Momentum Bersejarah Indonesia dan Dunia Ekonomi Islam
Penghargaan Islamic Development Bank merupakan manifestasi meningkatnya kepercayaan dunia ekonomi Islam terhadap Indonesia dan menjadi sinyal positif untuk lebih asertif lagi menarik investor luar negeri.
Oleh
HYLMUN IZHAR
·4 menit baca
Ada tiga momen bersejarah pada Mei 2023 ini. Pertama, Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS)-nya Kementerian Keuangan mendapatkan anugerah ”Islamic Development Bank (IsDB) Prize for Impactful Achievement in Islamic Economics”. Ini kali pertama Indonesia mendapatkan penghargaan internasional dari IsDB semenjak anugerah ini diperkenalkan pada 1988. CWLS adalah investasi wakaf uang pada sukuk negara yang imbalannya disalurkan oleh pengelola dana wakaf untuk membiayai program sosial dan pemberdayaan ekonomi.
Anugerah internasional paling bergengsi di dunia ekonomi syariah ini diberikan langsung oleh Presiden IsDB Dr M Muhammad Al Jasser kepada Kemenkeu, diwakili oleh Dwi Irianti Hadiningdyah, Direktur Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kemenkeu, pada gala dinner, 12 Mei 2023, di sela ajang pertemuan tahunan IsDB di Jeddah, Arab Saudi. CWLS dianggap unik, inovatif, dan berpotensi besar mendorong keharmonisan sektor riil, sektor keuangan, dan sektor keuangan sosial Islam, serta berpotensi untuk menjawab tantangan pembangunan, khususnya jika kemudian direplikasi di negara-negara anggota IsDB.
Kedua, melalui mekanisme Special Capital Increase, Indonesia merangsek ke posisi ketiga dalam kepemilikan saham di IsDB, dari posisi ke-12 setelah Board of Governors (BoG) IsDB menyetujui permintaan Indonesia. Penambahan kepemilikan saham ini memungkinkan Indonesia memperoleh kursi tetap dalam Board of Executive Directors (BED)-nya IsDB. Dengan demikian, Indonesia tidak saja lebih menegaskan posisi strategisnya di panggung ekonomi syariah global, tetapi juga berpotensi untuk lebih bisa berperan aktif dalam menentukan arah strategis IsDB dalam misi meningkatkan kesejahteraan serta pengentasan kemiskinan di 57 negara anggota IsDB.
Ketiga, penandatanganan kerja sama antara PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan IsDB terkait lini fasilitas pembiayaan infrastruktur melalui skema PPP (public private partnership) sebesar 100 juta dollar AS dan peningkatan kapasitas ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Milestone bersejarah ini menahbiskan komitmen IsDB untuk mendukung prioritas pembangunan nasional Pemerintah Indonesia sekaligus mempromosikan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah sesuai dengan IsDB Group Member Country Partnership Strategy (MCPS) 2022-2025. Komitmen ini juga merupakan bentuk kerja sama perdana Pemerintah Indonesia untuk mengatalisasi pembiayaan infrastruktur melalui infrastruktur pembiayaan berbasis syariah.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pengunjung berada di ajang Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (5/10/2022). Dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi menjadi salah satu kekuatan ekonomi syariah di dunia.
Bagaimana kita memaknai tiga tonggak pencapaian tersebut? Hemat penulis, ada dua sudut pandang, yaitu inward looking (melihat ke dalam) dan outward looking (melihat keluar).
Secara inward looking, setidaknya ada dua hal yang bisa dicermati. Pertama, kepercayaan terhadap Indonesia dari IsDB merupakan manifestasi meningkatnya kepercayaan dunia ekonomi Islam terhadap Indonesia dan menjadi sinyal positif untuk lebih asertif lagi menarik investor luar negeri, khususnya dari dari dunia Muslim atau Timur Tengah. Seperti sudah dimafhumi, faktor kepercayaan (trust) dalam hubungan keuangan dan ekonomi (muamalah) sangatlah vital bagi masyarakat Timur Tengah. Saking pentingnya trust ini, bahkan sering kali melampaui sekat-sekat suku, agama, dan bangsa.
Kedua, pengalaman panjang, kapasitas, berikut jaringan (network) dari IsDB seyogianya dimanfaatkan oleh Indonesia untuk meningkatkan kompetensi (soft skill) dalam negeri dalam merepons isu-isu transformasi digital, pembangunan berkelanjutan (SDGs), lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG). Tak kalah penting, pemangku kepentingan dalam negeri perlu lebih mampu mencerna isu-isu faktual dan strategis dalam domain ekonomi dan keuangan syariah global dengan merujuk kepada dokumen bertajuk ”Islamic Financial Services Industry Development Ten-Year Framework and Strategies: A Final Review” yang diluncurkan IsDB Institute bekerja sama dengan Islamic Financial Services Board (IFSB) di sela pertemuan tahunan IsDB baru-baru ini.
Kepercayaan terhadap Indonesia dari IsDB merupakan manifestasi meningkatnya kepercayaan dunia ekonomi Islam terhadap Indonesia.
Dokumen yang berpijak pada tiga pilar utama ini—yaitu pengembangan (development), transformasi (transformation), dan akses (access)—menyajikan asesmen terhadap efektivitas berbagai rekomendasi jangka menengah dan jangka panjang terhadap pertumbuhan serta perkembangan industri jasa keuangan syariah global di tengah dinamika perubahan ekosistem keuangan global yang sangat cepat.
Dari sudut pandang outward looking, ada dua hal yang bisa digarisbawahi. Pertama, sudah saatnya Indonesia lebih memanfaatkan mekanisme reverse linkage-nya IsDB dengan men-showcase prestasi dan capaian dalam domain ekonomi dan keuangan syariah untuk kemudian ditularkan ke negara-negara anggota IsDB. Yang paling baru tentu saja CWLS.
Penulis yakin banyak negara Muslim yang akan tertarik untuk mereplikasi CWLS, apalagi negara-negara dengan potensi wakaf yang besar, misalnya Arab Saudi, Turki, Uzbekistan, dan Tajikistan. Reverse linkage adalah sebuah program segitiga yang menghubungkan satu negara yang memiliki kebutuhan terhadap teknologi dan inovasi di bidang tertentu dengan negara lain yang memiliki teknologi dan inovasi yang dibutuhkan oleh negara penerima manfaat tersebut, di mana IsDB bertindak sebagai fasilitator.
Selain CWLS, di tataran lebih makro, Indonesia bisa memberikan contoh perlunya sebuah negara mempunyai Masterplan Ekonomi dan Keuangan Syariah (MEKS) dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) sebagai pranata menyinergikan aktivitas strategis ke depan sekaligus mengoordinasikan komponen-komponen penting dalam ekosistem ekonomi syariah. Sebagai ekonom IsDB, penulis yakin banyak negara anggota IsDB yang berminat untuk belajar dari pengalaman Indonesia dalam menciptakan ekosistem ekonomi syariah yang cukup kondusif.
Kedua, dengan menjadi pemegang saham terbesar ketiga di IsDB, logikanya Indonesia tidak bisa lagi dianggap sebagai anak bawang yang hanya berpuas diri duduk manis di posisi back-bencher saja. Presiden Jokowi berulang kali mengingatkan, ”negara ini negara besar, bangsa ini adalah bangsa besar”. Kita lihat saja dalam keanggotaan G20, di antara perwakilan negara-negara Muslim (Arab Saudi dan Turki), Indonesia menjadi salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia dengan produk domestik bruto (PDB) di atas 1 triliun dollar AS.
Hal itu menempatkan Indonesia di posisi ke-16 di antara negara-negara G20. Maka, sudah sepantasnya hal ini termanifestasikan dalam cara bergaul kita di panggung internasional dengan lebih menempatkan (positioning) diri sebagai pemimpin dan bukan lagi berpuas diri menjadi pengikut alias makmum. Salah satu konsekuensi dari menjadi pemimpin adalah tidak khawatir berbeda pendapat dan berani mengatakan tidak.
Momentum bersejarah ini tentu patut disyukuri, tetapi bukan saatnya untuk berpuas diri. Ini baru permulaan. Dari berbagai kesempatan dan interaksi penulis dengan berbagai pemangku kepentingan ekonomi syariah global, banyak pihak menaruh harapan tinggi terhadap Indonesia. Mampukah kita menjawab harapan-harapan itu? Ataukah kita masih meremehkan (underplay) peranan strategis kita dalam pergaulan global dan terjebak kedalam kecenderungan untuk punching below our weight class? Semoga tidak. Jika iya, kita hanya bisa berucap:…what a waste!