Dibutuhkan jasa perantara terpercaya di antara mereka. Mirip jasa biro jodoh online. Idealnya jasa itu datang dari lembaga nir-laba, entah swasta atau pemerintah.