Optimalisasi Ekonomi Syariah sebagai Motor Baru Pertumbuhan Ekonomi
Dengan berbekal negara sebagai penduduk Muslim terbesar dunia, Indonesia berpeluang menjadi salah satu kekuatan utama ekonomi syariah di dunia.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)
Sejumlah pengunjung berada di ruang pameran saat hari terakhir penyelenggaran Festival Ekonomi Syariah 2021 yang mengusung tema Magnifying Halal Industries Through Food and Fashion Market for Economic Recovery di gedung Jakarta Convention Center, Jakarta, Sabtu (30/10/2021). Pertumbuhan ekonomi syariah telah menjadi pendorong ekonomi baru pada masa pandemi dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Indonesia berpeluang menjadi negara nomor satu dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah serta sektor industri halal di masa yang akan datang.
JAKARTA, KOMPAS — Dengan berbekal jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia berpotensi menjadi negara dengan skala ekonomi syariah terbesar. Seluruh pemangku kepentingan perlu mendorong optimalisasi potensi ekonomi syariah Indonesia. Sebab, dengan bergeraknya ekonomi syariah ini, diharapkan bisa menjadi motor baru penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam pembukaan acara ”Digital and Sharia Economic Festival (Digisef)” yang diselenggarakan secara hibrida di Bandung, Jawa Barat, Jumat (2/9/2022), Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, dalam masa pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, ekonomi dan keuangan syariah bisa menjadi salah satu motor pendorong baru untuk pertumbuhan ekonomi nasional.
Ia menjelaskan, total potensi ekonomi syariah dunia sebesar 2,02 triliun dollar AS. Dengan berbekal negara sebagai penduduk Muslim terbesar dunia, Indonesia berpeluang menjadi salah satu kekuatan utama ekonomi syariah tersebut.
Pada 2021, kata Juda, Indonesia mendapat peringkat pertama dalam hal pengembangan ekonomi keuangan syariah di antara negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Kendati demikian, Juda mengajak semua pemangku kepentingan ekonomi syariah Indonesia tidak cepat berpuas diri. Sebab, kontribusi ekspor produk halal ke negara-negara OKI justru didominasi oleh negara-negara yang mayoritas penduduknya bukan Muslim.
Eksportir utama untuk komoditas daging halal, misalnya, adalah Brasil, India, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Australia. Begitu pula komoditas busana didominasi oleh China dan India.
Berkaca dari hal itu, Juda mengajak seluruh pemangku kepentingan bisa mengoptimalkan potensi yang dimiliki Indonesia. Sebab, pengembangan produk halal Indonesia bisa dimanfaatkan untuk pasar domestik, tetapi juga bisa untuk ekspor ke negara-negara Muslim lainnya.
”Kita diuntungkan oleh pasar domestik yang besar serta mayoritas penduduk beragama Islam. Tetapi kita juga bisa menembus pasar ekspor produk halal dunia dengan kemampuan kita,” kata Juda.
Ia menjelaskan, Indonesia punya potensi besar dari produk halal seperti busana muslim dan makanan halal. Selain itu, Indonesia juga bisa mendorong pengembangan pariwisata halal atau ramah muslim untuk menarik wisatawan mancanegara dari negara mayoritas penduduk Muslim.
Pengembangan ekonomi syariah, kata Juda, bisa berjalan beriringan dengan pendekatan digital. Salah satunya adalah mengembangkan ekonomi syariah dan digitalisasi produk halal dari basis pesantren.
Saat ini Indonesia memiliki sekitar 2 juta santri yang berasal dari 28.000 pesantren. Dari jumlah tersebut, 32 persen di antaranya berasal dari Jawa Barat. Para santri ini juga diberikan edukasi akan produk halal dan besarnya potensi ekonomi dan keuangan syariah bila digabungkan dengan digitalisasi.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Teller Bank Syariah Indonesia melayani nasabah di Kantor Cabang Hasanudin, Blok M, Jakarta, Senin (1/2/2021). Bank yang merupakan hasil merger dari PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank Syariah Mandiri tersebut resmi beroperasi pada Senin (1/2/2021). Bank beraset Rp 240 triliun ini diharapkan dapat memberikan efek domino bagi ekonomi syariah dan rantai pasok industri halal dalam negeri. BSI saat ini berada di posisi ke-7 dalam daftar sepuluh besar bank terbesar di Indonesia dari sisi aset.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, untuk pengembangan ekonomi syariah, pihaknya telah menjalankan program One Pesantren One Product (OPOP) selama empat tahun terakhir. Dari sekitar 8.000 pesantren di Jawa Barat, sebanyak 2.700 di antaranya sudah punya usaha sendiri.
Adapun produk yang dijual adalah hasil kerja sama dengan kelompok tani di sekitar pondok pesantren. Hal ini agar bisa memberikan harga jual yang lebih baik bagi petani dan lebih murah dari konsumen. Sebab, petani tak perlu menjual melalui tengkulak.
”Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia bisa berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi dari pengembangan ekonomi syariah,” ujar Ridwan Kamil.