25 Tahun Reformasi Olahraga
Momentum prestasi atlet di SEA Games 2023, dengan perolehan medali terbanyak selama era Reformasi, bahan refleksi semua pemangku kepentingan olahraga bahwa perubahan dan pendewasaan reformas reformasi mulai berjalan.

Ilustrasi
Momentum 25 tahun reformasi menjadi refleksi bagi perkembangan olahraga nasional.
Bertepatan dengan momentum tersebut, Indonesia berhasil memecahkan target perolehan medali di ajang multi-event internasional, yakni memperoleh 89 medali emas pada SEA Games 2023 di Kamboja dan perolehan medali ini terbanyak sejak reformasi politik bergulir tahun 1998.
Dari catatan keikutsertaan Indonesia di pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara pasca-Orde Baru, terhitung mulai dari tahun 1999 sampai 2019, perolehan medali emas rata-rata 60 dan selalu berada di lima besar. SEA Games 2023 seperti hadiah pada peringatan reformasi tahun ini.
Baca juga : Medali SEA Games Indonesia Redup sejak Era Reformasi
Perjalanan 25 tahun reformasi olahraga
Pada awal era Reformasi, ranah olahraga tidak mendapat perhatian cukup signifikan sehingga perjalanannya mengalami berbagai dinamika.
Organisasi cabang olahraga sibuk dengan dinamika internal bernuansa politik, bahkan pernah mendapatkan sanksi organisasi internasional. Kaderisasi atlet pun mengalami hambatan. Korupsi yang berkaitan dengan olahraga juga menjadi sorotan.
Hampir pada semua cabang olahraga favorit, seperti bulu tangkis dan sepak bola, tidak muncul prestasi berarti. Belum lagi persoalan pelatih ataupun atlet yang tidak dibayar, yang menjadi persoalan tersendiri. Setidaknya pasca-Orde Baru, berbagai persoalan olahraga selalu menjadi bingkai pemberitaan ataupun narasi-narasi di media massa.
Semua itu seperti memberikan gambaran bagaimana persoalan prestasi olahraga mengalami berbagai hambatan, tetapi juga penuh harapan.

Para atlet mengikuti pengukuhan kontingen Indonesia yang akan berlaga di Asian games 2018, di Istora, Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (5/8/2018). Kontingen Indonesia di Asian Games 2018 diperkuat oleh 1.383 orang meliputi 938 atlet, 365 ofisial, dan 80 anggota tim pendukung.
Berbagai potensi yang menghidupkan olahraga menjadi fenomena tersendiri, seperti keberhasilan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang sebagai ajang olahraga sekaligus hiburan yang menjadi pemantik bagi perubahan atau reformasi olahraga nasional.
Kebebasan pers di awal era Reformasi menjadi ruang bagi industri media melahirkan berbagai informasi, salah satunya mengenai olahraga yang bersifat gaya hidup dan hobi.
Olahraga hobi semakin populer di masyarakat, terbukti pada awal tahun 2000-an hadir majalah-majalah spesifik gaya hidup olahraga, seperti golf, kebugaran, dan balap mobil/motor. Polarisasi informasi olahraga berdasarkan hobi ini menjadi pemantik bagi lahir dan berkembangnya industrialisasi olahraga nasional, serta menjadi peluang pendapatan ekonomi bagi swasta ataupun negara.
Implementasi dari asumsi itu adalah dengan adanya Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Peraturan Menteri Olahraga Nomor 10 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Pengembangan Industri Olahraga Nasional.
Industrialisasi olahraga menjadi jargon utama pemerintah dalam mengembangkan manajemen dan promosi wisata bernuansa olahraga. Istilah sport tourism telah menjadi jargon bagi negara dalam mengadakan perhelatan berkelas nasional ataupun internasional.
Melalui regulasi pada era Reformasi ini, pergelaran olahraga mendapat porsi yang cukup signifikan dan menjadi bagian dari ekosistem industrialisasi olahraga.
Olahraga menjadi komoditas bagi pelaku bisnis dalam meraup keuntungan yang cukup besar. Melalui regulasi pada era Reformasi ini, pergelaran olahraga mendapat porsi yang cukup signifikan dan menjadi bagian dari ekosistem industrialisasi olahraga.
Kolaborasi antara negara dan swasta dalam pengembangan industri olahraga didukung dengan berbagai regulasi, promosi, dan infrastruktur.
Ketiganya saling memengaruhi dalam menciptakan euforia serta suasana acara olahraga menjadi lebih populer di masyarakat dan menghasilkan sebuah nilai ekonomi yang menjanjikan.
Di sisi lain, ajang kompetisi yang secara spesifik berdasarkan cabang olahraga ini juga diikuti oleh atlet-atlet lokal ataupun muda. Tidak jarang mereka kemudian menjadi atlet nasional berprestasi di ajang internasional, seperti Agus Prayogo dan Odekta Naibaho pada cabang olahraga lari maraton.

Pelari putri Indonesia, Odekta Elvina Naibaho (kiri), berusaha menyusul pelari Vietnam, Thi Oanh Nguyen (kanan), pada nomor lari 5.000 meter putri SEA Games 2023 di Phnom Penh, Kamboja, Senin (8/5/2023). Odekta meraih medali perunggu.
Mereka sebelumnya banyak mengikuti ajang lomba lari secara nasional dan lokal di beberapa kota, khususnya pada ajang lari rekreasi yang melibatkan masyarakat luas. Fenomena industrialisasi ini secara tidak langsung menjadi ekosistem bisnis olahraga, ajang mencetak prestasi atlet nasional, dan memasyarakatkan olahraga.
Regulasi olahraga dan tantangan prestasi
Lahirnya peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2021 tentang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) merupakan peluang dan harapan bagi kemajuan prestasi olahraga.
DBON merupakan kebijakan untuk pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional. Peraturan tersebut merupakan regulasi olahraga yang secara sistematis memiliki visi dan misi pembinaan olahraga dengan jangka panjang sampai pada tahun 2045.
Secara tidak langsung, DBON adalah puncak dari regulasi keolahragaan nasional sepanjang era Reformasi karena memiliki peta jalan, mulai dari tahap pembangunan (2021-2024), tahap penguatan (2025-2029), tahap pengembangan (2030-2034), tahap pemantapan (2035-2039), hingga tahap keberlanjutan (2040-2045).
Proses tahapan tersebut adalah bentuk visi yang sangat berarti bagi atlet dan juga target prestasi olahraga nasional. Namun, DBON beserta tahapannya itu tentunya menghadapi berbagai tantangan dan tidak sedikit hambatan yang mungkin akan dilalui.
Baca juga : Perkuat Pembinaan di Daerah
Secara garis besar, tantangan implementasi dari DBON ini adalah merealisasikannya kepada tingkatan-tingkatan daerah dan lokal karena dari situlah lahir para atlet yang berpotensi prestasi pada masa yang akan datang.
Belum lagi dalam DBON tercantum jargon penggabungan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam pembinaan olahraga prestasi. Ini juga perlu implementasi yang jelas karena dunia ilmu pendidikan olahraga nasional itu memiliki karakter yang berbeda-beda.
Setiap universitas yang mempunyai pendidikan olahraga tentu ada perspektif yang berbeda dan ini akan sangat berdampak kepada pola pembinaan para atlet di lapangan. Antara satu lembaga dan lembaga pendidikan olahraga punya cara tersendiri dalam menerapkan pola ilmu keolahragaannya.
Beberapa tantangan implementasi tersebut harus menjadi solusi bersama antarpemerintahan, mulai dari pemangku kebijakan tingkat nasional sampai lokal, agar tidak ada kendala di kemudian hari dan agar harapan peta jalan DBON akan berjalan sesuai target.

Masa depan prestasi olahraga
Melihat fenomena industrialisasi olahraga dan adanya peta jalan olahraga nasional di masa Reformasi ini, optimisme akan bangkitnya prestasi atlet nasional di tingkat dunia bisa terwujud. Namun, tantangan besar dihadapi oleh calon pemimpin bangsa yang akan berkuasa nanti, terutama terkait kemauan politik dan implementasi kebijakannya.
Bagi penulis, fenomena industrialisasi olahraga harus menjadi ekosistem bersama dengan pola pencarian potensi atlet berprestasi pada semua level, dari tingkat lokal hingga nasional. Kolaborasi dan kesinergian antara pemerintah, industri olahraga, pengurus cabang olahraga—dari nasional hingga lokal—serta atlet harus saling selaras dengan semangat transparansi dan profesionalitas.
Bagi penulis, fenomena industrialisasi olahraga harus menjadi ekosistem bersama dengan pola pencarian potensi atlet berprestasi pada semua level, dari tingkat lokal hingga nasional.
Momentum prestasi atlet di SEA Games 2023 Kamboja, dengan menorehkan perolehan medali terbanyak selama era Reformasi, adalah bahan refleksi bagi semua pemangku kepentingan olahraga bahwa perubahan dan pendewasaan reformasi olahraga mulai berjalan.
Tinggal bagaimana mempertahankan dan memperteguh posisi prestasi hari ini dan ke depan. Sebab, menurut Barrie Houlihan (1997), olahraga merupakan alat konstruksi identitas nasional, bahwa keberhasilan atlet di ajang internasional dapat memiliki efek pemersatu bangsa, meningkatkan reputasi negara, meningkatkan komitmen warga negara, dan membangkitkan kebanggaan nasional.
Meistra Budiasa, Direktur Pusat Studi Komunikasi Olahraga Bung Karno; Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bung Karno, Jakarta

Mesitra Budiasa