Secara hierarki, pembinaan cabang olahraga sudah berjalan terstruktur dari akar rumput hingga pusat. Maka itu, DBON diharapkan bisa memperkuat proses pembinaan itu. Sebab, masih banyak daerah yang butuh dukungan.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Anak-anak mengikuti seleksi hari kedua sentra pembinaan Desain Besar Olahraga Nasional di Universitas Negeri Jakarta, Kamis (14/7/2022). Hari kedua seleksi terdiri dari tes keterampilan spesifik cabang yang diminati.
JAKARTA, KOMPAS – Secara hierarki, proses pembinaan olahraga setiap cabang sudah berjalan secara terstruktur dari tingkat klub, pengurus cabang kabupaten/kota, provinsi, hingga muaranya ke pemusatan latihan nasional. Harapannya, kehadiran Desain Besar Olahraga Nasional bisa memperkuat proses pembinaan tersebut. Sebab, tak sedikit daerah yang belum memiliki sarana dan prasarana latihan memadai.
Kepala Bidang Pembinaan Prestasi Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI) Hadi Wihardja saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (31/12/2022), sejauh ini, pembinaan angkat besi dilakukan dengan sentralisasi di Jakarta dan desentralisasi di 10 provinsi. Pola rekrutmen atlet dilakukan dengan pemantauan dalam kejuaraan nasional. ”Daerah lain masih berproses karena baru ada pemisahan dari PABBSI (angkat besi, angkat berat, dan binaraga) menjadi PABSI,” ujarnya.
Implementasi Peraturan Presiden 86/2021 tentang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang diperkuat UU 11/2022 tentang Keolahragaan dimulai dengan menyeleksi atlet lulusan SD pada Juli 2022. Mulai September, atlet terpilih menjalani pelatihan dan pendidikan tersebar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Universitas Negeri Semarang, dan Univesitas Negeri Surabaya.
Hadi mengatakan, dibanding mengadakan sentra pembinaan di perguruan tinggi lebih baik DBON diarahkan untuk memperkuat pembinaan yang telah ada di daerah. Selain tidak tumpang tindih, masih ada daerah yang butuh dukungan sarana dan prasarana lebih memadai, terkait kapasitas pelatih, kualitas peralatan, asupan gizi ataupun nutrisi, dan iklim kompetisi.
DBON fokus kepada atlet usia di bawah 15 tahun untuk pembinaan jangka panjang. Namun, belum bisa dipastikan apakah mereka bisa meledak di usia emasnya. Dalam tes di UNJ kemarin, peserta tes banyak yang belum pengalaman dan baru akan diarahkan ketika masuk sentra.
”DBON fokus kepada atlet usia di bawah 15 tahun untuk pembinaan jangka panjang. Namun, belum bisa dipastikan apakah mereka bisa meledak di usia emasnya. Dalam tes di UNJ kemarin, peserta tes banyak yang belum pengalaman dan baru akan diarahkan ketika masuk sentra. Padahal, selama ini, pengurus cabang kabupaten/kota maupun provinsi sudah melakukan pembinaan usia dini. Lebih baik, itu saja diperkuat,” kata Hadi.
Di sisi lain, Hadi menuturkan, pembinaan di daerah memungkinkan penjaringan potensi atlet secara lebih luas di daerah bersangkutan. ”Untuk sentra DBON yang masih terpusat di Jawa, tidak semua atlet dari luar Jawa bisa ikut seleksi di sana,” ucapnya.
Libatkan pengurus cabang
Kalau pun ada sentra di perguruan tinggi, lanjut Hadi, pengurus cabang harus dilibatkan lebih aktif. Sejauh ini, PABSI hanya dilibatkan untuk memantau proses awal seleksi sentra DBON. Selanjutnya, PABSI tidak dilibatkan dalam pembinaan. ”Bahkan, kami tidak diberi laporan mengenai perkembangan atlet di sana,” ujarnya.
Manajer tim renang Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia Wisnu Wardhana mengatakan, ekosistem pembinaan renang jangka panjang belum dikuasi merata di daerah. Pembinaan atlet U-12 misalnya, tak sedikit daerah yang barometer dan parameter utamanya langsung kepada prestasi. Akhirnya, pembinaan bersifat karbidan atau atlet diberi program yang melompati usia mereka. Hasilnya memang instan tetapi tidak berkesinambungan.
Padahal, pelatnas butuh atlet yang bisa berkarir panjang secara berkelanjutan. ”Kalau tidak ada penguatan pembinaan di daerah, ujung-ujungnya sentra DBON hanya menjaring dan membina atlet yang tidak tahu pasti kualitasnya,” tutur Wisnu.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Para peserta mengikuti seleksi hari pertama sentra pembinaan Desain Besar Olahraga Nasional di Universitas Negeri Jakarta, Rabu (13/7/2022). Hari pertama seleksi terdiri dari tes antropometri, kesehatan umum, serta biomotorik umum dan spesifik.
Peran perguruan tinggi
Dalam hak jawab yang ditandatangani empat direktur sentra DBON atau Sentra Latihan Olahragawan Muda Potensial Nasional (SLOMPN) tanggal 30 Desember 2022 untuk artikel Kompas berjudul ”Ancaman Mati Suri DBON” yang terbit 29 Desember, mereka memastikan pembinaan atlet di perguruan tinggi adalah wujud kerjasama. Itu terobosan untuk pembinaan secara ilmiah.
Sejak masuk sentra, para atlet mendapatkan pelatihan sesuai dengan prinsip pengembangan atlet jangka panjang (LTAD) dan layanan pendidikan sesuai jejang mereka. Di samping dijaga pelatih, atlet didampingi psikolog dan tenaga medis yang siaga 24 jam.
SLOMPN turut memberikan dukungan ahli biomekanik, fisiologi, nutrisionist, sport masseur, fisioterapis, pengelola big data, dan sarana-prasarana latihan yang memenuhi standar. Mereka selalu melakukan evaluasi internal untuk peningkatan layanan dan evaluasi kinerja per bidang agar menjadi standar baku pengelolaan sentra.
SLOMPN melakukan pencatatan secara manual sampai pembuatan aplikasi agar perkembangan atlet dapat dipantau bersama tim pusat, daerah, pelatih, dan orangtua atlet. Kinerja mereka dievaluasi berkala oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Anak-anak peserta seleksi hari pertama sentra pembinaan Desain Besar Olahraga Nasional di Universitas Negeri Jakarta, Rabu (14/7/2022) sedang diukur tinggi badannya. Hari pertama seleksi terdiri dari tes antropometri, kesehatan umum, serta biomotorik umum dan spesifik.
Tidak berkomitmen
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menuturkan, dalam implementasi DBON, pemerintah lewat Kementerian Keuangan tidak berkomitmen dengan program tersebut. Tidak ada tambahan anggaran untuk Kemenpora sehingga diminta menggunakan anggaran seadanya guna menjalankan DBON.
Maka itu, ada upaya akrobatik dari Kemenpora agar DBON tetap jalan. Salah satunya dengan menyelenggarakan sentra di perguruan tinggi. ”Pemerintah perlu meningkatkan anggaran Kemenpora agar mereka bisa melakukan penguatan pembinaan yang ada,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum I Komite Olahraga Nasional Indonesia Suwarno menyampaikan, melalui DBON, pemerintah mengandalkan 12 cabang prioritas untuk mencapai target Indonesia masuk lima besar Olimpiade 2044. Berkaca dari Olimpiade Tokyo 2020, 12 cabang itu mesti menyumbangkan sedikitnya 20 emas.
Masalahnya, baru bulu tangkis yang rutin meraih emas. Selebihnya, angkat besi dan panjat tebing yang berpotensi merebut emas. ”Kalau pola anggarannya berubah, barulah kita bisa lebih optimis untuk menuju lima besar Olimpiade 2044,” tegasnya. (*)